Mohon tunggu...
Shanaz Makrufa Pratomo
Shanaz Makrufa Pratomo Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan sebagai opini pribadi dan tidak mewakili organisasi manapun.

Sarajana Ilmu Politik Universitas Indonesia, Policy Analyst DPR RI Komisi VII hingga tahun 2019. Saat ini bekerja untuk NGO berbasis lingkungan hidup di Bali.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kecanduan Indonesia pada Energi Fosil Kian "Mencekik" Masyarakat Rentan

25 Januari 2022   11:58 Diperbarui: 25 Januari 2022   13:30 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Konsekuensi dari penggunaan energi fosil tidak menghalangi ambisi pemerintah untuk terus mengandalkan energi ini untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi makro yang direpresentasikan melalui angka nyatanya tidak sejalan dengan dampak yang dirasakan masyarakat secara langsung. Eksploitasi energi fosil untuk pertumbuhan ekonomi menyisakan berbagai masalah bagi bumi dan masyarakat Indonesia.

Dampak Kesehatan

Dampak ketergantungan kita terhadap energi fosil menimbulkan masalah kesehatan khususnya masyarakat sekitar lokasi operasi pertambangan dan lokasi pembangkit listrik.Penambangan batubara menghasilkan polutan beracun yang berbahaya. Dalam artikel The Harvard College Global Health Review (HCGHR), Dr. Michael Hendryx, peneliti dari West Virginia University menyebutkan beberapa ancaman kesehatan bagi orang yang terpapar polutan pertambangan batubara seperti risiko penyakit jantung kronis, gangguan pernapasan dan  masalah ginjal.  Masalah kesehatan ini tidak pernah menjadi pertimbangan pemerintah dalam memberikan izin usaha bagi perusahaan pertambangan batu bara.

 

Masalah kesehatan tidak hanya berakhir di lokasi penambangan. Batubara diproses di pembangkit listrik dan menghasilkan merkuri sebagai salah satu polutan.  Partikel kecil ini mampu terbang ratusan kilometer dan bahkan mencemari air dan makanan yang kita konsumsi setiap hari. Paparan merkuri dalam jangka waktu panjang  berpotensi menyebabkan gangguan neurologis dan bayi lahir cacat. Merkuri  menyebabkan 3 juta kematian dini di seluruh dunia dan pembakaran batu bara adalah penyumbang terbesar. 

 Inilah kisah Adel - Salah satu anak yang tinggal di dekat PLTU Pangkalan Susu. Dikutip dari film dokumenter berdasarkan wawancara dengan warga sekitar berbagai PLTU dan lokasi pertambangan di Sumatera, Barawdipa. Usai berenang di laut yang terletak dekat PLTU Pangkalan Susu, Adel mengalami gatal-gatal di sekujur tubuhnya. Dia tidak tahan gatal sehingga dia sering menangis kepada orang tuanya. Yanti, ibu Adel bingung dengan kondisi putrinya dan memutuskan untuk membawa Adel ke dokter dengan biaya sendiri.  Adel hanyalah salah satu kasus anak di masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan akibat limbah pembangkit listrik, Sayangnya, banyak korban tak ada kesempatan untuk bercerita.

Yayasan Srikandi Lestari dan Dinas Kesehatan Langkat Sumatera Utara menyatakan debu dari pembakaran PLTU Pangkalan Susu menyebabkan 1653 orang menderita ISPA per 6 bulan pada 2019. Sebagian besar masyarakat yang terdampak polusi PLTU tidak menerima santunan pengobatan di rumah sakit dan harus menanggung sendiri biaya pengobatan mereka. Selama akses ke fasilitas kesehatan tidak terdistribusi secara adil, kelompok masyarakat rentan tentu akan terus menanggung konsekuensi terbesar dari ketergantungan pada energi fosil. Kesehatan manusia,  merupakan investasi yang tak ternilai harganya. Konsekuensi  yang harus mereka tanggung tidak dapat menyamai kompensasi finansial apa pun yang mereka terima.

 

Kerugian Finansial

Nidar adalah seorang pemilik warung makan di Desa Suak Puntong, Nagan Raya Aceh. Sebelum pembangunan PLTU pada tahun 2014 ia mampu mendapatkan keuntungan 1 juta rupiah Indonesia per hari dari penghasilan warungnya. Pembangunan PLTU di dekat desanya secara signifikan menurunkan pendapatan Nidar hingga 80%. Debu dari PLTU menutupi kios-kiosnya dan tentu saja mempengaruhi jumlah pembeli yang datang. Hilangnya akses ekonomi bagi perempuan dapat mengakibatkan masalah sosial yang lebih besar lagi seperti  kekerasan dalam rumah tangga, baik fisik, mental, seksual atau bahkan kekerasan ekonomi.  Nidar hanyalah salah satu dari banyak kasus. Ia bukan hanya angka, tetapi contoh bagaimana begitu banyak kehidupan telah dicekik oleh industri energi fosil - baik secara harfiah, maupun secara ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun