Mohon tunggu...
Shaphira Intan
Shaphira Intan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya shaphira intan yg memiliki hobi bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apartment Kepiting sebagai Solusi Udidaya Kepiting Bakau pada Lahan Sempit

19 Juni 2023   21:23 Diperbarui: 19 Juni 2023   21:29 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kepiting merupakan salah satu sumber daya perikanan yang berpotensi untuk dikembangkan, karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan rasa dagingnya yang enak, sehingga banyak disukai oleh masyarakat baik masyarakat lokal maupun international.

     Sejak tahun 1980-an kepiting menjadi komoditas penting di Indonesia yakni untuk memenuhi kebutuhan protein hewani karena mengandung nutrisi penting bagi pertumbuhan dan kesehatan tubuh. Daging kepiting mengandung asam amino esensial, asam lemak tak jenuh, vitamin B12, fosfor, zat besi, dan selenium yang berperan dalam mencegah kanker dan pengrusakan kromosom, juga meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan bakteri (Paul et al, 2015). 

Herliany dan Zamdial (2015) menyatakan setiap 100 gram daging kepiting bakau segar mengandung nilai gizi tinggi yakni 18,06 g protein, 1,08 g lemak, 89 mg kalsium, dan 68,1 g air . Bukan hanya dagingnya yang mempunyai nilai komersil, kulitnyapun dapat dijual. Kulit kepiting diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain.

     Peluang pasar kepiting bakau terbuka luas dan prospektif, baik untuk pasar domestik maupun pasar mancanegara. Permintaan konsumen dalam negeri terhadap komoditas ini dari tahun ke tahun cenderung meningkat, demikian pula dengan permintaan ekspor. Permintaan kepiting bakau dari berbagai negara sangat tinggi yakni : Cina, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Thailand, Taiwan, Malaysia, dan sejumlah negara di kawasan Eropa.

     Pada tahun 2020, nilai permintaan kepiting-rajungan dunia mencapai USD5,4 miliar dan ekspor Indonesia untuk komoditas ini baru mencapai 6,8 % atau senilai USD367,5 juta. Hal itu menunjukkan bahwa pasar komoditas ini masih terbuka dan potensial untuk terus dikembangkan, terutama bagi sektor budidaya yang juga menjadi fokus perhatian pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    Sebuah studi memaparkan, pemenuhan permintaan kepiting bakau yang sebagian besar dari tangkapan di alam + 61,6%, sementara dari budidaya hanya sebesar + 38,4%. Hal ini menyebabkan populasi kepiting mengalami penurunan sejak tahun 1990. Untuk mengurangi ketergantungan penangkapan kepiting bakau yang berlebihan di alam, salah satu solusi yang perlu dilakukan yaitu dengan melakukan budidaya. Jika tidak diimbangi dengan upaya tersebut, maka dikhawatirkan ketersediaan kepiting bakau di alam menjadi berkurang, bahkan kepunahan yang dihadapi bisa lebih cepat. 

Untuk itu, budidaya kepiting bakau diyakini menjadi salah satu solusi. Meski begitu, secara teknis pelaksanaan dari budidaya kepiting ini masih mengalami berbagai kendala baik itu dari segi pembenihan maupun masa tebar.

     Untuk memenuhi permintaan konsumen kepiting bakau dan menjaga kelestarian habitatnya perlu upaya memproduksi kepiting bakau melalui budidaya ramah lingkungan. Beberapa kegiatan untuk mengelola budidaya dengan metode ramah lingkungan dapat dilakukan melalui :

Pengelolaan kualitas lingkungan yang bertujuan untuk menyediakan habitat yang layak bagi kehidupan kepiting bakau,

manajemen kualitas air,

manajemen pakan serta

pengontrolan hama dan penyakit.

Teknologi yang mendukung kegiatan budidaya tersebut, yakni: pembenihan, pembesaran, penggemukan, produksi kepiting bertelur, dan produksi kepiting lunak/soca (Rahman et al, 2017).

     Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu adanya suatu teknologi budidaya kepiting bakau yang ramah lingkungan untuk peningkatan produksinya. Aspek penting dalam budidaya kepiting bakau ramah lingkungan adalah pengetahuan tentang bio-ekologi, metoda budidaya yang tepat melalui optimalisasi lingkungan, optimalisasi pakan dan pengendalian penyakit pada proses budidaya.

     Salah satu teknologi budidaya kepiting bakau yang ramah lingkungan untuk peningkatan produksinya adalah metoda Vertical Crab House

     Vertical Crab House, adalah sebuah penangkaran kepiting yang berbentuk vertikal. Benda tersebut memiliki kelebihan, yaitu dapat menghemat ruang, dan memudahkan peternak menjangkau kepiting. Crab house vertical Tempat atau hunian untuk budidaya kepiting. Biasanya mereka lebih familiar menyebutnya apartemen kepeting karena tempat tersebut adalah Box yang di gunakan dan di susun bertingkat seperti apartemen.

     Konsep dari Apartemen Kepiting ini berupa teknologi akuakultur kepiting vertikal yang merupakan evolusi ketiga dari teknik budidaya ketiga. Dalam budidaya kepiting sendiri terdapat 3 evolusi teknik budidaya, yaitu :

Evolusi pertama adalah mengembangkan kepiting langsung di alam.

Menggunakan teknik akuakultur horisontal. Khusus untuk evolusi

Menggunakan teknik akuakultur vertical.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun