Mohon tunggu...
Sharfina
Sharfina Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Writer

Suka jalan-jalan ke tempat baru sambil motret tidak asal jepret 📸

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Cegah Banjir Melalui Gerakan Menabung Air Hujan

14 Mei 2019   11:44 Diperbarui: 14 Mei 2019   12:02 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sesi Mindfullness yang dibawakan oleh Amelia Devina (Dokumentasi pribadi)

Jakarta sebagai kota terpadat di Indonesia dengan segala aktivitas penduduknya yang padat serta banyaknya gedung perkantoran yang tinggi selalu membawa dilema ketika persoalan air dibawa ke ranah publik. Apalagi jika musim hujan tiba, tak jarang banjir menjadi momok yang menakutkan. Bukan begitu? Jadi, sebenarnya apa sih penyebab Jakarta rawan terkena banjir jika musim penghujan datang?

Banyaknya gedung bertingkat serta rumah yang tidak dibangun berdasarkan standar
Sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian, di Jakarta banyak bangunan bertingkat yang terkadang dibangun tanpa melihat lingkungan sekitar. Apalagi, beberapa rumah di Jakarta juga dibangun berdempetan tanpa memerhatikan saluran air yang keluar.

Kurangnya kesadaran masyarakat membuang sampah pada tempatnya
Kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dirasa masih kurang. Bahkan tempat sampah yang sudah disedikan berdasarkan jenisnya, terkadang masih dianggap angin lalu oleh sebagian masyarakat. Hal terparah ialah masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke sungai.

Masih banyaknya rumah yang berdiri di bantara sungai
Untuk sebagian warga kurang mampu, membangun rumah di sekitar bentara sungai memang menjadi pilihan. Namun, tentu itu tindakan melanggar hukum dan jika dilihat dari sisi lingkungan, hal tersebut dapat menyebabkan pendangkalan sungai. Ditambah lagi, biasanya warga di sekitar benatara sungai, massih suka membuang sampah sembarangan, ya jadi wajar saja kalau hujan akan banjir?

Nah, belum lama ini saya mengikuti acara Nangkring Kompasiana bersama Diskominfotik yang diselenggarakan di JSCHive by CoHive Jakarta pada Kamis, 2 Mei 2019. Dengan mengangkat tema "Menabung Air Hujan", pada acara tersebut saya dan teman-teman influencer, blogger beserta wartawan banyak mendapatkan insight mengenai pentingnya menabung air hujan dan membuat sumur resapan.

Keseruan acara ini dimulai ketika semua rombongan diajak ke Taman Robika yang berada di kawasan Pintu Air Manggarai. Taman tersebut dibangun sendiri oleh petugas Dinas Sumber Daya Air Pemprov DKI Jakarta untuk mengubah image yang selama ini dilihat jika kawasan Pintu Air Manggarai penuh dengan sampah dan terlihat kumuh.

Taman Robika di Pintu Taman Air Manggarai (Dokumentasi pribadi)
Taman Robika di Pintu Taman Air Manggarai (Dokumentasi pribadi)

Taman Robika sendiri tentunya sangat instagramable dan di sana, kami dapat melihat berbagai ornamen yang menarik. Seperti saat memasuki kawasan ini, ada nuansa Cowboy Texas, yang mana di sana ada pajangan kuda dan juga kata kata motivasi yang menginspirasi.

Warna cokelat serta hiasan batu batu besar serta kerikil menghiasi Taman Cowboy (Dokumentasi pribadi)
Warna cokelat serta hiasan batu batu besar serta kerikil menghiasi Taman Cowboy (Dokumentasi pribadi)

Selanjutnya, di taman Robika ini, kita dapat melihat kesejukan kolam kecil yang di sekitarnya ditanami beberapa tumbuhan, seperti Papyrus, Eceng Gondok, Pagagan dan Melati Air serta batu batu kerikil bewarna warni. Lalu, yang menarik lagi dari tempat ini ialah adanya gazebo yang ada berada di atas. Di Gazebo tersbeut, kita dapat melihat sejarah pembangunan Pintu Air Manggarai dari tahun 1914-1918 dan begitu juga ada sejarah Taman Robika.

Suasana Gazebo di Taman Robika (Dokumentasi pribadi)
Suasana Gazebo di Taman Robika (Dokumentasi pribadi)
Suasana Gazebo di Taman Robika (Dokumentasi pribadi)
Suasana Gazebo di Taman Robika (Dokumentasi pribadi)

Sejarah Taman Robika (Dokumentasi pribadi)
Sejarah Taman Robika (Dokumentasi pribadi)

Nah, yang menarik dari Taman Robika ini, saat kita melakukan kunjungan, Bapak Adie Widodo selaku Koordinator Rayon Selatan Dinas SDA mengajak para peserta untuk melihat cara kerja sumur resapan (drainase vertical).

Dalam kunjungan tersebut, Pak Adie menjelaskan terdapat dua drainase vertical yang dibangun yang mana keduanya memiliki kedalaman 1,2 meter dan mampu menyimpan air hingga 5,6 kubik. Material yang dibangun pun meliputi ijuk, batu kerikil, pasir, batu kali dan tanah merah. Bahkan, Pak Adie menjelaskan bahwa air dari drainase vertical tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Bapak Adie Widodo yang sedang menjelaskan konsep drainase vertical (Dokumentasi pribadi)
Bapak Adie Widodo yang sedang menjelaskan konsep drainase vertical (Dokumentasi pribadi)

Drainase vertical yang ada di Taman Robika (Dokumentasi pribadi)
Drainase vertical yang ada di Taman Robika (Dokumentasi pribadi)

"Karena ini sifatnya menampung dan menyaring hujan, airnya itu nanti bisa dimanfaatkan juga untuk kebutuhan sehari-hari seperti minum dan mandi," kata Adie Widodo.

Setelah kunjungan ke Taman Robika selesai, pukul 14.00 para peserta kembali lagi untuk mendengarkan pemaparan mengenai "Menabung Air Hujan". Pemapar pemateri pertama dibawakan oleh Dr. Dwinanti Rika Marthanty selaku dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Pemaparan materi yang disampaikan oleh Dr. Dwinanti Rika Marthanthy dan Elisa Sutanudjaja
Pemaparan materi yang disampaikan oleh Dr. Dwinanti Rika Marthanthy dan Elisa Sutanudjaja

Dalam pemaparannya beliau mengajak para peserta untuk peduli dengan lingkungan dan memanfaatkan air dengan bijak.  Bahkan air hujan yang jatuh dari langit, dapat kita manfaatkan untuk keperluan sehari hari dengan menggunakan konsep sumur resapan.

Dr. Dwinanti pun menjelaskan konsep pembuatan sumur resapan. Dikatakan bahwa air yang masuk ke dalam sumur resapan ialah  yang bersih dan tidak tercemar. Selain itu, perhatikan juga jarak ketika akan membangun, seperti minimal 1 meter dari pondasi rumah, 3 meter dari sumur air minum dan minimal 5 meter dari septi tank.

Adapun manfaat yang dapat dirasakan dari pembuatan drainase vertical, antara lain: mengurangi limpasan dan banjir, menambah pasokan air ke aquaifer dangkal, mengembalikan air ke dalam tanah di lahan terbangun, mengurangi dampak penurunan muka air dan mengurangi resiko terjadinya penurunan air tanah.

Selanjutnya, Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja juga mengatakan bahwa peran dari pemerintah juga penting diupayakan melalui showcase dan publikasi, pendidikan, inisiator, fasilitator, dukungan teknis dan dana serta disentif.

Setelah pemaparan materi, peserta pun diajak untuk membuat komitmen menempelkan jari di banner yang besar guna mendukung gerakan "Menabung Air Hujan". Di akhir acara, para peserta diajari konsep peduli lingkungan melalui urban farming yang dibawakan oleh Gibran Tragari serta mindfulness session oleh Amelia Freyadivya Devina.

Pengenalan konsep urban farming oleh Gibran Tragari (Dokumentasi pribadi)
Pengenalan konsep urban farming oleh Gibran Tragari (Dokumentasi pribadi)

Sesi Mindfullness yang dibawakan oleh Amelia Devina (Dokumentasi pribadi)
Sesi Mindfullness yang dibawakan oleh Amelia Devina (Dokumentasi pribadi)

Peserta membuat komitmen di atas banner (Dokumentasi pribadi)
Peserta membuat komitmen di atas banner (Dokumentasi pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun