Mohon tunggu...
Cece Cellia
Cece Cellia Mohon Tunggu... -

Ordinary People.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pak Haji Preman

26 Februari 2014   15:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:27 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengambil keputusan itu bukan suatu hal yang mudah. Kadang kita berpikir dan berniat atas nama demi kebaikan. Tapi beberapa hal pertimbangan itu ternyata berat sebelah. Timpang. Tidak bisa berjalan se-iya atau se-tidak. Yang pasti keputusan harus tetap diambil. Apapun resikonya......

Cuman bisa ngelus dada. Mimpi apa aku semalam?, batin saya dalam hati. Jumat pagi, yang sama seperti hari-hari sebelumnya, selalu saya mulai dengan Bismilahitawakaltu, membawa saya kepada kejadian yang sampai berhari-hari membuat hati kesal. Ndak enak makan, ndak enak tidur. Kecuali makan di restoran mahal dan tidur di suite-nya Aston.

"Jadi bagimana kita be'urusan bu'lah.....mau baik kada urusannya," di depan saya, laki2 berusia lebih dari setengah abad, perawakan gempal, muka jauh dari gelarannya yang dipanggil 'Pak Haji' sama orang-orang (lebih mirip penjahat,preman dan pemain2 filem antagonis), duduk dengan congkaknya.

Saya tersenyum. "yah silahkan bapak kalau mau pasang kembali kwh meternya, sudah ada prosedurnya pak..."

Belum putus bicara saya, ia menggebrak meja. Huh, sabar-sabar.....sudah ndak mau bayar listrik, marah-marah pulak?

"sapa yang suruh bongkar meteran saya, melumpati pagar lagi itu sama dengan menginjak-injak harga diri saya.....Malu saya sama tetangga, jarnya "Pak haji kada kawa bayar lampu dipagat lampu siddin'" dia berteriak-teriak sambil menggebrak-gebrak meja. Sekuriti di kantor dah siap-siap datang, malah ditantangnya "mau apa kamu?"

Lagi-lagi saya cuman tersenyum, dah biasa dengan kasus-kasus beginian. Orang ndak bayar listrik, menunggak, KwH meter dibongkar = murka!!

Tapi yah mau gimana lagi? Itu sudah pekerjaan saya.  Awalnya dulu sempat pengen ikut emosi. Sekarangpun juga sama, kadang masih pengen terpengaruh suasana. Tapi saya lebih liat ke sisi positifnya. Biar kamu marah-marah, saya sudah dapat metermu. Bayar trus diganti meter vocher. Selesai.  Hati jadi adeeeem....

Ndak bakalan ketemu lagi sama pelanggan-pelanggan ndak tahu diri macam-macam ginian lagi.

Tapi yang bikin ndak seneng ya intimidasinya itu. Pakek suka ngancem-ngancem segala. Bawa-bawa nama organisasi apalah, itulah....yang ndak keruan kerjaan kecuali nakut-nakutin orang.

Ndak bayar listrik pulak!

Emang perusahaan mbah-nya apa?

Yah kalo perusahaan mbah-nya sih bagus, ndak bakalan ketemu sama saya. Ndak sah pakek meteran. Pakek ajah kawat bambu ma seng trus dijemur ambil tenaga matahari. Dijamin Gratis!!

Bener-bener kesel. Tapi survey membuktikan, kalau ada orang marah-marah ndak usah dilawanin. Tenang ajah. Keep smile....

"Pokoknya saya menuntut ibuk, sampai kemana juga saya tuntut!!" ngomongya pakai emosi.

"Silahkan bapak, yang jelas saya melakukannya sudah sesuai prosedur. Surat peringatan pertama sudah saya sampaikan, surat peringatan kedua juga,,, bahkan sampai petugas saya dtang menyampaikan ke toko bapak yang di pinggir jalan itu......" jelas saya tenang.

Walaupun tangan dah dingin menahan kepalan, pengen rasanya membungkam mulut Pak haji itu yang masih saja ngomel dengan bahasa 'daerah asalnya'. Kebanyakan saya ndak ngerti, yang saya tahu pasti artinya ndak ada yang baik.

"siapa,siapa yang datang ke toko? Saya cari orangnya yang ambil meteran saya......Ibuk tau, ibuk itu pencuri! Ngajarin anak buahnya mencuri!!"

"Yah begini bapak, saya minta maaf sudah melompati pagar rumah bapak.... Bapak marah dan mau menuntut saya, itu hak bapak......Tapi tolong dilunasi ajah pak kewajiban bapak membayar listrik, kan bapak pakai nih sudah listriknya...."

Brakk!!!! lagi-lagi meja digebrak. Duh sabar ya meja, kita doain orang ini kena stroke biar ndak bisa nggebrak-nggebrak meja lagi hehehehehe.......

"Saya tuntut kamu! Saya tuntut kamu!"  dan entah lagi apa yang dibicarakannya. Saya sudah ilfill mau menanggapinya. Saya sudah minta maaf, sudah saya bebaskan dari bayar Biaya Penyambungannya, tinggal bayar tunggakannya ajah masih marah? Duh Gusti, ini model Pak Haji yang kayak gimana sih saya ndak ngerti?

"Ibuk jadi orang jangan suka nyuruh2 anak buahnya ndak bener buk ya...Ibuk masih baru..."

nah, ini...bikin ndak seneng ati dengernya

"jangan sok merintah-merintah....pencuri ngajarin anak buahnya nyuri"

Astaghfirullah hal adzhiiimmmm.....Bapak preman juga saya ndak menghakimi bapak kok. Because it has nothing to do gt loh, ndak ada hubungannya!! Ndak bayar listrik ma nilai kinerja orang, bawa-bawa kata : baru menjabat lagi.

Eh, pak saya emang baru....tapi kalau masalah ngurusin orang-orang ndak tahu diri kayak bapak yang ndak m au bayar listrik trus marah-marah soalnya meterannya dibongkar sih, seriiinggg!!!!!!!!! Sama seringnya kayak bapak malak orang dan nagihin retribusi2 keamanan di pasar-pasar dan di tambang!!!

Mulai kesel, sampek kepengen nendang wajah bapak itu sampek hancur.

"Saya ini emang cuman lulusan SD buk, tapi soal mimpin anak buah......tanya saya kayak apa" ujarnya lagi, sombongnya ajubileee.

Pantesss!!!! Lulusan SD......jadi ngomongnya nyablak ajah. Dipikir perusahaan listrik di bawah keteknya apa.

Nanti deh pak, kalo saya punya perusahaan nuklir baru saya tanyak bapak gimana cara ngumpulin semua anak buah bapak (termasuk bapak sendiri) di lapangan yang gueedeeee, trus di bom nuklir semuanya biar ludes, ndak ada lagi preman-preman sejenis yang bikin saya ndak enak makan, ndak enak tidur.

Sumpah kesel banget. Sempet niat ndak bakalan bongkar-bongkar meteran orang lagi. Sedih juga, karena ada orang bicara menilai kinerja saya, yang saya bangun selama bertahun-tahun saya kerja.

Mencoba loyal.

Berusaha jujur.

Punya integritas yang tinggi.

Memupuk idelisme.

Semua yang baik-baik, dimentahkan oleh pendapat preman. Dari satu sudut pandang, satu kasus. Ndak representatif.

Kesel hati. Pengen nangis.

Semoga cepat pulang deh.

Jangan lupa dibawak sekalian preman-premannya yang jagain di pintu dan di luar kantor pak. Lima-limanya dibawak pulang, ndak 'sah ditinggalin, sayanya lagi ndak perlu ganjal pintu.

Cemen. Preman kok beraninya keroyokan. Lawan perempuan pulak. Huhuhuhuhhh...... Ya Tuhan, maafin saya ya kalo saya doain bapak itu , stroke. Amin.

Bakal kesel berkepanjangan. :(

(Met hari Rabu yah. Nice sharing.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun