Mohon tunggu...
PUTRI S B
PUTRI S B Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNAIR

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemeriksaan MRI Urografi pada Kasus Hidronefrosis

7 Desember 2023   21:27 Diperbarui: 7 Desember 2023   22:10 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ABSTRAK

Hidronefrosis merupakan pembengkakan yang terjadi pada salah satu atau kedua ginjal karena penumpukan urine, sehingga urine tidak dapat mengalir ke kandung kemih. Pada umumnya, hidronefrosis disebabkan oleh obstruksi aliran urin, kelainan bawaan, atau gangguan fungsi otot kandung kemih. Obstruksi merupakan penyebab utama yang sering terjadinya hidronefrosis dengan keluhan pasien yang dipengaruhi oleh banyak factor. MRI Urografi merupakan salah satu pemeriksaan MRI yang dapat digunakan untuk evaluasi sistem urinaria dari pelviocaliceal sampai bladder. MRI sebagai salah satu alat diagnostik yang digunakan pada pediatric dengan adanya kelainan pada sistem urinaria.

Kata kunci: penyakit hidronefrosis, obstruksi, mri urografi

PENDAHULUAN

Hidronefrosis merupakan pembengkakan yang terjadi pada salah satu atau kedua ginjal karena penumpukan urine, sehingga urine tidak dapat mengalir ke kandung kemih. Gangguan kesehatan ini dapat terjadi pada semua usia, bahkan pada janin (hidronefrosis antenatal). Kasus hidronefrosis semakin sering ditemukan pada beberapa negara misalnya Amerika Serikat. Prevalensi hidronefrosis yang terjadi di Amerika Serikat mencapai 31,1%, 2,9% pada wanita, 3,3% pada pria dan 2-2,5% pada anak, namun lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 1 tahun (Afiyanti & Rahmawati, 2014). Hidronefrosis transien atau ringan terhitung 50-70% dari kasus AHL (Prasetyo dkk 2013). Prevalensi hidronefrosis dalam kasus batu saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi Surakarta ditemukan sebanyak 23.44% dari total 273 pasien nephrolithiasis dan 4.4% pasien dari total 203 pasien vesicolithiasis (Rahajeng, 2012).

Pada umumnya, hidronefrosis disebabkan oleh obstruksi aliran urin, kelainan bawaan, atau gangguan fungsi otot kandung kemih. Obstruksi merupakan penyebab utama yang sering terjadinya hidronefrosis dengan keluhan pasien yang dipengaruhi oleh banyak factor. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain yaitu interval sejak mulai obstruksi sampai berobat (akut atau kronik), adanya infeksi, penyebab obstruksi (intrinsik/ekstrinsik), unilateral atau bilateral, derajat obstruksi parsial atau total (Singh et al., 2012; Sukmagara dan Danarto, 2015). Oleh karena itu, diperlukannya pencitraan imaging sebagai penunjang dalam mengevaluasi kasus hidronefrosis. Dalam hal ini MRI Urografi muncul sebagai suatu terobosan dalam penilaian hidronefrosis, menawarkan gambaran yang lebih rinci dan informatif mengenai anatomi dan fisiologi saluran kemih.

Identifikasi akurat dari faktor penyebab dan karakterisasi tingkat hidronefrosis menjadi penting dalam menentukan pengobatan yang tepat. Meskipun pemeriksaan seperti ultrasonografi dan CT urografi telah lama menjadi andalan dalam diagnosis hidronefrosis. Namun MRI dapat digunakan jika fungsi ginjal terganggu, alergi kontras yang parah, atau jika paparan radiasi menjadi masalah, seperti pada anak-anak dan wanita hamil. Selain itu, MRI dapat digunakan sebagai modalitas pemecahan masalah ketika temuan CT tidak bersifat diagnostik. MRI Urografi juga menjanjikan kemajuan signifikan, dengan menggabungkan keunggulan resolusi jaringan lunak dan kontras yang diberikan, MRI Urografi dapat memberikan gambaran yang lebih detail, memfasilitasi identifikasi penyebab hidronefrosis dan membantu dokter dalam menegakkan diagnosa untuk menentukan langkah/tindakan selanjutnya yang akan dilakukan. Oleh karena itu, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pentingnya pemeriksaan MRI Urography pada kasus hidroneprosis. Dengan menggali lebih dalam tentang keunggulan dan potensi dari modalitas MRI, diharapkan artikel ini dapat memberikan kontribusi pada pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana teknologi ini dapat diterapkan secara optimal dalam penilaian dan manajemen pasien dengan hidroneprosis.

ANATOMI SISTEM URINARIA

Sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan bladder merupakan sistem organ yang berfungsi untuk menyaring dan membuang zat limbah pada sistem eksresi dengan cara menghasilkan urine (Snell, 2014).

Gambar 1. Anatomi Sistem Urinaria.         

        

  • Ginjal.

Gambar 2. Anatomi Ginjal (Netter, 2014).

Ginjal terletak retroperitoneal dan dikelilingi oleh lapisan lemak dan fasia. Setiap ginjal memiliki korteks luar dan medula bagian dalam. Medula tersusun atas piramida ginjal. Saluran drainase urin meliputi panggul ginjal, kaliks mayor, dan kaliks minor. Arteri ginjal (cabang aorta) memperdarahi ginjal. Vena ginjal mengalirkan ginjal ke vena cava inferior. Drainase limfe dialirkan ke kelenjar para- aorta (Snell, 2014).

Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar. Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar adalah fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan memfiksasi ginjal (Tortora, 2014).

  • Ureter.

Ureter terletak retroperitoneal, sebagian besar terletak pada otot psoas, dan memanjang dari ginjal hingga permukaan posterior kandung kemih. Masing- masing memiliki tiga penyempitan tempat batu dapat menempel (Snel, 2014).

  • Kandung Kemih.

Kandung kemih adalah organ otot berongga yang dapat diregangkan, terletak dalam rongga pelvis di belakang symphysis pubis.Kandung kemih yang tidak terisi terletak di tengah- tengah antara pubis dan umbilikus dan, bila terisi, dapat mencapai umbilikus. Hanya permukaan posteriornya yang ditutupi peritoneum dan, meskipun dianggap intra- abdominal, sekitar setengahnya terletak di dalam rongga panggul. Ini tidak benar- benar menjadi panggul sampai sekitar tahun keenam kehidupan. Oleh karena itu, ureter juga tidak memiliki komponen panggul sampai saat itu. Bagian atas kandung kemih menyambung dengan sisa urachal (ligamentum umbilikalis median dan lipatan median umbilikalis di atasnya) yang mencapai umbilikus. Ini mungkin jarang terjadi paten dan kebocoran urin (Lander & Newman, 2013).

Gambar 3. Anatomi Kandung Kemih (Bontrager, 2018).

  • Urethra.

Uretra merupakan saluran yang berfungsi sebagai saluran keluarnya urine yang ditampung dari kandung kemih. Secara anatomi, uretra terbagi menjadi dua bagian: uretra posterior dan uretra anterior. Uretra meliputi sfingter uretra internal yang terletak di perbatasan antara kandung kemih dan uretra, dan sfingter uretra eksternal yang terletak di perbatasan antara uretra posterior dan anterior. Sfingter uretra internal terdiri dari otot polos yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatis dan terbuka ketika kandung kemih penuh. Sfingter eksternal terdiri dari otot lurik yang dipersarafi oleh sistem saraf somatic (Purnomo, 2011).

FISIOLOGI SISTEM URINARIA

Ginjal menerima darah dari arteri untuk disaring. Ginjal kemudian menyerap zat berbahaya dari darah. Zat yang diambil dari darah diubah menjadi urine. Urine kemudian ditampung dan dialirkan ke ureter. Setelah melewati ureter, urine ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Ketika seseorang merasakan keinginan untuk buang air kecil dan kondisinya memungkinkan, urin yang disimpan di kandung kemih dikeluarkan melalui uretra (Sherwood, 2014).

 Urine terbentuk, tiga proses utama terjadi di nefron: filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi cairan dari kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman.  Sebagian besar zat dalam plasma, kecuali protein, disaring secara bebas, sehingga konsentrasinya dalam filtrat glomerulus alam kapsul Bowman kira-kira sama dengan konsentrasi plasma. Pertama, zat disaring secara bebas oleh kapiler glomerulus, tetapi tidak difiltrasi, reabsorbsi sebagian, reabsorbsi lengkap, dan kemudian diekskresikan (Sherwood, 2014).

HIDRONEFROSIS

Hidronefrosis merupakan pembengkakan ginjal yang terjadi pada salah satu ginjal, namun tidak menutup kemungkinan bisa terjadi pada kedua ginjal sekaligus. Pembengkakan terjadi akibat adanya gangguan pada saluran kemih yang letaknya ada di bawah dari ginjal dan penyebabnya dapat bermacam-macam. Apabila terjadi gangguan dari saluran kemih maka aliran urin akan terhambat sehingga akan menggenangi ginjal dan menyebabkan pelebaran dari saluran-saluran yang ada di dalam ginjal (Patel & Batura, 2020).

Hidronefrosis dapat disebabkan oleh kelainan kongenital maupun berbagai macam faktor penyebab dapat diklasifikasikan sebagai kompresi intrinsik dan ekstrinsik. Penyebab intrinsik meliputi batu ginjal atau nefrolithiasis, keganasan, struktur ureter, kista ginjal dan katup uretra posterior (Tummalapalli et al, 2021).

MRI UROGRAFI

MRI Urografi merupakan salah satu pemeriksaan MRI yang dapat digunakan untuk evaluasi sistem urinaria dari pelviocaliceal sampai bladder. MRI sebagai salah satu alat diagnostik yang digunakan pada pediatric dengan adanya kelainan pada sistem urinaria (Gearhart et al, 2009).

Indikasi klinis yang paling umum untuk MRI Urografi yaitu evaluasi hidronefrosis pediatrik. Pada anak-anak, hidronefrosis biasanya disebabkan oleh obstruksi parsial kronis berhubungan dengan obstruksi UPJ atau megaureter obstruktif. Konsekuensi dari obstruksi tidak hanya bergantung pada derajat obstruksi tidak hanya bergantung pada derajat obstruksi tetapi tidak terjadi secara sekunder setelah terjadi sindrom kompleks yang dapat mengakibatkan perubahan hemodinamik glomerulus dan fungsi tubulus yang disebabkan oleh interaksi berbagai faktor vasoaktif dan sitokin (Gearhart et al, 2009).

Semua sistem hidronefrotik mengalami hambatan pada tingkat tertentu dan kita perlu mengembangkan langkah-langkah sensitif untuk mendeteksi penurunan fungsi ginjal secara dini. MRI Urografi dapat memberikan informasi baru yang akan meningkatkan pemahaman terkait uropati obstruktif dari sudut pandang fisiologis (Gearhart et al, 2009).

Prosedur Pemeriksaan MRI Urografi Pediatrik.

  • Persiapan Alat dan Bahan (Westbrook, 20).
  • Body coil/ multiphase array atau multi coil array.
  • RC below.
  • Ear plugs.
  • Sedasi.

Persiapan Pasien (Morin et al, 2018).

  • Pasien datang 60-90 menit sebelum dilakukan pemeriksaan.
  • Aksesoris pasien yang berupa logam dilepas sebelum pemeriksaan.
  • Pasien dipersilahkan ganti baju dengan baju pasien.
  • Menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada keluarga pasien, dikarenakan pasien masih pediatrik.
  • Pasien dipasang kateter dan di klem.
  • Pemeriksaan MRI Urografi pada pediatrik memerlukan anastesi maupun sedasi untuk mencegah adanya gambaran artefak yang dapat mengganggu hasil citra, karena pada modalitas MRI selama pemeriksaan berlangsung pasien harus tenang dan tidak bergerak agar hasil citra yang didapatkan baik.
  • Pada pasien pediatrik yang tanpa menggunakan anastesi maupun sedasi pasien diminta untuk puasa 4 jam sebelum dilakukan pemeriksaan.

Teknik pemeriksaan.

  • Posisi pasien.

Pasien supine dengan RC bellow terpasang erat jika diperlukan. Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga lampu irisan longitudinal berada di midline dan lampu irisan horizontal melewati vertebra lumbal 3 (L3). Ginjal umumnya terletak sekitar 4 jari di inferior xiphoid.

  • Protokol Pemeriksaan.

Protokol Pemeriksaan

Keterangan

Pasang kateter kandung kemih dan klem

Pasang kateter intravena

IV hydration

10 mL/kg IV saline selama 15 menit untuk pasien yang diberi sedasi atau 30 menit untuk pasien yang tanpa sedasi.

T2WI SSFSE without atau with fat suppression

Irisan Sagittal dan Coronal.

Lepas klem kateter kandung kemih

IV Diuretic

0.5 -- 1 mg/kg (dosis maksimal = 4o mg)

T2WI FSE with fat suppression

Irisan Axial.

High spatial resolution 3D T2-weighted fast spin-echo without

Irisan Coronal.

3D T1-weighted gradient recalled echo with fat suppression.

Irisan Coronal.

3D T1-weighted gradient recalled echo with fat suppression Coronal, 15 min dynamic post-contrast.

Irisan Coronal, 15 menit dynamic post contrast.

IV Dotarem

0.2 mL/kg pada 0.2 mL/s.

3D T1-weighted gradient recalled echo with fat suppression.

Irisan Sagittal, Coronal, dan Axial.

Lepas IV dan kateter kandung kemih

  • T1W1 (Ditingkatkan dengan kontras gadolinium).

Gambar 4. MR Urografi Sequence T1WI (Abreu et al, 2019).

MRI Urografi T1W yang ditingkatkan Gadolinium bergantung pada fungsi ekskresi ginjal pasien. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang buruk atau tidak ada, jumlah gadolinium yang diekskresikan tidak mencukupi. Dalam kasus ini T2W MRI Urografi mungkin merupakan satu-satunya alternatif. Gadolinium dalam sistem pengumpulan diharapkan memperpendek waktu relaksasi T1 urin dengan peningkatan intensitas sinyal urin pada gambar T1W. Namun, karena gadolinium terkonsentrasi dalam sistem pengumpulan, akhirnya terjadi kehilangan sinyal yang paradoks.

  • T2W1 (Sensitif terhadap cairan)

Gambar 5. MRI Urografi Sequence T2WI (Abreu et al, 2019).

Gambar T2W untuk MRI Urografi menggunakan intensitas sinyal urin yang tinggi untuk kontras gambar. Keuntungan dari T2W MRU adalah tidak memerlukan gadolinium. Dalam kasus sistem pengumpulan yang mengalami obstruksi sedang hingga berat, MRU T2W mungkin merupakan metode terbaik untuk mendeteksi kelainan sistem pengumpulan karena urin dalam sistem pengumpulan yang melebar memberikan kontras gambar bawaan yang sangat baik dan gambar urografik fase ekskretoris pada pasien dengan sistem pengumpulan yang melebar. menjadi buruk karena berkurangnya ekskresi kontras, kekeruhan yang lebih rendah dan efek pencampuran antara gadolinium dan urin dalam sistem dilatasi.


STUDI KASUS

Seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun dirawat dengan riwayat pembengkakan perut selama lima tahun. Sisa riwayat tidak mencatat keluhan lain. Pada pemeriksaan perut, terdapat pembesaran terutama di daerah pinggang, hipogastrium dengan eversi umbilikus (tanda asites kronis bervolume besar). Hasil pemeriksaan laboratorium urea darah 171 mg/dL, kreatinin serum 5 mg/dL, natrium serum 140 mEq/L, dan kalium 3,4 mEq/L. Analisis urin normal. Ultrasonografi perut menunjukkan massa heterogen besar di perut bagian bawah dengan sekat dan bayangan internal. CT-Scan abdomen tanpa kontras mengungkapkan hidronefrosis ginjal kanan dengan ureter kanan yang melebar.

HASIL

(A) Hasil gambar T2-Weighted irisan coronal yang memperlihatkan hidronefrosis pada ginjal kanan dan megaureter, (B) Gambaran Maximum intensity projection (MIP) reconstruction image dari ginjal kanan (C) Reconstruksi teknik 3D Volume rendering

PEMBAHASAN

Meskipun protokol yang digunakan untuk MRU pediatrik bervariasi, namun protokol yang biasa digunakan untuk memvisualisasi ginjal hingga saluran kemih anak-anak terdiri dari dua phase utama, yaitu:

  • T2-weighted static images

Gambaran T2W fast single-shot sagittal plane digunakan untuk planning gambar selanjutnya seperti MRU post contrast T2 dan T1. T2-weighted static images ini mengandalkan kontras dari jaringan sehingga dapat memvisualisasikan kandungan cairan dalam ginjal dan saluran kemih.

  • Excretory MRU

Excretory MRU juga dikenal sebagai post-kontras dari MRU. Phase kedua pemeriksaan MRU ini melibatkan penggunaan bahan kontras yang memiliki bahan dasar gadolinium. Jadi, sifat dari gadolinium ini mengikuti alur perpindahan dari pembuluh darah ke parenkim ginjal kemudian dieksresikan ke dalam collecting system. Agen macrocyclic gadolinium lebih sering digunakan pada anak anak karena peningkatan stabilitasnya dan karena lebih aman. 1 jam sebelum pemeriksaan, pasien diberi hidrasi berupa saline sebanyak 10 ml per kg berat badan anak. Lalu banyak agen kontras yang digunakan adalah sebanyak 0,1 mmol per kilogram berat badan (0,2 mL/kg; minimal 2 mL, maksimal 20 mL).

Pada umumnya, pemeriksaan radiologi dengan modalitas lain dapat digunakan untuk mengevaluasi hidronefrosis untuk mendapatkan gambaran struktur ginjal dan saluran kemih. Beberapa pemeriksaan radiologi yang sering digunakan dalam kasus hidronefrosis meliputi:

  1. Ultrasonografi (USG): USG seringkali menjadi pilihan pertama untuk mengevaluasi hidronefrosis. Ini adalah metode pencitraan yang tidak menggunakan radiasi dan cukup efektif dalam mendeteksi pembesaran ginjal dan saluran kemih.
  2. Computed Tomography (CT) Scan: CT scan dapat memberikan gambaran yang lebih detail dari struktur ginjal dan saluran kemih. CT scan menggunakan sinar-X dan kontras media untuk menghasilkan gambar tiga dimensi yang sangat terperinci.

Meskipun USG dan CT-Scan sering digunakan dalam penilaian hidronefrosis, keduanya juga memiliki kekurangan masing-masing. USG memiliki kekurangan yaitu tidak dapat memberikan gambaran yang sangat rinci tentang anatominya, bahkan menurut penelitian oleh (Swieton et al., 2022), sensitivitas USG dalam diagnosis ginjal hanya sebesar 84%. Sedangkan, kekurangan CT-Scan ialah menggunakan sinar-x sehingga menyebabkan paparan radiasi ionisasi yang menjadi kekhawatiran terutama pada pasien pediatri. Oleh karena itu, sesuai dengan prinsip ALARA (sekecil mungkin, sebanyak yang diperlukan), pemeriksaan hidronefrosis pada pasien pediatri dapat menggunakan pencitraan tanpa radiasi. MRU atau MRI Urografi adalah teknik paling canggih yang memberikan informasi tentang anatomi dan fungsi ginjal, terlepas dari tingkat dilatasi sistem pengumpulan.

MRU dapat mengevaluasi morfologi dalam stenosis seperti penilaian panjang stenosis ureter dan memberikan informasi untuk pendekatan dalam pemilihan prosedur bedah yang tepat, serta dapat menjadi alat diagnostik untuk mendeteksi penilaian tingkat keparahan dan patologi lain yang menyertai. Batasan dasar dari MRU adalah kontras yang digunakan untuk analisis fungsional. Agen kontras macrocyclic gadolinium yang sangat stabil umumnya digunakan pada pasien pediatri. Insiden efek samping akibat agen kontras gadolinium adalah sebesar 0,04--3,8%, dan efek samping yang parah tidak melebihi 2/10.000 pasien, yang artinya jauh lebih rendah dibandingkan dengan agen kontras iodin non-ionik dengan tingkat reaksi alergi yang merugikan hingga sebesar 0,18% (Morin et al., 2018). Oleh karena itu, MRU sebagai alat diagnostik kasus hidronefrosis sangat direkomendasikan untuk pasien pediatri, karena selain memberikan informasi tentang anatomi dan morfologi yang tepat juga meminimalisir dari risiko bahaya radiasi serta agen kontras iodin non-ionik.

KESIMPULAN

MRU sebagai alat diagnostik kasus hidronefrosis sangat direkomendasikan untuk pasien pediatri, karena selain memberikan informasi tentang anatomi dan morfologi yang tepat juga meminimalisir dari risiko bahaya radiasi serta agen kontras iodin non-ionik. Dengan demikian, MRU berpotensi memberikan kontribusi untuk evaluasi berbagai macam kelainan urologi pediatrik.

DAFTAR PUSTAKA

  • Abreu-Gomez, J., Udare, A., Shanbhogue, K. P., & Schieda, N. (2019). Update on MR urography (MRU): technique and clinical applications. Abdominal Radiology, 44, 3800-3810.
  • Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto.
  • Fadilah, Z. C. C., S, G. S. A. and Vioneery, D. (2020) 'Asuhan keperawatan pasien hidronefrosis dalam pemenuhan kebutuhan fisiologi', p. 6. Available at: http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1339/.
  • Gearhart, J. G., Rink, R. C., & Mouriquand, P. D. (2009). Pediatric Urology E-book. Elsevier Health Sciences.
  • Gerard J. Tortora. 2014. Principles of Anatomy Physiology Ed 14, USA, 431-524
  • Lander, A., & Newman, J. (2013). Paediatric anatomy. Surgery (Oxford), 31(3), 101-105.
  • Leyendecker, J. R., Barnes, C. E., & Zagoria, R. J. (2008). MR urography: Techniques and clinical applications. Radiographics, 28(1), 23--46. https://doi.org/10.1148/rg.281075077
  • Morin, C. E., McBee, M. P., Trout, A. T., Reddy, P. P., & Dillman, J. R. (2018). Use of MR Urography in Pediatric Patients. In Current Urology Reports (Vol. 19, Issue 11). Current Medicine Group LLC 1. https://doi.org/10.1007/s11934-018-0843-7
  • Otero, H. J., Elsingergy, M. M., & Back, S. J. (2023). Magnetic resonance urography: a practical approach to preparation, protocol and interpretation. In Pediatric Radiology (Vol. 53, Issue 7, pp. 1391--1404). Institute for Ionics. https://doi.org/10.1007/s00247-022-05511-7
  • Patel, K., & Batura, D. 2020b. An overview of hydronephrosis in adults. British Journal of Hospital Medicine, 81(1), 1--8.https://doi.org/10.12968/hmed.2019.0274
  • Ramrez-carmona, R., Martnez-lpez, M. and Roldn-valadez, E. (2012) 'Hydronephrosis and pyelonephritis in a pregnant woman: a proposal of MR urography clinical applications', 19(1), pp. 38--45.
  • Sherwood L (2014). Fisiologi manusia: dari sel ke sistem edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
  • wito, D., Grzywiska, M., Czarniak, P., Gobiewski, A., Durawa, A., Teodorczyk, J., Kaszubowski, M., & Piskunowicz, M. (2022). The Emerging Role of MR Urography in Imaging Megaureters in Children. Frontiers in Pediatrics, 10. https://doi.org/10.3389/fped.2022.839128
  • Tummalapalli, S. L., Zech, J. R., Cho, H. J., & Goetz, C. 2021. Risk stratification for hydronephrosis in the evaluation of acute kidney injury: A cross-sectional analysis. BMJ Open, 11(8), 1--7. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2020-046761

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun