Mohon tunggu...
Mycapturer
Mycapturer Mohon Tunggu... Seniman - Pers Mycapturer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mycapturer adalah Media Online News https://mycapturer.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita dan Harapan Dai Perbatasan yang Bertugas di Sambas Kalimantan Barat

11 Mei 2022   15:37 Diperbarui: 11 Mei 2022   15:39 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Cerita dan Harapan Dai Perbatasan yang Bertugas di Sambas Kalimantan Barat

Jakarta, Bimas Islam --- Ustaz Ihya Ulumuddin adalah seorang dai asal Purwakarta yang saat ini bertugas di Dusun Maludin, Desa Temajuk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Ia sedang mengikuti Program Dai Perbatasan dari Subdit Dakwah dan HBI Bimas Islam Kementerian Agama RI.

Bagi dia, penugasan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia itu merupakan pengalaman pertama yang sangat berharga. Terdapat banyak pengalaman dan pelajaran yang dia ambil selama lebih dari 20 hari memberikan layanan keagamaan di sana.

Dia menjelaskan, terdapat tiga segmentasi dakwah yang disentuh yakni bapak-bapak, anak-anak, dan ibu-ibu. Di Temajuk, kata Ustaz Ihya, meskipun merupakan daerah mayoritas Muslim tetapi warga di sana masih perlu secara intensif untuk diajak mempelajari agama dan Al-Qur’an. Meski begitu, ia mengakui masyarakat di Temajuk sangat ramah.

“Di sini masyarakatnya, asal kita senyum mereka senyum. Ramah luar biasa,” ungkap Ustaz Ihya dalam Obsesi Spesial Ramadan Episode #133, di Desa Temajuk, Paloh, Sambas, Kalbar, pada 21 April 2022 lalu, ditayangkan di Youtube Bimas Islam TV, pada Kamis (28/4/2022).

Di sana, ia memberikan berbagai kajian keagamaan kepada masyarakat. Mengajar pelajaran akhlak kepada anak-anak dan fikih untuk ibu-ibu. Menurut Ustaz Ihya, warga di sana tidak gengsi untuk bertanya seputar masalah keagamaan.

“Banyak di antara mereka yang datang ke rumah singgah untuk konsultasi tentang menyembelih hewan, hukum tajwid di beberapa ayat Al-Qur’an. Paling luar biasanya setiap datang mereka membawa satu kresek hitam. Di baliknya ada hasil perkebunannya, hasil laut, bahkan ada yang ngasih minuman tebu. Ini sangat berkesan,” kata Ustaz Ihya.

Dia berharap, perbatasan-perbatasan Indonesia bagian terluar seperti Temajuk, Sambas, Kalbar ini perlu sedikit dipoles supaya lebih cantik. Sebab ia yakin, orang luar akan melihat wajah Indonesia dari perbatasannya, terutama dalam hal keagamaan.

Selain Ustaz Ihya dari Purwakarta, ada pula Ustaz Andyca Nur dari Jakarta yang ditempatkan di Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Sambas, Kalbar. Dia merasa bahwa penugasan dai di perbatasan ini merupakan pengalaman yang sangat berharga. Sebab tentu sangat jauh berbeda dengan dakwah di perkotaan.

“Ketika kita mengajarkan baik itu ibu-ibu, bapak-bapak, atau anak-anak belajar Al-Qur’an, mereka itu betul-betul merasa dibimbing dengan kita. Pasti setiap ada perkumpulan, ada pertanyaan yang mereka konsultasikan seperti zakat, haid, shalat sunnah,” ungkap Ustaz Andyca.

Anak-anak kecil di sana, katanya, sangat semangat untuk mengaji. Bahkan ada seorang anak kecil yang datang ke tempat tinggal Ustaz Andyca untuk diajarkan membaca Iqra. Begitu pula kaum bapak di sana. Setiap bakda zuhur mereka ingin diperbaiki bacaan tajwid dan makharijul hurufnya. Saat dikoreksi, mereka tidak merasa malu.

Hanya saja, walaupun di Desa Temajuk ini mayoritas Muslim tetapi karena keterbatasan guru agama sehingga mereka seperti belum ada bimbingan. Hal ini membuat Andyca merasa terharu karena selalu saja ditokohkan di dalam setiap acara-acara keagamaan.

“Setiap ada permasalahan pasti selalu dikonsultasikan dengan kita. Setiap ada kekgiatan seperti tahlilan, buka puasa bersama, kita selalu diundang dan diajak untuk memimpin acara,” katanya.

Ustaz Andyca berharap, program ini bisa terus berjalan. Sebab kegagalan dakwah bukan lantaran penyampaian dai kepada objek dakwah atau dari pemahaman masyarakat terhadap materi dakwah para dai, tetapi kegagalan akan terjadi jika tidak ada keberlanjutan.

“Yang terpenting adalah adanya keberlanjutan dari program dai yang sudah disampaikan. Karena ketika dai meninggalkan tempat ini, daerah perbatasan ini, tidak ada yang melanjutkan, ini yang menjadi sebuah kegagalan dalam berdakwah,” pungkasnya.

(Anty)

Fotogarfer dan Videografer : shandry Ferynando
Sumber Berita :Kementerian Agama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun