Mohon tunggu...
Santini
Santini Mohon Tunggu... Penulis - Freelance Penulis, Ibu Rumah Tangga

Hamba Allah yang senantiasa memperbaiki diri

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Tidak Ada Silent Majority dalam Kemenangan Prabowo-Gibran

25 Februari 2024   16:01 Diperbarui: 25 Februari 2024   16:01 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.pixabay.com

Tahun 2020, Trump yang maju sebgai petahana tidak bisa membuktikan sesumbar yang ia gaungkan. Joe Biden yang datang sebagai penantang berhasil keluar sebagai pemenang. Silent majority versi Trump tidak berdampak di sini.

Begitu pun yang terjadi di Indonesia, kelompok yang meniti jalan senyap adalah kelompok yang berseberangan dengan pemerintah. Dengan kata lain, silent majority tidak terjadi begitu saja. Entitas ini  terbentuk oleh suatu keadaan yang membuat mereka harus menyamarkan preferensinya.

Maka, menjadi ganjil jika di alam demokrasi Indonesia saat ini ada klaim kemenangan karena faktor silent majority oleh paslon yang berafiliasi pada kekuasaan itu sendiri. Jika silent majority diartikan sebagai orang-orang yang menghindari perdebatan, maka berarti mereka mengingkari substansi demokrasi.

Kemenangan Paslon 02 Bukan karena Silent Majority

Fakta bahwa paslon 02 adalah representasi dari kekuasaan adalah mutlak tidak bisa dibantah. Fakta bahwa kekuasaan cenderung mendukung paslon 02 juga terang benderang. Lalu keadaan seperti apa yang mengharuskan pemilih 02 menjadi silent majority?

Atau sebenarnya silent majority yang diklaim oleh timses paslon 02 bukan masyarakat yang diam karena menghindari perdebatan, tapi diam karena pilihannya telah ditentukan.

Ditentukan oleh siapa? Oleh kekuasaan yang menyodorkan bantuan sosial? Oleh para politisi yang disandera dengan kesalahan? Oleh saweran posisi dan jabatan? Atau bahkan oleh intimidasi aparat?

Klaim silent majority sengaja diproduksi oleh timses 02 guna mendistraksi citra paslon 02 yang babak belur selama kontestasi pilpres berlangsung. Mulai dari MK, pelanggaran di KPU, politisasi bansos, netralitas presiden dan rangkuman kecurangan dalam dirty vote yang membuat publik tercengang.

Mengapa Harus Mengklaim Istilah Silent Majority?

Hal tersebut karena secara umum perspektif publik terhadap istilah silent majority cenderung positif. Yaitu sebagai gerakan gagasan yang disponsori oleh idealisme dan pemikiran yang mendalam. Silent majority bukan partisan apalagi penjilat kekuasaan.

Berbanding terbalik dengan fakta di lapangan, pada pilpres kali ini ditemukan pengerahan kekuatan kekuasaan besar-besaran yang menguntungkan salah satu pasangan calon. Silent majority yang asli tidak akan berkoalisi dengan gerakan tersebut, maka dibuatkan istilah serupa versi timses 02 sendiri.

Dengan demikian, kemenangan 02 dapat dipastikan bukan karena silent majority dalam persepsi murni. Melainkan silent majority hasil manipulasi. Silent majority juga sering kali memberikan kejutan, membalikkan ramalan karena berupa kekuatan terpendam. Tapi pada faktanya, pilpres 2024 terselenggara sesuai rancangan pemerintah. Terstruktur, masif dan sistematis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun