Jakarta sebagai kota terpadat di Indonesia dengan segala aktivitas penduduknya yang padat serta banyaknya gedung perkantoran yang tinggi selalu membawa dilema ketika persoalan air dibawa ke ranah publik. Apalagi jika musim hujan tiba, tak jarang banjir menjadi momok yang menakutkan. Bukan begitu? Jadi, sebenarnya apa sih penyebab Jakarta rawan terkena banjir jika musim penghujan datang?
Banyaknya gedung bertingkat serta rumah yang tidak dibangun berdasarkan standar
Sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian, di Jakarta banyak bangunan bertingkat yang terkadang dibangun tanpa melihat lingkungan sekitar. Apalagi, beberapa rumah di Jakarta juga dibangun berdempetan tanpa memerhatikan saluran air yang keluar.
Kurangnya kesadaran masyarakat membuang sampah pada tempatnya
Kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dirasa masih kurang. Bahkan tempat sampah yang sudah disedikan berdasarkan jenisnya, terkadang masih dianggap angin lalu oleh sebagian masyarakat. Hal terparah ialah masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke sungai.
Masih banyaknya rumah yang berdiri di bantara sungai
Untuk sebagian warga kurang mampu, membangun rumah di sekitar bentara sungai memang menjadi pilihan. Namun, tentu itu tindakan melanggar hukum dan jika dilihat dari sisi lingkungan, hal tersebut dapat menyebabkan pendangkalan sungai. Ditambah lagi, biasanya warga di sekitar benatara sungai, massih suka membuang sampah sembarangan, ya jadi wajar saja kalau hujan akan banjir?
Nah, belum lama ini saya mengikuti acara Nangkring Kompasiana bersama Diskominfotik yang diselenggarakan di JSCHive by CoHive Jakarta pada Kamis, 2 Mei 2019. Dengan mengangkat tema "Menabung Air Hujan", pada acara tersebut saya dan teman-teman influencer, blogger beserta wartawan banyak mendapatkan insight mengenai pentingnya menabung air hujan dan membuat sumur resapan.
Keseruan acara ini dimulai ketika semua rombongan diajak ke Taman Robika yang berada di kawasan Pintu Air Manggarai. Taman tersebut dibangun sendiri oleh petugas Dinas Sumber Daya Air Pemprov DKI Jakarta untuk mengubah image yang selama ini dilihat jika kawasan Pintu Air Manggarai penuh dengan sampah dan terlihat kumuh.
Taman Robika sendiri tentunya sangat instagramable dan di sana, kami dapat melihat berbagai ornamen yang menarik. Seperti saat memasuki kawasan ini, ada nuansa Cowboy Texas, yang mana di sana ada pajangan kuda dan juga kata kata motivasi yang menginspirasi.
Selanjutnya, di taman Robika ini, kita dapat melihat kesejukan kolam kecil yang di sekitarnya ditanami beberapa tumbuhan, seperti Papyrus, Eceng Gondok, Pagagan dan Melati Air serta batu batu kerikil bewarna warni. Lalu, yang menarik lagi dari tempat ini ialah adanya gazebo yang ada berada di atas. Di Gazebo tersbeut, kita dapat melihat sejarah pembangunan Pintu Air Manggarai dari tahun 1914-1918 dan begitu juga ada sejarah Taman Robika.
Nah, yang menarik dari Taman Robika ini, saat kita melakukan kunjungan, Bapak Adie Widodo selaku Koordinator Rayon Selatan Dinas SDA mengajak para peserta untuk melihat cara kerja sumur resapan (drainase vertical).
Dalam kunjungan tersebut, Pak Adie menjelaskan terdapat dua drainase vertical yang dibangun yang mana keduanya memiliki kedalaman 1,2 meter dan mampu menyimpan air hingga 5,6 kubik. Material yang dibangun pun meliputi ijuk, batu kerikil, pasir, batu kali dan tanah merah. Bahkan, Pak Adie menjelaskan bahwa air dari drainase vertical tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
"Karena ini sifatnya menampung dan menyaring hujan, airnya itu nanti bisa dimanfaatkan juga untuk kebutuhan sehari-hari seperti minum dan mandi," kata Adie Widodo.
Setelah kunjungan ke Taman Robika selesai, pukul 14.00 para peserta kembali lagi untuk mendengarkan pemaparan mengenai "Menabung Air Hujan". Pemapar pemateri pertama dibawakan oleh Dr. Dwinanti Rika Marthanty selaku dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Dalam pemaparannya beliau mengajak para peserta untuk peduli dengan lingkungan dan memanfaatkan air dengan bijak. Â Bahkan air hujan yang jatuh dari langit, dapat kita manfaatkan untuk keperluan sehari hari dengan menggunakan konsep sumur resapan.
Dr. Dwinanti pun menjelaskan konsep pembuatan sumur resapan. Dikatakan bahwa air yang masuk ke dalam sumur resapan ialah  yang bersih dan tidak tercemar. Selain itu, perhatikan juga jarak ketika akan membangun, seperti minimal 1 meter dari pondasi rumah, 3 meter dari sumur air minum dan minimal 5 meter dari septi tank.
Adapun manfaat yang dapat dirasakan dari pembuatan drainase vertical, antara lain: mengurangi limpasan dan banjir, menambah pasokan air ke aquaifer dangkal, mengembalikan air ke dalam tanah di lahan terbangun, mengurangi dampak penurunan muka air dan mengurangi resiko terjadinya penurunan air tanah.
Selanjutnya, Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja juga mengatakan bahwa peran dari pemerintah juga penting diupayakan melalui showcase dan publikasi, pendidikan, inisiator, fasilitator, dukungan teknis dan dana serta disentif.
Setelah pemaparan materi, peserta pun diajak untuk membuat komitmen menempelkan jari di banner yang besar guna mendukung gerakan "Menabung Air Hujan". Di akhir acara, para peserta diajari konsep peduli lingkungan melalui urban farming yang dibawakan oleh Gibran Tragari serta mindfulness session oleh Amelia Freyadivya Devina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H