Rupanya perjuangan ini tidak selalu berjalan mulus, karena pada tahun 1982 Tempo mengalami pembredelan karena dianggap melanggar kode etik pers. Pembredelan ini dilakukan oleh Departemen Penerangan yang dikeluarkan oleh Ali Moertopo.Â
Pembredelan ini berakhir pada Goenawan menandatangani kertas permohonan maaf dan ketersediaan bahwa Tempo akan dibina oleh pemerintah.
Pembredelan terhadap majalah Tempo juga terjadi kembali pada tahun 1994. Pembredelan kedua dilakukan karena Tempo mengangkat permasalahan mengenai pembelian pesawat tempur oleh BJ Habibie.
Sebelumnya, penyelesaian terhadap kasus pembredelan dapat dengan mudahnya terselesaikan dengan menandatangani surat, namun pada tahun 1994 dibuat menjadi lebih kompleks.Â
Munculnya Majalah Digital Pertama
Meskipun Tempo mengalami pembredelan, perusahaan tetap mencari cara agar dapat tetap eksis di media yaitu dengan meluncurkan majalah digital pertama di Indonesia dengan situs www.tempo.co.id. Ini menjadi salah satu cara agar Tempo dapat lolos dari pembredelan.
Kian berjalannya tahun, Tempo juga memperhatikan mengenai pola konsumsi yang ada di masyarakat. Perkembangan teknologi membuat dan memaksa perusahaan untuk terus beradaptasi dengan teknologi yang ada.
Tempo mengalami digital disruption yang dimana merupakan perubahan terhadap teknologi digital dan model bisnis yang mempengaruhi value propotion dari suatu produk atau jasa yang dijual.Â
Hal tersebut dikatakan merupakan salah satu tantangan bagi Gen Z atau generasi Z, namun di sisi lain hal ini menjadi tumpuan bagi Generasi Z yang ingin melakukan dan membuat perusahaan start up.
Disinilah muncul dimana konsumsi masyarakat terhadap media cetak semakin menurun, sehingga banyak pengguna media sosial memilih untuk menggunakan media digital saja.
Selain itu, konsumsi pada masyarakat usia produktif di lansir dari penelitian pada tahun 2019 rata-rata berusia 15-40 tahun. Usia tersebut juga merupakan usia orang-orang yang melek teknologi.Â