Informasi tentang penampakan Harimau Jawa atau Panthera Tigris Javanica yang  berhasil dipotret kamera pocket seorang petugas jagawana di padang rumput Cidaon, Taman Nasional Ujungkulon, pertama kali saya dapatkan dari up date status Facebook seorang teman lama yang merupakan warga asli daerah Ujungkulon.
 Karena penasaran, saya pun lantas mencari tahu lebih banyak informasi dengan Googling menggunakan kata kunci "harimau jawa ujungkulon". Hasilnya ternyata sudah cukup banyak media online yang menerbitkan berita seputar penampakan hewan mirip harimau Jawa di Taman Nasional Ujungkulon.
Sayangnya beberapa berita di antaranya ditulis dengan judul yang menimbulkan kesan seolah-olah hewan yang tertangkap kamera itu benar-benar seekor harimau jawa seperti screenshot liputan di bawah ini:
Padahal setelah dibaca keseluruhan isi berita itu barulah diketahui bahwa sosok hewan dalam foto itu ternyata bukan Harimau Jawa melainkan kucing besar yang sedikit mirip Harimau Jawa seperti yang dikatakan Kepala Balai Taman Nasional Ujungkulon, Dr. Ir. Mamat Rahmat, kepada wartawan:"Kawan-kawan melihat ada binatang kucing besar, tapi dengan lorengnya itu sedikit berbeda dengan macan tutul yang dijumpai teman-teman di Ujung Kulon. Akhirnya difoto, diduga apakah ini macan tutul Jawa atau kucing besar lainnya, misalnya harimau Jawa"
Bukan Harimau Jawa
Sebagai pecinta kucing besar saya sudah sejak lama mempelajari harimau Jawa dari berbagai referensi luar dan dalam negeri. Oleh sebab itu sejak awal saya kurang yakin pada kebenaran  foto hasil jepretan seorang jagawana bernama Muhammad Ganda Saputra, pada 25 Agustus 2017. Pasalnya sosok kucing besar di foto itu menurut saya posturnya lebih mirip macan tutul ketimbang Harimau Jawa. Hanya sedikit corak belang pada ekor dan paha belakang saja yang memang agak mirip belang harimau.
Meskipun demikian, ternyata Arnold Sitompul dari Direktur Konservasi WWF Indonesia, Arnold Sitompul, menduga jika kucing besar itu adalah macan tutul atau panthera pardus dan habitatnya di TNUK di pulau Jawa.
Dari analisa foto yang didapat oleh ranger Balai TNUK, WWF Indonesia menurut Arnold meyakini bahwa kucing besar tersebut adalah jenis macan tutul. Dari morpologi ukuran kepala yang kecil, bisa dinilai itu adalah jenis macan tutul. Selain itu, dibandingkan dengan banteng yang ada di sekitarnya, kucing besar tersebut juga tidak menunjukan bahwa itu adalah ukuran harimau.
Hal ini sangat sesuai dengan analisa yang saya sampaikan dalam sebuah diskusi terbuka di wall Facebook seorang teman seperti yang nampak di bawah ini:
Panthera Tigris Siliwangiesis?
 Di tengah pro dan kontra tentang penampakan kucing besar mirip harimau Jawa  di Ujungkulon, ternyata ada pula berita lucu yang dimuat salah satu media online terkemuka seperti yang nampak di bawah ini:
Ternyata begini lho cerita selengkapnya:Â
Kabar kemunculan hewan diduga harimau Jawa  di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang,  Banten, menyedot perhatian banyak kalangan, terutama kelompok ataupun  pemerhati satwa langka. Sejauh ini, TNUK telah menerjunkan tim untuk  melacak keberadaan hewan karnivora bernama Latin Panthera tigris sondaica.
Perhatian  besar itu wajar mengingat International of Conservation for Nature  (IUCN) telah menyatakan harimau Jawa punah sejak 1970. Namun, tidak bagi  masyarakat di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, yang merupakan  penduduk asli Ujung Kulon.
Mereka meyakini kucing besar penguasa rimba itu belum punah, bahkan kerap mendatangi perkampungan pada waktu tertentu.
"Apalagi  menjelang bulan Maulid (Maulid Nabi Muhammad SAW), biasanya beberapa  rumah didatangi harimau," ucap Huddan Zulkarnaen selaku Ketua Kelompok  Sadar Wisata (Pokdarwis) TNUK, saat dikonfirmasi Liputan6.com melalui pesan singkat, Jumat (15/9/2017).Â
Oalah.. kalau memang harimau Jawa sering mendatangi perkampungan dan bahan mendatangi rumah penduduk kenapa baru kali ini hebohnya mas? He he he.. rupanya penulis berita itu tidak mengetahui budaya orang Kulon sehingga salah memahami informasi yang disampaikan Hudan Zulkarnaen.Â
Memang benar apa yang dikatakan Hudan itu, tapi kata "harimau" yang dia maksud itu bukan Panthera Tigris Javanica melainkan Harimau Gaib jelmaan pasukan Prabu Siliwangi alias harimau jadi-jadian.Â
Hadeuh.. kalo itu mah bukan Panthera Tigris Javanica atuh kang, tapi Panthera Tigris Siliwangiensis.. gumam saya dalam hati sambil tersenyum sendiri kayak pemilik situs nikahsirri.com yang konon dinyatakan gila oleh istrinya sendiri.. Lah koq ngelantur ke mana-mana?Â
Maaf bro, ini cuma tulisan seorang blogger bukan berita buah pena wartawan profesional.Â
Sekilas Tentang Mitos Harimau dan Legenda Prabu Siliwangi di Hutan UjungkulonÂ
Harimau bagi masyarakat sekitar Taman Nasional Ujungkulon dan orang Sunda pada umumnya, merupakan hewan yang sakral karena erat kaitannya dengan legenda Prabu Siliwangi.Â
Seperti halnya masyarakat sekitar Leuweung Sancang di Garut, penduduk asli Ujungkulon juga mempercayai mitos tentang menghilang atau ngahiyang-nya Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran yang dipimpinnya pasca penyerbuan pasukan Islam Banten dan Cirebon yang juga dipimpin oleh keturunan Prabu Siliwangi.
Untuk menghindari pertumpahan darah dengan anaknya sendiri yang telah memeluk agama Islam, Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya yang masih setia memilih untuk tapadrawa di hutan sebelum akhirnya nga-hyang.
Berdasarkan kepercayaan yang hidup di sebagian masyarakat Ujungkulon, sebelum Prabu Siliwangi nga-hyang bersama para pengikutnya, beliau meninggalkan pesan atau wangsit yang dikemudian hari dikenal sebagai "Wangsit Siliwangi". Salah satu bunyi wangsit yang populer di kalangan masyarakat Sunda yaitu: "Lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung"
Begitu melekatnya legenda Prabu Siliwangi dengan budaya masyarakat sekitar TN Ujungkulon maka tidaklah mengherankan jika sampai sekarang sebagian warga masyarakat di sana masih meyakini keberadaan Harimau di dalam hutan belantara Ujungkulon yang memang masih relatif sangat utuh dibanding dengan hutan di kawasan lainnya di Pulau Jawa.
Kepercayaan sebagian masyarakat Ujungkulon akan Legenda Prabu Siliwangi juga telah melahirkan kearifan lokal berupa pamali atau mitos yang semuanya berkaitan dengan keberadaan Harimau Siliwangi yang mereka sebut dengan panggilan hormat: bapa kolot, abah kolot atau abah gede.
Selama berada di dalam hutan Ujungkulon ada beberapa tabu yang hingga sekarang masih diyakini oleh sebagian warga setempat antara lain:Â
- tidak boleh menyebut kata "maung" atau "kerud" melainkan dengan sebutan "bapa kolot" atau "abah gede" (kakek)
- tidak boleh menyebut buaya dengan kata "buhaya" tapi harus menyebutnya "panganten" (pengantin)
- tidak boleh makan, minum dan buang air kecil sambil berdiri Â
- tidak boleh memotong ranting pohon atau semak belukar dengan tangan kosong tanpa menggunakan benda tajam (seperti golok atau pisau)
- tidak boleh bersikap congkak dan/atau berkata sesuatu yang tidak sopan
- tidak boleh bersiul, bernyanyi, berteriak dan masih banyak lagi.Â
Sampai tulisan ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Balai Taman Nasional terkait hasil pengamatan hewan diduga harimau Jawa menggunakan video camera trap di beberapa lokasi di sekitar lokasi ditemukannya kucing besar mirip harimau itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H