Menelusuri Sisi Anti-Kolonialisme di Museum Multatuli

30 September 2018 21:26 Diperbarui: 3 Oktober 2018 13:33 3153

Laporkan Konten

Laporkan Akun

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lihat foto

Para tokoh yang lahir di Rangkasbitung

Max Havelaar yang diterjemahkan ke berbagai bahasa

Multatuli dan kata-kata mutiaranya dapat kamu lihat di slide yang terpampang di ruang utama

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Museum Multatuli diresmikan pada 11 Februari 2018

Peron 2 di Statiun Jurangmangu yang membawa kami ke Rangkasbitung

Letak Perpustakaan Saidjah Adinda yang berada di samping Museum Multatuli

Patung Multatuli dan Adinda karya Dolorasa Sinaga

Patung Multatuli yang berada di dekat pintu masuk

Penampakan di ruangan kedua yang mana di sini terdapat mini teater dan replika kapal Kolonial Belanda beserta rempah-rempah yang diperdagangkan ketika Belanda masuk ke Indonesia.

Rempah-rempah yang diperdagangkan oleh Belanda ketika datang ke Indonesia

Topi Sinder digunakan pengawas perkebunan di masa kolonial, topi Udeng biasa digunakan masyarakat Lebak.

Surat Multatuli kepada Raja Belanda, william III yang berisi protes terhadap penjajahan

Ruangan yang menceritakan bagaimana perjuangan masyarakat Banten dalam menolak dan melawan penjajahan. Di ruangan ini juga terdapat tombak yang digunakan masyarakat Banten untuk melawan penjajahan di kala itu

Di ruangan ini pengunjung dapat melihat sejarah terbentuknya kabupaten Lebak. Selain itu, tepat di tengah ruangan ini, pengunjung dapat melihat prasasti Cidanghiyang yang berasal dari Kerajaan Tarumanegara

Baju Bupati yang biasa digunakan ketika acara resmi

Kain Batik Baduy yang kini sudah terkenal hingga ke seantero dunia, dulu dijahit menggunakan alat tenun ini. Masyarakat Baduy memiliki kepercayaan menenun untuk waktu-waktu tertentu

Buka: Selasa-Minggu: 08.00-16.00
Tutup: Senin dan Libur Nasional
NB: Ada baiknya kamu yang ingin berkunjung ke sana datanglah dari pagi, khususnya akhir pekan atau hari libur nasional, sebab kereta yang menuju Rangkasbitung sering sekali mengalami kepadatan penumpang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H