Kompasianer, kalau kamu bingung mau menghabiskan long weekend kali ini ke mana, dan kamu butuh refreshing ke tempat wisata yang menyejukkan pikiran dan memacu adrenalin. Aku saranin kamu berkunjung ke Geopark Ciletuh yang terletak di kabupaten Sukabumi!
Kenapa musti ke Geopark Ciletuh? Pasalnya, kawasan ini mempunya destinasi wisata alam yang "tidak pelit", dalam artian kalau kamu ke sana, kamu bisa ke pantai atau air terjun (curug), bukit hingga pegunungan.Â
Nah, kali ini aku mau share pengalaman aku ke sana hanya dalam sehari dengan ikut open trip.
Perjalanan ke sana dimulai hari Sabtu (23/9) malam pukul 22.00 WIB dari Jakarta menggunakan mobil elf.Â
Bagi kamu yang mudah mabok perjalanan, aku saranin minum obat dan bawa kantong plastik. Sebab, jalanan menuju ke Geopark Cileteuh harus melalui tanjakan, turunan, dan tikungan tajam. Jadi, kalau kamu mau tidur seperti sleeping beauty, rasanya enggak akan mungkin bisa! Soalnya, tubuh kamu akan selalu terguncang ke kiri maupun ke kanan.Â
Bicara perjalanan ke sana, ini menjadi trip yang enggak akan pernah aku lupakan. Dari jam 12.00-03.00 WIB dini hari, aku tidak bisa tidur karena medan perjalanan yang cukup memacu adrenalin dan sepanjang jalan gelap sekali tidak ada lampu jalan hanya lampu mobil. Beruntung pak supir sudah terbiasa dengan medan yang dilalui.Â
Sekitar jam 03.00 lewat dini hari Minggu (24/9), alhamdulillah kami sampai di tempat parkir Panenjoan. Karena destinasi pertama, yaitu Air Terjun Sodong baru buka jam 06.30 WIB, maka aku dan rombongan kembali tidur dulu di dalam mobil sembari menunggu matahari terbit.
Air Terjun Sodong
Jam 07.00 WIB, untuk destinasi pertama yang akan kami kunjungi ialah Air Terjun Sodong. Tiket masuk ke sana sebesar Rp 5.000/orang.
Air Terjun Sodong dikenal sebagai air terjun kembar karena memiliki dua aliran yang bersebelahan. Sayangnya, kami ke sana saat musim kemarau, jadi debit airnya kecil dan hanya mengalir pada satu aliran saja.
Meski demikian, tidak menyurutkan untuk mengabadikan momen dulu berlatar belakang air terjun.
Curug Cikanteh dan Curug Ngelay
Sudah puas berfoto, kami pun lanjut ke Curug Cikanteh. Nah, bagian ini benar-benar bikin capek! Sebab, untuk menuju ke sana, kami harus trekking sekitar 15-30 menit untuk mencapai atas.Â
Aku pikir bakal melewati jalanan datar dan bebatuan kecil, ya ampun nyatanya untuk mencapai atas, aku harus nanjak, melewati jalanan dengan bebatuan besar dan juga jembatan bambu yang bergoyang.Â
Rasanya saat nanjak itu benar-benar melelahkan, mungkin karena jarang olahraga juga kali ya. Terus juga di sana, minim alat bantu pegangan. Jadi tidak semua rute disediakan pegangan bambu, ada kalanya kita harus pegangan dengan batu dan akar pohon. Pantas saja, sebelum trekking dimulai, ranger bilang jangan bengong. Ternyata pas merasakan sendiri, hmmm bengong dikit, kalau jatuh bisa beda alam. Toh curam banget tanjakannya!
Sampe di curug kedua, Cikanteh, kami pun istirahat sebentar di bebatuan besar sebelum ke curug paling atas, Curug Ngelay.Â
Minusnya trekking ke curug saat musim kemarau itu, debit airnya kecil jadi tidak bisa melihat keindahan derasnya air. Tapi plusnya, rute trekkingnya tidak licin.Â
Setelah istirahat dirasa cukup, kami pun lanjut ke Curug Ngelay. Wah Cantik sekali pemandangannya dan cipratan airnya tuh bikin adem. Nah, di curug ini, pengunjung bisa berenang. Tapi jangan terlalu ke tengah dikhawatirkan terkena reruntuhan bebatuan di atas.
Jam 10.30 WIB, kami pun turun dari curug dan makan siang terlebih dahulu sebelum lanjut ke Pantai Palangpang.
Pantai Palangpang
Untuk menuju Pantai Palangpang, kami harus menempuh jarak 7,8 km. Hari itu, cuaca cukup panas dan sayangnya kami tidak bisa menyebrang ke Pulau Kunti karena ombaknya sedang tinggi. Jadinya, kami hanya menikmati panorama pantai dan menikmati kesejukan angin dari pinggir pantai.Â
Curug Cimarinjung
Karena di Pantai Palangpang hanya sebentar, kami pun lanjut ke Curug Cimarinjung Yang jaraknya 2,2 km dari Pantai Palangpang. Sepanjang perjalanan, kami dimanjakan dengan panorama sawah.Â
Tepat jam 13.00 siang saat matahari sedang tingginya, kami tiba di Curug Cimarinjung. Untuk biaya masuk ke sana seikhlasnya saja.Â
Berbeda dari curug sebelumnya dikunjungi. Meski kemarau, debit air Curug Cimarinjung sangat deras. Bahkan dari jarak jauh saja, cipratan airnya masih bisa kena.
Daya tarik Curug Cimarinjun  adalah tebing berwarna coklat kemerahan yang dihiasi lumut hijau. Di tebing ini mengalir aliran air yang diampit oleh tebing-tebing tinggi, serta bebatuan besar yang mengelilingi kolam air terjun.
Bagi yang mau berendam di Curug Cimarinjung juga diperbolehkan, asal jangan terlalu ke tengah.Â
Dan kalau pengunjung mau mandi dan makan, di sepanjang Curug Cimarinjung tersedia kamar mandi umum dan warung jajan.
Puncak Dharma
Setelah bermain air di Curug Cimarinjung, jam 14.00 siang melanjutkan perjalanan ke Puncak Dharma, yang merupakan satu dataran tertinggi di kawasan Geoprak Ciletuh.
Berada di ketinggian, 230 m dari permukaan laut, pengunjung bisa melihat laut, sawah, tebing hingga perbukitan dalam satu frame.Â
Oh iya, tiket masuk ke Pucak Dharma sebesar Rp 3.000/orang.
Kami ke sana menjelang sore hari, meski panas, tempat ini sejuk sekali. Dan bikin betah berlama-lama.Â
Karena kami harus balik ke Jakarta secepatnya, kami menghabiskan waktu di Puncak Dharma hanya sampai jam 15.00 WIB.Â
Bicara mengenai pemandangan Geopark Cileteuh memang tidak akan pernah ada habisnya. Saat balik, aku baru sadar ternyata sepanjang perjalanan, pemandangan laut di sekitar Geopark Ciletuh begitu indah.Â
Jadi itulah, objek wisata terbaik di Geopark Ciletuh versiku. Next time, open trip ke mana lagi ya? Kompasianer, punya ide buatku?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H