Selama ini, masyarakat Indonesia lebih mengenal Cirebon sebagai daerah penghasil ikan dan rebon saja. Tapi, tahukah kamu, ternyata kota yang berada di perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah ini juga menyimpan sederet potensi tempat wisata yang sarat akan sejarah dan juga kulinernya yang menggungah selera.
Nah, belum lama ini, akhir Oktober kemarin, saya dan dua rekan kerja saya habis mengunjungi Cirebon. Berhubung dinas kami berakhir di tanggal 30 Oktober 2019, oleh karena itu, sebelum balik ke Jakarta esok harinya, kami memutuskan untuk jelajah Cirebon dari mulai berwisata kuliner hingga jelajah wisata sejarah.
Berhubung waktu kami terbilang singkat di Cirebon, kami tidak mau menyia-nyiakan waktu kami untuk tidak mencicipi kuliner di sana. Salah satu kuliner yang menurut saya dapat dikatakan unik dan rasanya enak banget, yaitu mie koclok Mang Sam, yang telah dibuka sejak 1970.
Mie koclok Mang Sam (Dokumentasi pribadi)
Mungkin sebagian orang yang belum pernah mencicipi mie koclok akan mengira jikalau mie koclok sama dengan mie pada umumnya. Namun yang membedakan mie koclok dengan yang mie lainnya ialah dari kuah yang disajikan.
Olahan kuah pada mie koclok sendiri dapat dikatakan beda dari kuah mie pada umumnya. Olahan santan kelapa pada mie koclok, membuat kuah mie kental seperti cream sup. Selain itu, suwiran ayam, kol, tauge dan juga potongan telur, semakin membuat mie koclok lezat tiada tandingannya.
Untuk harga seporsi mie koclok sendiri terbilang cukup terjangkau, yatu kisaran 15 ribu Rupiah. Pokoknya, kalau ke Cirebon, jangan lupa ya mampir ke mie Koclok Mang Sam yang berlokasi di jalan Pekiringan No.110 Cirebon.
Letaknya di jalan Pekiringan No.110 Cirebon memudahkan para pecinta kuliner menemukannya (dokumentasi pribadi)
Selain mie koclok, rasanya juga belum afdol deh kalau ke Cirebon belum mencicipi empal gentong. Nah di Cirebon, empal gentong ada dua jenis, yaitu yang berkuah santan dan adapula yang berkuah asam.Â
Berhubung saya sering banget mencoba empal gentong berkuah santan, maka saat berkunjung ke Cirebon, saya pun mencoba empal gentong berkuah asam atau dikenal dengan empal asam.
Empal gentong Haji Apud, menjadi tujuan kuliner saya dan rekan-rekan saya untuk mencoba empal asal. Mengapa Haji Apud? Katanya sih kiprahnya empal gentong dan empal asam Haji Apud ini udah enggak diragukan lagi untuk rasanya.
Saat pertama kali saya mencoba empal asam Haji Apud, rasanya enak sekali dan kuahnya segar saat disruput. Meskipun namanya empal asam, kalau kamu mencoba, rasa asam yang dihasilkan dari belimbing wuluh ini tidak benar benar membuat kuahnya asam.
Empal asam dan sajian sate kambing muda (Dokumentasi pribadi)
Selain menjual empal gentong dan empal asam, di empal gentong Haji Apud juga menjual sate kambing muda dan juga lengko khas Cirebon. Nah, untuk harga empalnya sendiri cukup murah, hanya merogoh kocek 23.000 Rupiah, kamu bisa menikmati empal gentong dan empal asam yang rasanya bikin nagih.
Karena dari tadi saya banyak membahas tentang wisata kuliner, nah selanjutnya saya mau membahas pengalaman saya dan rekan kerja saya saat berkunjung ke situs bersejarah di Cirebon.
Kunjungan pertama kami di siang terik di akhir Oktober itu ialah Keraton Kasepuhan. Dengan merogoh kocek 15.000 Rupiah, akhirnya kami bisa masuk ke keraton. Berhubung saat itu jalanan dari gerbang depan ditutup, maka kami melewati gerbang belakang.
Salah satu bangunan dari induk keraton Kasepuhan yang bernama
Keraton Kasepuhan terbilang sangat luas, yang mana mencapai 25 hektar. Ada yang unik saat kami melihat gapura yang terdapat di keraton, yang mana biasanya gapura dibangun dari batu bata yang dibangun dari semen, nah yang unik dari keraton ini, tumpukan batu bata merah itu dirakatkan dengan campuran telur, getah aren dan kapur sirih.
Kondisi di dalam bangunan Jinem Pangrawit (Dokumentasi pribadi)
Saat akan memasuki kompleks keraton, kami pun melihat patung singa putih yang berada di tengah bangunan induk keraton.Â
Di sekitar bangunan induk keraton, masih terdapat juga beberapa ruangan yang memiliki nama dan fungsi yang berbeda, mulai dari Kutagara Wadasan, Kuncung, Jinem Pangrawit, Gajah Nguling, Bangsal Pringgandani hingga Pamburatan.
Macan Ali sebagai lambang keraton Kasepuhan (Dokumentasi pribadi)
Nah behubung saat itu cuaca cukup panas, maka kami hanya memasuki beberapa bangunan induk keraton. Seperti Jinem Pangrawit (Jinem=Kejineman (Tempat Tugas) dan Pangrawit (Kecil), yang fungsinya untuk tempat tugas pangeran patih atau wakil sultan menerima tamu.
Ada yang menarik saat kami memasuki Jinem Pangrawit, yang mana jikalau Anda berkunjung ke sana, Anda dapat melihat aneka ornamen Belanda China yang menempel di setiap dinding ruangan. Selain itu, di sana, Anda juga dapat melihat silsilah Sunan Gunung Jati dari turunan ayah hingga Ibu.
Silsilah keraton Kasepuhan Cirebon (Dokumentasi pribadi)
Ragam desain keramik menghiasi dinding-dinding Jinem Pangrawit (Dokumentasi pribadi)
Setelah mengunjungi bangunan induk keraton, kami pun memasuki jalan kompleks keraton di sebelah kiri. Di sana terdapat sebuah bangunan yang bernama Siti Inggil. Siti Inggil didirikan pada tahun 1529 pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati.
Salah satu bangunan pendopo di dalam Siti Inggil (Dokumentasi pribadi)
Di dalam Siti Inggil, masih terdapat 5 bangunan tanpa dinding yang memiliki nama dan fungsi sendiri, yaitu Malang Semirang, Mande Semar Tinandu, Mande Karesman, Pendawa Lima, dan Mande Pengiring.
Di dalam Siti Inggal, terdapat batu Lingga dan Yoni, yang mana pada batu tersebut melambangkan kesuburan dan duniawi, serta melambangkan kehidupan turun temurun.Â
Jadi, konon katanya, jikalau pasangan yang sudah menikah, namun belum mendapatkan keturunan, batu lingga dan Yoni dapat membantu.
Batu Lingga dan Yoni yang dipercaya dapat memberikan kesuburan bagi pasangan yang ingin memiliki momongan (Dokumentasi pribadi)
Perjalan selanjutnya, kami lanjutkan ke taman Sari
Goa Sunyarangi, yang jaraknya tidak jauh dari Keraton Kasepuhan. Untuk masuk ke Goa Sunyarangi, cukup merogoh kocek seharga 10.000 Rupiah. Dan bagi yang membawa kendaraan seperti motor, hanya merogoh kocek sebesar 2.000 Rupiah dan untuk mobil 5.000 Rupiah.
Berpose di Goa Sunyaragi Cirebon (Dokumentasi pribadi)
Goa Sunyarangi merupakan salah satu cagar budaya yang berada di kota Cirebon. Adapun tujuan goa tersebut didirakan ialah sebagai tempat peristirahatan dan meditasi para sultan Cirebon beserta keluarganya.Â
Ada hal yang menarik dari Goa Sunyarangi yang memiliki luas 15 hektar tersebut, sebab Goa Sunyarangi bukan terbentuk dari fenomena alam, melainkan dibentuk dari hasil karya tangan manusia.Â
Jika ditelisik dari sejarahnya, pembangunan Goa Sunyarangi diprakarsai oleh Pangeran Emas Zaenul Arifin. Dibangunnya gua ini untuk menggantikan Giri Septa Rengga yang telah berubah fungsi menjadi Kompleks Pemakaman Sunan Gunung Jati berserta keluarganya.Â
kompleks Goa Sunyarangi terbilang luas, di sana, komples Goa terbagi menjadi pesanggrahan dan bangunan Goa. Jikalau bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi dan beberapa ruangan yang di kelilingi oleh taman dan juga kolam. Sebaliknya, pada bangunan goa, akan banyak ditemui bangunan berupa gunung-gunungan bermotif batu karang dan awan.
Patung perawan sunti yang berada persis di depan Goa Peteng (Dokumentasi pribadi)
Nah, ada mitos yang menarik yang perlu kamu ketahui saat akan mengunjungi Goa Sunyarangi, khususnya di depan Goa Peteng. Konon, katanya bagi mereka yang belum menikah dan secara sengaja maupun tidak sengaja menyentuh patung Perawan Sunti, maka akan sulit mendapatkan jodohnya.Â
Menelisik di sebelahnya, masih di area yang sama, terdapat juga sebuah patung gajah duduk dengan ketinggian kurang lebih 1,5 meter. Dulunya, komples di area sekitar patung gajah duduk digunakan untuk menyemburkan air saat putra putri keraton mandi.Â
Patung gajah duduk (Dokumentasi pribadi)
Setelah menjelajahi Goa Peteng hingga masuk ke dalamnya, kami pun melanjutnya menelusuri Goa yang lainnya, seperti Goa Kelanggengan, Goa Garuda dililit ular hingga Goa Monumen Cina.Â
Patung Garuda dililit ular (Dokumentasi pribadi)
Jika ditelisik lebih dalam, arsitektur Goa Sunyarangi tersebut banyak dipadukan dengan gaya Hindu, Tiongkok, Timur Tengah dan juga Eropa. Seperti halnya Goa Monumen Cina. Â Dari beberapa sumber yang saya baca, konon, monumen tersebut merupakan tempat berdoa pengiring atau pengawal yang berasal dari Cina.
Goa Monumen Cina (Dokumentasi pribadi)
Setelah puas menelisir bagian dalam area komplek di Goa Peteng, kami pun lanjut menelusuri terwongan gaib bernama Goa Arga Jumut, yang katanya dapat mengantar orang terpilih ke Tanah Suci.Â
Jika diperhatikan lebih dekat, di depan altar Goa Arga Jumut ada dua buah ruangan yang berdampingan, yang mana bagian Barat dinamakan Tiongkok-Gunung Jati, sedangkan bagian Timur itu dinamakan Mekkah-Madinah.
Bagian depan Goa Arga Jumut (Dokumentasi pribadi)
Bagian ruangan di Goa Arga Jumut yang dipercaya dapat mengantarkan orang terpilih ke tanah suci (Dokumentasi pribadi)
Itulah sepenggal perjalanan saya bersama rekan kerja saya saat berada di Cirebon. Banyak hal-hal menarik yang dapat dijelajahi dan juga dinikmati di kota tersebut. Berhubung cuaca akhir-akhir ini panas, jadi saya menyarankan untuk mengunjungi tempat-tempat wisata di Cirebon pada sore hari.Â
Sweet escape partners (Dokumentasi pribadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Trip Selengkapnya