"Oh.., Â ehm .... Maaf, Bang! Aku belum ngomong sama kamu. Tabungan itu masih dipakai Katrina."
Gigi Oscar gemeretak, selama ini mereka sepakat tabungan untuk persiapan kehamilan dan kelahiran akan disimpan Ai Nin meskipun itu hasil usaha bersama. Tapi Ai Nin telah seenaknya saja memakai tabungan keluarga untuk menolong Katrina.
Ai Nin merasa bersalah dan mencoba membujuk suaminya, Tadinya ia yakin Katrina hanya meminjam satu bulan seperti janjinya, nyatanya hingga berbulan-bulan kemudian janji itu tak kunjung dipenuhi. Sementara rumah tangga Ai Nin dengan Oscar semakin memanas, Oscar mulai sering marah-marah kepada Ai Nin dan tak lagi mempercayai istrinya memegang keuangan atau tabungan bersama.
Ai Nin bukannya tidak berusaha menagih, tetapi Katrina selalu bisa mengelak dari tagihan dan kemarahan Ai Nin. Â Bulan lalu ia bilang mobinya kecelakaan dan kakinya harus diamputasi, ketika Ai Nin mencoba menengok, Katrina melarang untuk bertemu dengan alasan malu dan sangat sakit.
Saking putus asanya pada beban hidup, Katrina menceritakan lewat pesan WhatsApp bahwa ia seringkali membentur-benturkan kepalanya ke dinding kamar, membuat Ai Nin merasa sangat sedih dan ikut depresi. Terlebih Oscar sudah tidak bisa lagi menjadi sandaran curahan hati, lelakinya itu kini lebih sering marah-marah dan menghabiskan waktu luang di luar rumah.
Hingga suatu hari Oscar menelepon Ai Nin bahwa ia telah berhasil menghamili seorang perempuan tanpa harus terapi ke luar negeri, perempuan malam yang tentunya menemani Oscar selama bulan-bulan panas ini.
"Aku akan menikahinya, Ai Nin."
"Kalau begitu kau harus menceraikan aku lebih dulu."
"Bagaimana dengan harta gono-gini?"
"Akan kita bagi, termasuk uang dua puluh lima juta itu, akan kukembalikan untuk biaya pernikahan kalian."
Oscar pamit, membawa pakaian dengan satu tas ransel abu-abu yang dulu sering dibawanya mendaki gunung, memetik Edelweiss dan menyerahkan bunga lambang cinta abadi itu untuk Ai Nin.