membaca, kamu akan selamanya bebas," ucap salah satu tokoh penting dunia, Frederick Douglass. Jika kita dapat memaknai kalimat tersebut secara mendalam, kita akan tahu manfaat besar yang didapatkan dari kegiatan membaca. Membaca membuat kita menjadi orang yang merdeka. Namun, sayangnya banyak dari kita tak acuh pada kegiatan membaca tersebut. Membaca dianggap sebagai aktivitas membosankan, kuno, dan tidak penting.Â
"Begitu kamu belajarBerdasarkan data yang telah dirangkum oleh laman Kominfo, UNESCO menetapkan Indonesia di urutan kedua dari bawah perihal literasi dunia, artinya minat baca masih sangat rendah. Menurut data UNESCO tersebut, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Berarti dari 1,000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca.Â
Hal ini pun dapat dilihat langsung di lingkup pendidikan formal, yakni di lingkungan sekolah. Banyak peserta didik di lingkungan sekolah tidak menyukai kegiatan membaca. Minat baca peserta didik dinilai masih sangat rendah. Mereka lebih memilih aktivitas lain yang dirasa lebih menyenangkan daripada aktivitas membaca.Â
 Minat baca yang tergolong rendah ini disebabkan oleh banyak faktor. Ada peserta didik yang menganggap membaca itu hal yang membosankan dan melelahkan. Mereka tidak menikmati kegiatan duduk berjam-jam di depan buku, membuka halaman per halamannya, memahami dan mengonstruksi isi yang dipaparkan pada tiap paragrafnya. Menurut mereka, kegiatan tersebut membosankan dan melelahkan.Â
Lalu, ada juga peserta didik yang berpendapat bahwa membaca merupakan hal yang tidak penting. Pendapat ini menggaung cukup keras terutama pada generasi Z. Generasi serba instan ini menganggap membaca hanya membuang-buang waktu. Jika mereka membutuhkan suatu informasi atau ilmu, mereka memilih untuk melihat review buku yang sudah ada di internet daripada membaca bukunya sendiri.Â
Mereka merasa dengan hal tersebut, mereka akan mendapatkan hal yang mereka mau dengan waktu yang relatif singkat. Padahal jika kita bernalar kritis, membaca buku sendiri tidaklah sama manfaatnya dengan melihat review buku yang orang lain buat.Â
Dengan kita membaca buku sendiri, kita akan memiliki pandangan yang kemungkinan berbeda dengan pandangan review buku yang telah ada di internet. Lalu, dengan kita membaca buku sendiri, kita akan memahami secara holistik informasi yang diberikan oleh buku tersebut.
Selain itu, terdapat juga faktor lain yang mempengaruhi rendahnya minat baca peserta didik di Indonesia, yakni faktor kebiasaan di lingkungannya. Lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah berperan penting dalam terbentuknya budaya membaca. Jika lingkungan membiasakan anak untuk membaca, maka anak tersebut juga akan terbiasa untuk membaca. Namun. jika tidak, maka yang terjadi adalah sebaliknya.
Rendahnya minat baca khususnya pada peserta didik di sekolah menjadi masalah yang cukup krusial. Akibat dari rendahnya minat baca ini adalah wawasan menjadi sempit, sudut pandang yang terbatas, minim akan ilmu dan informasi penting, kurang dapatnya mengaktualisasikan diri, kreativitas tidak berkembang. Bahkan di tingkat tertentu, minat baca yang rendah mengakibatkan negara menjadi sulit untuk maju karena kualitas SDM-nya yang rendah. Tentu ini merupakan hal yang tidak kita inginkan untuk terjadi.
Salah satu solusi untuk mengurai masalah ini ialah dengan diterapkannya Pagelaran Bahasa. Pegelaran bahasa merupakan acara bermuatan literasi yang dikemas dengan menarik dan diadakan di lingkungan sekolah setiap satu bulan sekali. Sebelum acara dimulai, penampil akan melakukan persiapan dengan membaca suatu buku.Â
Buku tersebut nantinya akan dikupas secara tuntas saat acara Pegelaran Bahasa berlangsung. Penampil akan mempresentasikan buku yang telah ia baca dengan cara yang mereka sukai. Misalnya peserta didik dengan gaya belajar audio visual, dapat mempresentasikan isi buku yang ia baca melalui video singkat, animasi, dll. Â