Impiannya akhirnya terwujud, Dokter Lie menjadi seorang dokter bedah lulusan Universitas ternama di Jerman. Â Tujuannya menjadi dokter yang melayani bukan sekedar idealisme semata. Karir yang menjanjikan di Jerman ditinggalkannya dan memilih pulang ke Indonesia. "Di sini (Indonesia) saya dapat mengabdikan ilmu kedokteran saya untuk kemanusiaan. Di sana (Jerman) sebagian besar ilmu kedokteran yang saya pelajari itu untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan kedokteran. You see the differences?" katanya.
Saya penasaran apa sih alasan beliau untuk menjadi dokter yang begitu "getol" dalam melayani sesama? Pertama, karena pengalamannya yang berasal dari keluarga tidak mampu membuatnya sangat mengenal apa rasanya penderitaan, lapar dan perjuangan. "Dulu ketika saya kecil, saya datang kepada mama saya, "Ma laper ma." Mama saya hanya menangis mengatakan, "Kamu pergi main." Saya ndak pergi, saya minta makan. Mama nangis suruh saya main. Saya patuh pergi main. Eh lapernya hilang," katanya mengenang masa kecil.
Kedua karena beliau telah merasakan kasih Tuhan selama hidupnya. Ketika kecil beliau pernah diperkirakan mati karena suatu sebab tetapi ternyata dapat tetap hidup sampai saat ini. Ketiga karena Dokter Lie berpendapat hidupnya baru dapat berarti ketika dapat melayani dan membahagiakan orang lain. "Saya mau bikin hidup saya menjadi berarti kalau saya bisa membahagiakan orang lain."Â
Dokter Lie menjelaskan lebih lanjut. "Sama seperti seorang Ibu suatu saat kamu akan menjadi seorang Ibu. Kalau anakmu menangis tengah malam, sebagai Dokter kamu di siang hari sudah capek. Tapi tangis anak ini membangunkan kamu. Kamu akan bangun dan kamu mengganti popoknya yang basah. Mungkin juga, dia BAB. Setelah dia kering, kamu kasih dia susu. Setelah kering, setelah minum susu. Tangisnya berubah jadi 'haha-hehe' dan kamu senang. Capekmu, keselmu karena anaknya tadi menangis terobati karena dia bahagia. Itulah yang kita lakukan."
Menurutnya kita hidup karena kasih Allah, dan kita diminta untuk mengasihi orang lain seperti kita mengasihi diri sendiri. Artinya, hidup kita dapat berarti setelah kita mengasihi orang lain. Dokter Lie yakin betapapun kecilnya pelayanan yang kita berikan jika itu dapat membahagiakan orang lain, maka hal tersebut sudah sangat berarti. Pengalamannya menolong pasien sampai akhirnya sembuh, meninggalkan suatu kepuasaan yang tidak tergantikan. "Ketika saya berhasil melakukan operasi besar hernia scrotalis per magna...., ketika saya operasi satu anak umur 1 tahun 5 bulan dengan hemangioma di lehernya dan dia sembuh. Luarrrr biasaaaa."
Hal ini jugalah yang kemudian menjadi visi DoctorShare yaitu untuk meringankan penderitaan masyarakat yang terjebak dalam krisis hingga mampu bangkit kembali dalam kehidupan sehari-hari. DoctorShare bukan memberikan bantuan langsung, tetapi memberikan bantuan kesehatan agar masyarakat tersebut dapat dengan tenaganya sendiri membangun keluarga.
Bukti "kegetolan" Dokter Lie juga ditunjukkan dengan pembuatan floatinghospital.Banyaknya kesulitan yang menghadang dan pandangan remeh terhadap ide besar tersebut tidak menghentikan langkahnya."Dalam mewujudkan cita-cita akan ada banyak sekali aral melintang, jika kita tidak berani menghadapinya maka kita tidak akan dapat mencapainya," pesannya.
Dokter Lie memiliki pandangan yang menarik terhadap profesi kedokteran."Seorang dokter itu adalah seorang pelayan, tapi bukan budak." Menurutnya, pelayan melayani seseorang agar dia mendapatkan haknya. Seorang Tuan juga punya hak untuk dilayani, diambilkan minum, dibuatkan makanan kesukaan. Tetapi, Tuan tidak boleh berbuat sewenang-sewenang terhadap pelayan. Sedangkan, seorang budak tidak punya hak apa-apa.Â
"Sebagai dokter saya melayani. Melayani Tuhan terlebih dahulu lewat sosok pasien itu." Seringkali, masyarakat mengasosiasikan dokter sebagai budak. Maksudnya, pasien merasa telah bayar, jadi dokter harus melakukan apa yang pasien inginkan. "Gua bayar, lo lakukan apa yang gua mau. Oh...not with me, but without me," katanya. Contohnya, ketika ada pasien yang ingin sirkumsisi tetapi ingin dipasangkan "ini itu". Dokter Lie menolak melakukannya. Dokter Lie hanya berpegang pada prinsip kaidah yang berlaku di ilmu kedokteran. "Saya butuh duit, tetapi saya bukan budak duit dan saya tidak akan merampok orang dengan ilmu saya."
Banyak sosok yang menjadi panutannya dalam hidup. Yesus adalah salah satunya. Sebelum Yesus wafat di kayu salib Ia berkata "Aku haus". Dua kata tersebut rupanya bermakna dalam bagi Dokter Lie. Padahal menurutnya dalam dunia kedokteran, orang yang akan meninggal (sekarat) tidak mempunyai perasaan, refleks-refleksnya akan hilang. Banyak orang bahkan sampai mengeluarkan fesesnya dalam keadaan tidak sadar.Â
Ketika Yesus dapat mengatakan "Aku haus" tentunya hal tersebut adalah sesuatu yang sangat luar biasa. "Aku haus" bukan hanya diartikan secara harafiah tetapi memiliki makna bahwa Yesus haus akan cinta manusia. Menurutnya Yesus haus untuk melakukan sesuatu agar manusia dapat bahagia bersama Bapa. Sosok Yesus ini memang berpengaruh sangat besar dalam hidup Dokter Lie untuk melayani sesama. Selain itu, Thomas Alva Edison yang tidak jenuh-jenuh melakukan percobaan bohlam lampu juga menginspirasinya untuk tidak takut gagal dalam hidup.