Siapa saja sponsor yang berani membiayai kegiatan hanya sehari dengan biaya ratusan miliar (cost-benefit)? Bagaimana dengan keterlibatan BUMN dalam sponsorhip ini seperti halnya BRI? BUMN mana lagi yang dikerahkan untuk menjadi sponsor? Apakah BUMN dengan birokrasi berliku dan tata kelola “ruwet bin njlimet” dapat menjadi sponsor untuk sebuah kegiatan berbiaya besar dan termasuk kategori “mendadak” ini?
Mengutip dari antaranews.com, staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menjelaskan bahwa tidak adanya sponsor balapan mobil listrik Formula E dari BUMN lantaran proposal sponsorship yang diajukan panitia penyelenggara Jakarta E-Prix 2022 rata-rata sebulan sebelum pertandingan. BUMN memerlukan waktu untuk melakukan proses pengkajian sponsorship, termasuk pengkajian secara kelayakan bisnis dan model kerjasama agar memenuhi prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Laporan keuangan PSSI kepada publik tergolong informasi rahasia. PSSI tidak pernah mau membuka berapa besar pemasukan dan pengeluarannya. Gugatan keterbukaan laporan keuangan PSSI sempat diajukan Forum Diskusi Suporter Indonesia pada tahun 2015. Komisi Informasi Publik (KIP) memerintahkan PSSI membuka laporan keuangannya kepada masyarakat. PSSI melawan dengan mengajukan banding dan kasasi. Akhirnya Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi PSSI dan menyatakan keuangan PSSI bukan bagian dari data publik yang harus dibukan untuk umum. Laporan Keuangan PSSI pun masih menjadi misteri sampai hari ini.
Sumber dana PSSI cukup besar baik dari sponsor, hak siar, bantuan pemerintah, dan lain-lain. Achsanul Qosasi, anggota BPK dan bos Madura United, menjabarkan bahwa sumber utama dana PSSI berasal dari kompetisi dan hak siar tim nasional mencapai angka Rp 500 miliar per tahunnya (CNN). Misalnya, sumber pendapatan PSSI yang berasal dari hak siar Indosiar untuk menayangkan pertandingan liga 1 mencapai 230 miliar rupiah. Menariknya, Erick Tohir menyatakan bahwa anggaran PSSI tahun 2023 untuk membiayai kegiatan PSSI selama setahun sebesar 260 miliar rupiah. Artinya terdapat gap atau selisih antara pemasukan 500 miliar dengan anggaran pengeluaran 260 miliar rupiah.
Meskipun belum mau transparan, Erick Tohir berjanji semua akan terbuka pada waktunya setelah diaudit oleh Ernst & Young . Sebagai informasi PSSI sudah menunjuk Ernst & Young, salah satu dari 4 auditor terbesar di dunia (Big Four), untuk mengaudit laporan keuangan PSSI.
Apakah Erick Tohir selaku pengusaha, merangkap menteri, merangkap ketua umum PSSI, dan merangkap “politisi” bisa menepati janjinya untuk transparan terkait keuangan PSSI? Yuk sama-sama kita kawal demi kemajuan sepakbola Indonesia.
Mengutip pendapat Akmal Marhali, biaya yang begitu besar untuk mendatangkan Timnas Argentina bisa dipergunakan untuk membangun persepakbolaan Indoensia, pembinaan usia dini, atau membayar utang wasit dan match commissioner yang hanya Rp2,16 miliar.
Sedangkan dari sisi teknis, apakah PSSI tidak terlalu “lebay” untuk mendatangkan tim peringkat 1 melawan timnas Indonesia yang berada di peringkat 149 FIFA? Kemampuan teknis keduanya sangat jauh berbeda. Sedangkan melawan negara-negara ASEAN seperti Vietnam (peringkat 95 dunia), Thailand (peringkat 114 dunia), dan Malaysia (peringkat 138 dunia), Timnas Indonesia senior masih sering keteteran dalam satu dekade ini.
Cak Lontong bilang bahwa Indonesia belum pernah kalah melawan Timnas Argentina. Sebuah “satire” tentang Timnas Indonesia yang belum pernah kalah melawan tim-tim juara dunia, meskipun sering kalah melawan negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia.
Erick Tohir menyatakan bahwa soal pembangunan mental, harganya tidak bisa dihitung dengan uang. Senada dengan Erick Tohir, pengamat sepakbola yang biasanya kritis dengan PSSI, Akmal Marhali juga sependapat bahwa pertandingan melawan Timnas Argentina dapat memberikan banyak pelajaran dan ujian mental bagi Timnas Indonesia. Ketika nanti menghadapi Timnas Argentina, semoga mental pemain Timnas Indonesia tidak segrogi seperti ketika menghadapi Vietnam dan Thailand.
Sebagai pengingat, tahun 2010, Timnas Indonesia dibantai 7-1 oleh Timnas Uruguay yang dinakhodai Luis Suares dan Edison Cavani. Sedangkan tahun 2013, Timnas Indonesia juga kalah 0-3 melawan Timnas Belanda yang diperkuat Van Persie, Arjen Robben, dan Wesley Sneijder. Jika berkaca pada dua pertandingan tersebut, Timnas Uruguay dan Timnas Belanda tidak bermain ngotot. Mereka lebih pada memberi hiburan (entertain) kepada masyarakat Indonesia yang dikenal “penggila” sepakbola.