Mohon tunggu...
Sheila Respati
Sheila Respati Mohon Tunggu... Freelancer - freelance writer

I writes based on everyday experience and everything that comes to mind

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Menyelami Kehidupan Para Penggila K-pop

22 November 2019   12:59 Diperbarui: 22 November 2019   14:49 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konser k-pop. (sumber:koreanamericanstory.org)

Sebagai seorang idola, saya dan teman-teman cukup jor-joran dalam menghabiskan uang, membeli tiket konser sudah pasti, album, merchandise resmi, hingga majalah-majalah asing di mana idola yang kami puja mengisi halaman fashion-nya.

Bukannya kami punya banyak uang. Kami juga susah payah memutar otak supaya keinginan untuk memiliki apa-apa yang berhubungan dengan sang idola tercapai. Menggunakan gaji kami (yang tidak terlalu besar juga karena saat itu rata-rata kami adalah first jobber), tabungan, hingga kartu kredit.

Saya dan dua orang teman yang sama-sama menggemari Bigbang suatu saat pernah nekat membeli tiket promo ke Singapura, tidur di bandara, menonton konser YG Family in Singapore, kemudian sore harinya pulang ke tanah air.

Kami pernah memanfaatkan koneksi salah satu teman yang bekerja di hotel tempat idola kami beserta para kru-nya tinggal saat berkunjung ke Indonesia. Kami memesan kamar hotel dengan promo karyawan. Pagi harinya nongkrong di area kolam renang, siapa tahu bisa berpapasan dengan salah satu penari latar mereka atau bahkan si artis kalau beruntung.

Usai konser, kami tidak pulang ke rumah. Kami tidak pernah ikut sampai sesi encore, melainkan langsung menuju parkiran, memacu mobil menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Menunggu para idola dan kru memasuki bandara, hanya untuk melambai-lambaikan tangan pada mereka. Aneh? Ya, memang. Tapi kami bangga.

Pelajaran berharga

Pelajaran paling berharga dari pengalaman mendedikasikan diri untuk memuja idola K-pop adalah soal manajemen keuangan dan mengedepankan prioritas. Perilaku saya dan teman-teman saya di atas, di mata ahli manajemen keuangan pastinya adalah sebuah dosa besar.

Saya sendiri merasakan akibatnya. Bekerja selama dua tahun lebih, tabungan tidak ada. Impian-impian jangka panjang saya pun tidak tercapai. Misalnya, punya deposito sekian juta, bisa sekolah lagi untuk melanjutkan ke jenjang S2, dan masih banyak lagi.

Akhirnya, saat itu, usai mengikuti konser Bigbang MADE saya merasa harus lebih dewasa. Saya putuskan untuk berhenti. Bukan hanya karena umur sudah semakin bertambah dan badan sudah terlalu lelah untuk berlari-larian di venue konser. Namun, ada hal mendasar yang saya sadari. Oppa tidak akan memikirkan masa depan saya. Tanggung jawab terhadap masa depan dan apapun yang saya alami, ada pada diri saya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun