Mohon tunggu...
Shannon Jesselyn Tjoanda
Shannon Jesselyn Tjoanda Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi Ilmu Komunikasi

My goal is to be a person who is not only useful to myself, but also useful to everyone. Easy going and dare to try new things are two representing attributes which will be beneficial not only for me in creating new connections but also for the organization to gain more attention from the public.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kalau Pandemi Sudah Selesai, Mau Liburan ke Mana?

13 September 2020   15:27 Diperbarui: 13 September 2020   15:40 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, masyarakat asli Jogja umumnya menggunakan bahasa yang halus dan bersifat implisit karena sifat tidak enakan dan takut merusak rasa kekeluargaan tersebut.

Pertama kalinya mengunjungi Surabaya

Saat itu saya pertama kali mengunjungi kota Surabaya dan sebelumnya saya tidak mencari tahu mengenai kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakat di Surabaya. 

Sesampainya saya disana, saya merasa sangat kaget karena melihat orang-orang berbicara dengan suara yang cukup keras saat berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Saya mengira orang tersebut sedang berkelahi dan membuat saya merasa sangat takut.

Selain itu juga, hal lain terjadi pada saat saya memesan makanan di sebuah warung di Surabaya. Pada saat itu penjual mengatakan kalimat "Gak ono nasi goreng e Ce, tadi lo wes tak omongi".

Kalimat tersebut sempat membuat saya cukup terkejut, saya merasa saya dibentak dengan kalimat serta nada yang digunakan oleh penjual tersebut. Namun setelah kejadian tersebut saya mencoba untuk menceritakan pengalaman itu ke teman saya dan akhirnya saya dijelaskan mengenai hal tersebut yang sudah dianggap menjadi kebiasaan di Surabaya.

Telusuri lebih lanjut destinasi liburan kalian

Berdasarkan video yang diberikan oleh Bapak Nobertus Ribut Santosa, SS, MA tentang pengalamannya di Filipina. Melalui video tersebut, beliau banyak menjelaskan mengenai budaya yang membuatnya cukup kaget karena hal tersebut jarang ditemui di Indonesia. 

Seperti contoh budaya mengantri secara rapi saat ingin menaiki angkutan umum dan juga minuman beralkohol yang di jual bebas untuk yang berusia diatas 18 tahun, dan juga salah satu makanan khas Filipina yang berasal dari embrio bebek.

Dari cerita dan pengalaman tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila kita tidak menyiapkan diri untuk belajar dan mengetahui budaya yang dimiliki oleh daerah lain maka kita akan mengalami banyak perbedaan persepsi sehingga menyebabkan komunikasi yang terjadi akan terganggu. 

Mulailah menambah wawasan mengenai budaya orang lain, tidak hanya sekedar bermanfaat sebagai pengetahuan tetapi juga untuk menjalin komunikasi yang baik dengan orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda-beda.

#kabuajy03

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun