POLITIK LOTRE
oleh Shefia Salsabila
Pagi buta hingga kelam malam
Ibu Siti mengoceh kelabakan
Bukan karena apaÂ
Spanduk warteg miliknya diganti wajah hewan
Belum lagi pak ujang yang kelimpungan
Pagar rumahnya diikat duri kawat
Kampanye apanya?
Mungkin yang kau maksud menguasai bumi
Memberi tanda pada tiap-tiap jalan
Tanda pada tiap-tiap persimpangan
Menjejaki angkuh harapan kemenangan
Menabur sumpah pada yang kelaparan
Tak asing pula kupandang wajah para monyet
Menebar janji dari kepala sampai ujung kaki
Terakhir aku dengar korupsi harus berhenti
Nyatanya rakus memang bagian dari tradisi
Monopoli demi eksistensi
Kalau-kalau engkau tak mampu berkendara
Jangan mau disetir kepala
Membungkuk menekuk lutut
Terhasut ucap kata semrawut
Hanya bisa manggut-manggut
Ajang politik seperti tempat unjuk taring
Saling gigit saling tuding
Menaikkan derajat
Menambah saldo rekening
Sedang kami terkesan main lotre
Yang bila kau kalah nanti
hancur silaturahmi
menjadi dengki tak berarti
Sebagian kerabat kutanyai pilihannya
"Aku ingin golput saja",
Tidak heran kataku
Suara mereka memang ambigu
Merancang a dengan a
Namun maju bersama b
Berjanji a untuk a
Malah minta lima ratus juta
Sembunyi menutup hasrat
Hingga suatu saat ia meledak
Tersedak janji rakyat melarat
Bagaimanapun hubungan perlu cinta
Seperti halnya
Berteman perlu cinta
Berpacaran perlu cinta
Berkeluarga perlu cinta
Berpolitik,
perlu suara
Kau yang memulai terlebih dulu
Mengajak kami untuk berenang
Menengok indah laut dalam
Tetapi saat tenggelam
Kau masih bertanya
Mengapa kami tercekik kehabisan udara
Bulan dua nanti
Akan terulang kembali
Siapa saja yang suaranya naik
Jangan sekali-sekali mematikan mic
Penolakan aspirasi yang mengganggumu
Berujung alasan kehabisan waktu
Adalah ombak laut yang pernah kuselami
Ia meninggalkan butir-butir pasir
Begitu juga kerang terperangkap disaku
Layaknya engkau yang rela berdesak sesak
Menebar umpan melalui kamera
Atau sekadar senyum sebagai cendera mata
Gila sebab kepercayaan dibangun dengan oleh-oleh
Ada yang masih hidup
Ada yang sudah mati
Tidak sedikit suaranya menyentuh hati
Bukankah kau mahir membaca situasi?
Memeras dengan keras
Memberi hanya sedikit
Berteriak untuk didengar
Ubahlah sesekali posisi pandangmu
Sehingga dapat kau lihat dimana letak salah
Sehingga dapat kau pahami kapan berwelas asih
Tidakkah kau rindu suasana aman?
Bila kuperjelas apa yang kau perlukan
Dapatkah engkau menepati setiap ujar?
Bahwa percaya dibangun melalui rasa
Menderita dan menangis bersama
Bahagia dan haru bersama
Berdarah dan mati bersama
Membangun dan bangkit bersama
Demi pelihara bahagia
Ada seorang ibu yang rela meringis nyeri
Tidak makan berminggu-minggu bukan sebuah persoalan
Ada seorang ayah yang mampu bekerja siang dan malam
Babak belur sekujur tubuh hal sangat wajar katanya
Maka jangan kau tambahi sakit mereka
Dengan sumpah yang berujung sampah
Dengan aturan yang terbakar anggaran
Dengan harap yang tak kunjung digarap
Suara kami tidak gratis
Ribuan mimpi kami terbangkan
Bertaruh kubu mana yang siap menjadi pembantu
Mengambil resiko jika ujungnya kami dihilangkan
Maka sudi atau tidak
Berani atau tidak
Bahagia atau tidak
Kami tetap rakyatmu
Tuhan bukan saksi bisu
Ia menelaah setiap dosa
Disengaja atau tidak perbuatan hamba-Nya
Yang memberi pertimbangan bukan hanya Tuhan
Kami juga gila pada saat-saat terakhir
Segala luka telah kami telan bersama
Merah atau biru
Kuning atau putih
Jingga atau hijau
Keliru tidaklah baru
Berjanji tidaklah pasti ditepati
Kini kata-kata hanya kata-kata
Maka siapa yang bisa kami percaya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H