Mari lihat GoJek, di balik murahnya ada investasi modal ventura dalam jumlah tak main-main. Kabarnya Northstar Group telah menanamkan modal sebesar 200 juta USD (sekitar 2,3 trilyun IDR) [11]. Juga Sequoia Capital, salah satu investor ternama di Silicon Valley, sebesar 20 juta USD (sekitar 260 milyar IDR) [12]. Yang masih menjadi tanda tanya besar, bagaimana strategi meraup balik keuntungannya? Bila tingkat penggunaan terus digenjot naik, berarti makin besar emisi yang dilepaskan ke udara.
Suara kelas menengah dan Metromini
Bisa jadi suara netizen di atas tidak mewakili suara seluruh masyarakat Jakarta, karena kemudahan layanan ojek online terbatas dinikmati pemilik telpon pintar. Tapi suara kelompok kelas menengah ini punya kekuatan di media sosial. Pemerintah pun lebih responsif terhadap kritik di media sosial, barangkali karena sesama pengguna telpon pintar. Bila mogoknya Metromini terjadi 2-3 tahun silam, tentu lumpuh aktivitas kota. Tapi sekarang ternyata lain ceritanya.
Bagi saya, membayangkan hilangnya Metromini membuat sedih. Bukan berarti saya tak geram dengan sopir yang ugal-ugalan. Bawaannya mau teriak, “Baaaang, kalau mau mati sendiri aja, jangan ajak-ajak.” Tapi terlebih saya geram dengan pemerintah, giliran urusan ijin dan pungut retribusi berebut kuasa, tapi untuk pembinaan lepas tangan. Apalagi pemerintah masih saja terus memprioritaskan pembangunan jalan raya [13].
Keberadaan mikrobis masih terasa sangat dibutuhkan, karena tidak semua tempat bisa terjangkau dengan bis Transjakarta ataupun kereta komuter. Apalagi belakangan ini sejak berlaku tiket elektronik, butuh deposit cukup besar untuk mengakses keduanya. Lagipula tidak semua warga juga bisa naik ojek online, misalkan saja non-pengguna telpon pintar atau ibu-ibu bepergian dengan lebih dari satu anak.
Setidaknya setahun terakhir, saya perhatikan makin jarang supir Metromini yang ditemani kenek. “Nggak nutup bu, penumpang makin sepi,” keluh pengemudi. Carut marutnya manajemen Metromini [14], membuat seluruh resiko usaha ditanggung supir. Cukup masuk akal sebenarnya bila supir menggunakan segala cara untuk mengejar setoran.
Herannya sekalipun pendapatan pas-pasan, hanya supir-supir ini yang sanggup beri 'subsidi' bagi pelajar ibukota. Bis Transjakarta ataupun kereta komuter saja tidak punya tarif khusus pelajar. Sementara saya masih belum terbayang bagaimana 'subsidi' dari layanan ojek online ini nantinya akan ditarik kembali. Absurd rasanya bila berpikir pemodal tak berharap kembali.
Secinta-cintanya dengan Metromini, saya juga tidak ingin menyabung nyawa berkepanjangan. Penataan sistem transportasi mikro mutlak diperlukan. Optimisme terhadap sistem transportasi mikro yang lebih baik lahir dari status seorang teman. Sebelumnya saya nyaris tidak pernah membaca cerita sistem mikrobis negara lain. Kebanyakan cerita kerennya sistem subway, MRT, dsj. Ternyata mikrobis dengan penataan rute dan manajemen yang baik bisa jadi andalan transportasi mikro.
Berikut saya salin statusnya:
Ini contoh 'angkot' di Osaka, Jepang. Kapasitasnya (seingat saya), 12 orang duduk dan kira-kira 8-10 orang berdiri. Rutenya sirkular dan cenderung pendek. Fungsinya selain angkutan linkungan, (dugaan saya) adalah untuk feeder bis kota dan subway. Jarak antar stanplat pendek-pendek dan terlihat terencana posisinya, dalam artian tepat pada hub-hub pedestrian dari hunian, pasar, stasiun subway dsb.
Waktu tunggu kedatangan hanya sekitar 5 menit. Tarif 100Yen yang 1 kepingan, bandingannya, 'onigiri' isi tuna sebesar bacang di 'konbini' harganya 140Yen. Terlampir peta rute transpor publik di area Nanba-Osaka, jalur 'Redbus' berupa abu-abu terputus. Jalur warna-warni dengan nomer adalah bis kota dan jalur abu-abu tebal dengan jeda kotak bertuliskan kanji merah muda adalah jalur subway. Tampak untuk area 'sekecil' Nanba saja ada lebih kurang 5 rute sirkular 'redbus'. Saya icip 2 rute, yang salah satunya melalui beberapa titik menarik di Nanba; Nanba-tsutenkaku tower-Denden town-kuromon market. Masukan saja, barangkali cocok untuk atur lalu-lintas Bandung yang kian hari kian memancing pembunuhan di jalan raya.
Kini sambil berusaha tetap menggunakan aneka transportasi umum, saya berharap ada inovasi secerdas layanan ojek online lahir dari anak bangsa untuk perbaikan sistem transportasi mikro. Supaya kota lestari tidak cuma tinggal mimpi. Syukur-syukur ada pemerintah yang baca dan konkrit bergerak dengan cerdas. Habis berharap banyak sama pemerintah cuma bikin patah hati. Referensi:[1] GoJek Dilarang, Netizen Meradang[2] GoJek Dilarang, jadi Topik Terhangat di Twitter[3] GoJek Dilarang, Netizen Caci Maki Kemenhub[4] Ojek Online Batal Dilarang, Nadiem Ucapkan Terima Kasih[5] Suara Masyarakat: Kalau Perlu Metromini Mogok Selamanya, Goodbye Metromini[6] Warga: Tak ada Metromini Tak Masalah, Ada Ojek Online[7] Public Transport, Cambridge Dictionary[8] Pengguna Angkutan Umum Menurun[9] Pertumbuhan Grab Bike vs GoJek[10] Hanya 15% Warga Jakarta Naik Angkutan Umum[11] Northstar Pemegang Saham DOID Suntik Go-Jek. Ini Profilnya.[12] Investor GoJek dan Sejarah Para Pendirinya[13] Dibangun 2015, Ini Lokasi Keluar-Masuk Mobil di 6 Ruas Tol Dalam Kota Jakarta[14] Metromini Si Penjemput Maut