Sudah hampir 2 tahun dunia dihadapi dengan pandemi COVID-19 yang berawal dari temuan pertama pada akhir Desember 2019 di Kota Wuhan, China. Pandemi COVID-19 tentunya memberikan banyak risiko di berbagai negara salah satunya Indonesia baik dalam hal kesehatan dan ekonomi.
Pemerintah dalam menanggapi dan mengatasi risiko dari pandemi COVID-19 telah menetapkan kebijakan salah satunya kebijakan Work From Home.Â
Kebijakan ini mengharuskan perusahaan-perusahaan baik dari sektor esensial maupun non esensial untuk melakukan kegiatan operasionalnya secara remote atau dari rumah.Â
Pelaksanaan operasional untuk sektor esensial dilakukan dengan sebanyak maksimal 50% pekerja di kantor dengan protokol kesehatan yang ketat, sedangkan untuk sektor non esensial operasional dilakukan 100% dari rumah.Â
Hal ini tentunya memberikan risiko terhadap perusahaan karena perubahan dari alur kegiatan operasionalnya. Dalam hal ini, budaya risiko menjadi sangat penting bagi perusahaan.
Budaya risiko mendeskripsikan tentang nilai-nilai, keyakinan, pengetahuan serta pemahaman tentang risiko oleh sekelompok orang dengan tujuan yang sama. Budaya risiko merupakan sistem nilai dan sikap yang ada di dalam organisasi atau perusahaaan dalam hal pengambilan keputusan berkaitan dengan risiko. Budaya risiko dalam suatu perusahaan dapat memberikan pengaruh baik atau buruk terhadap pengelolaan risiko yang ada.Â
Dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini perusahaan harus dapat memiliki budaya risiko yang kuat agar dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menangani risiko yang ada dan mempertahankan keberlangsungan perusahaan.Â
Namun, masih terdapat banyak perusahaan yang memiliki budaya risiko yang rendah karena melanggar kebijakan yang ditetapkan pemerintah.Â
Dikutip dari cnnindonesia.com, ada sebanyak 103 perusahaan di DKI Jakarta disegel lantaran melanggar aturan PPKM Darurat sehingga sanksi yang diberikan berupa penutupan sementara. Hal ini menjadi sangat disayangkan karena rendahnya kesadaran risiko dari perusahaan menjadi boomerang bagi perusahaan itu sendiri.
Berdasarkan kasus tersebut, maka perusahaan-perusahaan perlu melakukan evaluasi terkait pentingnya budaya risiko yang diterapkan dalam perusahaan. Apa saja langkah-langkah yang dapat dilakukan perusahaan dalam membangun budaya risiko yang baik?Â
Dalam membentuk budaya risiko, ada beberapa tahapan yang perlu dilalui agar penerapan budaya risiko sesuai dengan yang diharapkan.Â
1. Membangun komitmen dimulai dari pemimpin perusahaan. Pemimpin perusahaan menjadi pendorong dalam membangun budaya risiko yang selanjutnya akan dikomunikasikan oleh para manajer kepada karyawan-karyawan perusahaan.
2. Memberikan pemahaman dan kesadaran mengenai pentingnya memiliki budaya risiko yang baik serta dampak yang diberikan apabila perusahaan tidak dapat menghadapi risiko yang ada.
3. Melakukan komunikasi secara konsisten agar pihak-pihak di dalam perusahaan dapat terus sadar dan mempertahankan budaya risiko yang baik.
Adanya budaya risiko yang baik dapat mendukung tercapainya tujuan perusahaan, namun sebaliknya budaya risiko yang buruk dapat mengancam keberlangsungan dari perusahaan.Â
Penerapan budaya risiko merupakan komitmen dan kerja sama dari semua pihak dalam perusahaan. Budaya risiko juga dapat membantu perusahaan dalam mengelola dan menghadapi risiko yang ada terutama selama pandemi COVID-19 ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H