Karena dari tadi saya banyak membahas tentang wisata kuliner, nah selanjutnya saya mau membahas pengalaman saya dan rekan kerja saya saat berkunjung ke situs bersejarah di Cirebon.
Kunjungan pertama kami di siang terik di akhir Oktober itu ialah Keraton Kasepuhan. Dengan merogoh kocek 15.000 Rupiah, akhirnya kami bisa masuk ke keraton. Berhubung saat itu jalanan dari gerbang depan ditutup, maka kami melewati gerbang belakang.
Salah satu bangunan dari induk keraton Kasepuhan yang bernama
Keraton Kasepuhan terbilang sangat luas, yang mana mencapai 25 hektar. Ada yang unik saat kami melihat gapura yang terdapat di keraton, yang mana biasanya gapura dibangun dari batu bata yang dibangun dari semen, nah yang unik dari keraton ini, tumpukan batu bata merah itu dirakatkan dengan campuran telur, getah aren dan kapur sirih.
Kondisi di dalam bangunan Jinem Pangrawit (Dokumentasi pribadi)
Saat akan memasuki kompleks keraton, kami pun melihat patung singa putih yang berada di tengah bangunan induk keraton.Â
Di sekitar bangunan induk keraton, masih terdapat juga beberapa ruangan yang memiliki nama dan fungsi yang berbeda, mulai dari Kutagara Wadasan, Kuncung, Jinem Pangrawit, Gajah Nguling, Bangsal Pringgandani hingga Pamburatan.
Macan Ali sebagai lambang keraton Kasepuhan (Dokumentasi pribadi)
Nah behubung saat itu cuaca cukup panas, maka kami hanya memasuki beberapa bangunan induk keraton. Seperti Jinem Pangrawit (Jinem=Kejineman (Tempat Tugas) dan Pangrawit (Kecil), yang fungsinya untuk tempat tugas pangeran patih atau wakil sultan menerima tamu.
Ada yang menarik saat kami memasuki Jinem Pangrawit, yang mana jikalau Anda berkunjung ke sana, Anda dapat melihat aneka ornamen Belanda China yang menempel di setiap dinding ruangan. Selain itu, di sana, Anda juga dapat melihat silsilah Sunan Gunung Jati dari turunan ayah hingga Ibu.
Silsilah keraton Kasepuhan Cirebon (Dokumentasi pribadi)
Ragam desain keramik menghiasi dinding-dinding Jinem Pangrawit (Dokumentasi pribadi)
Setelah mengunjungi bangunan induk keraton, kami pun memasuki jalan kompleks keraton di sebelah kiri. Di sana terdapat sebuah bangunan yang bernama Siti Inggil. Siti Inggil didirikan pada tahun 1529 pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati.
Salah satu bangunan pendopo di dalam Siti Inggil (Dokumentasi pribadi)
Di dalam Siti Inggil, masih terdapat 5 bangunan tanpa dinding yang memiliki nama dan fungsi sendiri, yaitu Malang Semirang, Mande Semar Tinandu, Mande Karesman, Pendawa Lima, dan Mande Pengiring.
Di dalam Siti Inggal, terdapat batu Lingga dan Yoni, yang mana pada batu tersebut melambangkan kesuburan dan duniawi, serta melambangkan kehidupan turun temurun.Â
Jadi, konon katanya, jikalau pasangan yang sudah menikah, namun belum mendapatkan keturunan, batu lingga dan Yoni dapat membantu.
Lihat Trip Selengkapnya