“Yogyakarta terbuat dari rindu, kenangan, dan pulang”, kalimat tersebut biasa didengar dan dilontarkan oleh banyak orang yang pernah singgah di Yogyakarta. Tak heran Yogyakarta menjadi tujuan utama untuk melepas penat dari padatnya rutinitas. Yogyakarta merupakan sebuah kota kecil yang istimewa. Seperti penggalan lirik lagu yang dinyanyikan oleh Jogja Hip Hop Foundation yaitu “Jogja, Jogja, tetap istimewa, istimewa negerinya, istimewa orangnya”. Keistimewaan itu rasanya tidak pernah pudar, bahkan selalu dan terus berkembang mengikuti arus zaman. Walaupun terus berkembang mengikuti arus zaman, Yogyakarta tetap tetaplah Yogyakarta yang kental akan budaya.
Apa sih daya tarik Kota Yogyakarta?
Mulai dari pemerintahannya, satu-satunya kota yang dipimpin oleh seorang Sultan adalah Kota Yogyakarta. Pada saat ini Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X dan wakilnya adalah KGPAA Paku Alam X. Uniknya, pemimpin pemerintahan tidak didapatkan melalui pemilihan umum seperti kota-kota yang lainnya. Yogyakarta memiliki sistem monarki, yaitu pemimpinnya sudah ditetapkan menurut keturunan yang ada.
Pergantiannya pun tidak pasti karena gubernur dan wakil gubernurnya berganti setelah yang menjabat sebelumnya tutup usia. Istana resmi kesultanan Yogyakarta ini biasa disebut dengan Keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta berfungsi sebagai kediaman sultan dan sebagai tempat untuk menjalankan tradisi-tradisi Yogyakarta. Selain itu, Keraton Yogyakarta juga dijadikan objek wisata yang mana setiap bangunannya berisi barang-barang peninggalan sejarah dan juga cerita-cerita sejarah Yogyakarta.
Kota Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pelajar. Mengapa bisa disebut demikian? Jika diperhatikan, banyak sekolah dan perguruan tinggi yang tumbuh di Yogyakarta. Pendidikannya pun terkenal berkualitas dan disiplin. Sumber pendidikan di Yogyakarta juga tidak ada habisnya, seperti guru dan dosen yang berkualitas, perpustakaan dengan fasilitas dan koleksi buku yang lengkap, serta banyaknya laboratorium dan pusat-pusat studi yang mendukung pendidikan. Biaya hidup sebagai seorang pelajar atau mahasiswa juga relatif rendah, sehingga tak heran bila banyak orang dari berbagai daerah yang merantau ke Yogyakarta demi mengejar cita-citanya dalam dunia pendidikan.
Selain itu, keindahan alam dan budayanya pun memancarkan pesona yang menjadikannya daya tarik. Yogyakarta terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan masih menjadi bagian dari Provinsi Jawa Tengah. Yogyakarta sendiri dibagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta. Dikarenakan Yogyakarta terletak di bagian selatan Pulau Jawa, tak heran memiliki deretan pantai selatan yang indah dan patut dikunjungi ketika singgah di Yogyakarta.
Mulai dari pantai berpasir putih hingga pantai berpasir hitam, pantai dengan ombak kecil hingga pantai dengan ombak besar, pantai dengan kentalnya budaya hingga pantai yang masih jarang dijamah wisatawan, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, Yogyakarta memiliki pesona Gunung Merapi yang gagah namun cantik serta misterius.
Ada pula bentangan alam yang indah yang dapat dinikmati selagi merenungkan diri dan menarik diri dari kebisingan dan padatnya rutinitas. Sektor pariwisata yang dimiliki Yogyakarta sudah berkembang menjadi sangat lebih baik. Sudah ada fasilitas umum yang dibangun demi mendukung berkembangnya sektor pariwisata, seperti museum, rest area, toilet, kantin, dan lain sebagainya.
Bila berbicara tentang sektor pariwisata Yogyakarta, pasti tidak lepas dengan oleh-oleh khas Yogyakarta. Berbagai ide dan bahan bisa disulap menjadi buah tangan oleh masyarakat Yogyakarta. Salah satunya adalah gudeg. Kota Yogyakarta memiliki salah satu makanan yang menjadi ikon yaitu Gudeg. Makanan khas ini tidak boleh dilewatkan ketika mampir ke Yogyakarta.
Gudeg terbuat dari nangka muda atau biasa disebut “gori” yang dimasak dengan santan. Gudeg memerlukan waktu berjam-jam untuk memasaknya, dan warna coklat dari gudeg dihasilkan oleh daun jati yang dimasak secara bersamaan di dalamnya. Nama gudeg berasal dari cara pengolahan gudeg itu sendiri, yaitu dengan cara diaduk dan dalam bahasa jawa “diudeg”.