Mohon tunggu...
SHEILMA ZAHRA
SHEILMA ZAHRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pahlawan Kemanusiaan: Hanya Ada Satu Kata, Lawan!

14 November 2024   17:48 Diperbarui: 14 November 2024   17:54 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: X (@BukuProgresif)

Widji Thukul, lahir pada 26 Agustus 1963 di kampung Sorogenen, Solo, Jawa Tengah, adalah seorang penyair, aktivis, dan simbol perlawanan terhadap rezim Orde Baru di Indonesia. Lahir dengan nama Widji Widodo, nama Thukul diberikan oleh Cempe Lawu Warta, anggota Bengkel Teater yang diasuh oleh penyair W.S. Rendra. Widji dan Thukul merupakan bahasa Jawa, yang masing-masing berarti biji dan tumbuh, sehingga Wiji Thukul bermakna biji yang tumbuh.

Ia dibesarkan dalam keluarga Katolik sederhana. Ayahnya bekerja sebagai tukang becak dan ibunya berjualan ayam. Sejak kecil, Thukul menunjukkan minat yang besar terhadap sastra dan seni. Ia mulai menulis puisi ketika masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) dan mulai tertarik pada dunia teater ketika menginjak bangku SMP. Melalui salah satu teman sekolahnya, ia diperkenalkan kepada anggota Teater Jagalan Tengah (Jagat) dan akhirnya bergabunglah kelompok teater ini. 

Meski awalnya takut dan tidak percaya diri, akhirnya bersama dengan rekan-rekan dalam Teater Jagat itulah ia pernah keluar masuk kampung, tidak hanya di wilayah Solo, tetapi juga hingga ke Yogyakarta, Klaten, dan Surabaya untuk mengamen puisi dengan berbagai iringan musik: rebana, gong, suling, kentongan, gitar, dan sebagainya.

Sebagai anak tertua dari tiga bersaudara, ia berhasil menamatkan SMP (1979), lalu masuk Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Jurusan Tari, tetapi keluar pada tahun 1982. Dengan alasan ia memilih untuk mengalah agar biaya sekolah diberikan pada adiknya. Thukul mengatakan kepada adiknya tidak ingin membebani sang ayah yang sudah tua.

Thukul tumbuh dalam didikan sastra dan budaya. Pertama kali ia sadar bahwa puisinya bisa membuat cemas pemerintah saat diundang membaca puisi di perayaan 17 agustus 1982. Ia menyindir kemerdekaan yg hanya dinikmati segelintir orang. Akibatnya, Widji sampai digelandang ke kantor kelurahan untuk dimintai keterangan dan berakhir dilarang menulis puisi serupa.

Tahun 1989 ia diundang membaca puisi oleh Goethe Institut di aula Kedutaan Besar Jerman di Jakarta. Tahun 1991 ia tampil di Pasar Malam Puisi yang diselenggarakan Erasmus Huis, di Pusat Kebudayaan Belanda, Jakarta. Bersama W.S. Rendra pada tahun yang sama, ia menerima Wertheim Encourage Award yang diberikan oleh Wertheim Stichting di Negeri Belanda.

Pada tahun 1990-an, Thukul menjadi semakin vokal dalam kritiknya terhadap pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Ia aktif terlibat dalam organisasi-organisasi buruh dan menjadi anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang berpaham sosialis dan beroposisi politik dengan rezim Orde Baru. Meski demikian, bergabungnya Widji Thukul dengan partai politik ini memicu kekecewaan dari sang guru yaitu Cempe Lawu Warta yang mengatakan seharusnya seniman tidak masuk ke ranah politik karena dapat membahayakan diri sendiri.

11 Desember 1995, beliau membakar semangat lebih dari 15 ribu buruh pabrik garmen PT Sri Rejeki Isman (Sritex) di Desa Jetis, Sukoharjo, Solo, untuk berhenti kerja sejak pagi. Penyebabnya yaitu karena para buruh menuntut kenaikan upah kerja. Karena hal inilah Widji sempat dipukuli aparat hingga nyaris buta. Kelakuan aparat ini meninggalkan cacat mata karena dibenturkan ke sebuah mobil.

Sumber: X (@angginoen)
Sumber: X (@angginoen)

Pada 27 Juli 1996, terjadi peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli alias Kudatuli. PRD di bawah pimpinan Budiman Sudjamitko dituding pemerintah sebagai dalang di balik peristiwa itu. Para aktivis PRD pun diburu, termasuk Widji Thukul, yang berada di Solo sebagai Ketua Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (Jaker), badan yang merapat ke PRD. Pencarian oleh aparat ini mengharuskan Widji Thukul berpindah-pindah tempat. Dirinya bahkan sampai harus menggunakan beberapa nama samaran untuk memuluskan pelariannya.

Tepatnya pada tahun 2000, teman Widji Thukul yang berkebangsaan Belanda menyatakan bahwa "Widji Thukul telah hilang" di media massa, setelah pencarian terhadap aktivis itu dilakukan sejak tahun 1998. Siaran pers KontraS menyatakan bahwa Wiji Thukul hilang pada sekitar Maret 1998, yang diduga berkaitan dengan aktivitas politik yang dilakukannya. Puisi-puisi yang ditulis Widji Thukul dianggap mengancam pemerintahan. Pada masa itu pula sedang digencarkan 'pembersihan' untuk mereka-mereka yang berlawanan politik dengan pemerintah. Banyak penulis yang karyanya disita dan dilarang untuk disebarluaskan. Meski sebelumnya hanya ancaman penjara yang dilayangkan kepada para seniman tersebut dan bukan praktik penghilangan paksa. 

Beberapa kali KontraS (Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) mendapat kabar tentang keberadaan Widji Thukul, namun setelah ditelusuri dan dipastikan, ternyata hanyalah berita bohong. 

Kasus ini menyeret nama-nama besar yang diduga membentuk Tim Mawar untuk melenyapkan nyawa para aktivis. Namun hingga kini tidak ada kejelasan mengenai keberadaan Widji Thukul dan aktivis-aktivis lainnya. Tidak ada yang diusut, diadili dan ditetapkan sebagai tersangka. 

Widji Thukul terus hidup melalui karya-karyanya yang menginspirasi banyak orang, terutama generasi muda yang memperjuangkan keadilan sosial dan hak asasi manusia. Puisi-puisi yang ditulisnya menggugah kesadaran akan pentingnya memperjuangkan kebebasan berekspresi dan hak-hak rakyat. Juga keberaniannya dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan meski berada di tengah penindasan. Widji Thukul bukan hanya seorang penyair, ia adalah lambang perlawanan yang tak akan terlupakan dalam sejarah Indonesia.

"Hilang bukan berarti dilupakan. Semoga kami dapat menyuarakan kebenaran. Hanya ada satu kata: Lawan!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun