Sulton langsung mengelus kepala bayinya. Ia menatap mata bayi yang mirip seperti Bundanya. Mata yang sangat menyejukkan.
Sore itu aku berada di bagian masak-memasak. Di provinsi Aceh sudah menjadi tradisi jika kaum wanita akan fokus di dapur selama acara kenduri. Memasak makanan, menyiapkan dan menghidangkannya. Posisi ku hari ini duduk di depan beulangong besar, mengaduknya perlahan-lahan dan memastikan bumbu tercampur dengan rata.
Peluh keluar dari keningku, kuah ini benar-benar panas. Kuah kambing khas Aceh yang dimasak dengan bumbu yang terdiri dari berbagai rempah-rempah. Mengaduknya selama kurang lebih satu jam agar bumbu tercampur merata.
“Cutda.”
Aku menoleh dan tampak wajah orang yang sudah lama tidak kulihat. “Amat?”
“Iya cutda.” katanya. Ia langsung menyalami tangan kananku yang tidak memegang sendok kuah.
“Udah lama ga liat kamu. Gimana kabar sehat?”
“Alhamdulillah.”
Amat anak lelaki dari Yahngoh, sepupuku yang umurnya hanya berjarak 3 tahun denganku. Ia tinggal di Medan lantaran Yahngoh bertugas disana sebagai Pegawai negeri Sipil.
“udah lama sampe? Mana Yahngoh?”
“Yahngoh didepan lagi ngobrol ama Cek Sulton.”