"Ada yang menjemputmu, Bos!"
Dadaku berdegup kencang. Ada debar-debar aneh menyerbu perasaaan. Pertanyaan lama kembali terulang : "Apa keuntunganku dalam suasana anarkis yang bakal ku ciptakan itu?" Akh, mengapa aku harus berkutat dengan pertanyaan klasik itu. Masa depan adalah rahasia penciptaan. Aku tak tahu sama sekali apa yang bakal terjadi di kemudian hari. Andaikan ada yang bisa meramalkan masa depan, itu pun hanya sekelumit rahasia langit yang berhasil di curi anak-anak cucuku. Di mana keshahihan atau validitasnya sangat rapuh sekali. Informasi langit itulah yang kemudian di bagikan anak-anak cucuku kepada manusia-manusia kablinger seperti dukun, paranormal, dan rohaniawan gadungan.
"Bos,''tegur Morgin melihatku tetap termangu-mangu, ''apa Bos mau menemui orang itu?"
"Oh ya, sebentar akan kutemui!"
"Apa Bos perlu aku temani?"
"Temani saja Babu di belakang itu !"
Morgin nyengir. Merasa rahasianya di bongkar begitu saja olehku. Namun sama sekali tak ada rasa malu tergurat di wajahnya. Sialan betul manusia satu ini, sungguh tak tahu malu.
Tak lama kemudian, aku menemui orang itu. Tanpa basa-basi ia memberi isyarat dengan kepala mengajak segera berangkat. Di luar kiranya sudah menunggu dua mobil sedan. Satu hitam dan satunya berwarna abu-abu. Aku dipersilakan menaiki yang berwarna hitam.
Jalannya kendaraan itu seperti di buru-buru waktu. Cepat dan cekatan. Sepertinya kedua sopirnya memang orang-orang pilihan. Aku tak tahu kemana tujuan sebenarnya. Mereka membawaku seolah-olah berputar-putar kota, bahkan sepertinya mereka melalui jalan yang sama sampai beberapa kali. Setelah beberapa lamanya, kedua mobil itu melesat ke ruas jalan yang sepi.
The old Wharehouse
Aku mulai merasakan suasana lengang. Sepi dan nyaris mati. Benar juga. Di depan ada sebuah bangunan besar. Itulah gudang yang barangkali dimaksudkan dalam surat itu.