Mohon tunggu...
Santini
Santini Mohon Tunggu... Penulis - Freelance Penulis, Ibu Rumah Tangga

Hamba Allah yang senantiasa memperbaiki diri

Selanjutnya

Tutup

Politik

Begawan Politik itu Bernama Jokowi

13 Februari 2024   06:14 Diperbarui: 13 Februari 2024   06:14 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama Jokowi mulai dikenal dalam eskalasi politik nasional saat ia menjadi kandidat dalam pilkada DKI Jakarta. Saat itu, Jokowi seolah membius jutaan pasang mata dengan menjadi makhluk politik yang 'berbeda'.

Ikonik sebagai pahlawan rakyat kecil menjadi citra yang mengharumkan namanya saat itu. Ia lahir dari rakyat kalangan bawah, tampil sederhana, membaur bersama rakyat dan memiliki gestur yang humanis.

Setiap orang yang berseberangan dengan Jokowi akan mendapat label tidak pro rakyat, politisi busuk dan sentimen negatif lainnya. Semua yang Jokowi lakukan dianggap sebagai wujud niat baiknya untuk bangsa Indonesia.

Sumber : www.pixabay.com

Manusia Setengah Dewa

Ia tampil sebagai Gubernur terpilih dengan senyum sederhana, memberi pidato yang membuat haru banyak orang. Jokowi menjadi simbol optimisme kepemimpinan yang adil bahkan ia mendapat julukan 'manusia setengah dewa'.

Menanggapi julukan itu, Jokowi hanya tertawa renyah saja dan menjawab itu dengan sangat 'kerakyatan', "saya manusia biasa, makan nasi", begitu kata Jokowi. Gaya bahasa yang sangat mudah dimengerti. Sejak saat itu juga namanya melesat menjadi kandidat terkuat kontestasi pemilu 2014.

Menyederhanakan Persoalan atau Mengaburkan Substansi?

Jokowi memang tidak pernah memamerkan kepintarannya seperti kebanyakan politisi dan pejabat lain lakukan. Ia juga tidak menggunakan istilah birokrat agar terkesan mewah dan  menata komposisi kata atau mimik wajah agar terlihat lebih berwibawa.

Jokowi menabrak semua pola dan kemasan politikus yang selama ini wara-wiri menguasai persepsi. Ia sering kali menyederhanakan persoalan yang rumit dan memberi kesan bahwa urusan negara ini sangat sederhana.

Sepanjang jejak kepemimpinannya, Jokowi tidak pernah terlihat berdebat dengan argumentasi yang panjang. Ia akan masuk pada teknis persoalan dan memberikan rincian pekerjaan yang jauh lebih disukai oleh masyarakat.

Akan tetapi, bukankah level seorang gubernur ataupun presiden adalah soal gagasan?. Bagi Jokowi tidak, ia membagikan sendiri sertifikat tanah, membagikan sendiri meteran listrik dan sekarang ia bagi-bagi sendiri bansos.

Padahal, substansi seorang pemimpin itu ada pada gagasannya. Tapi Jokowi mengaburkannya dengan terkesan 'sibuk' dan banyak kerja karena mengerjakan hal-hal yang bukan pada levelnya.

Jokowi Pembaca yang Cermat

Tentu saja taktik demikian bukan tanpa rancangan. Jokowi telah berhasil memenangkan 2 kali kontestasi pilpres. Hal tersebut membuktikan bahwa gaya berpolitik Jokowi disenangi masyarakat banyak.

Dalam hal ini, memang kerancuan kerap terjadi, persepsi masyarakat tentang pemimpin merakyat adalah sesederhana kerap menyambangi rakyat. Rakyat fokus pada kehadiran fisik pemimpinnya bukan produk kebijakannya.

Jokowi membaca itu dengan cermat. Ia masuk ke gorong-gorong, blusukan ke pasar, dan sederet aktivitas yang membuat ia 'dekat' dengan rakyat. Apa itu salah? Tentu saja iya, jika tidak bersanding dengan pendekatan lainnya.

Blusukan ke pasar harus berbarengan dengan stabilitas harga pangan. Jika harga bahan pokok terus meningkat, apa fungsi blusukan?

Membagikan meteran, bansos, sertifikat tanah, BLT harus dibarengi dengan kebijakan yang membuat taraf hidup masyarakat naik. Jika RUU cipta kerja malah membuat rakyat mudah diperkerjakan dan mudah diberhentikan, keberpihakannya lalu di sudut mana?

Kita juga ingin dengar argumentasi politik presiden yang mencerahkan, mencerdaskan dan tanpa contekan. Tetapi Jokowi lebih memilih membungkam persepsi kritis tentangnya dengan cara terus mengambil hati rakyat kecil. 

Dengan demikian, Jokowi melenggang sempurna menikmati kekuasaan tanpa bisa disentuh oleh kritik perbaikan.

Mengkritik Jokowi berarti Melawan Persepsi Rakyat

Persepsi masyarakat tentang citra baik Jokowi sangat kuat. Tentu saja disuburkan oleh pemberitaan media dan endorse dari berbagai pihak yang berkepentingan melanggengkan kekuasaan Jokowi.

Banyak yang sudah bersuara tentang utang yang makin meningkat, tentang subsidi mobil listrik yang dinilai menunjukkan keberpihakan terhadap kalangan atas, tentang skema pembangunan infrastruktur yang menyedot ABPN berlebih, tentang bagi-bagi jabatan, tentang RUU Cipta Kerja, tentang isu hukum, HAM dan kebebasan berpendapat, yang terbaru tentang isu dinasti, nepotisme dan abuse of power.

Tapi segala persoalan di atas tidak lebih seksi dari Jokowi yang membagikan bansos sendiri. Mata masyarakat sudah dipenuhi dengan kekaguman terhadap sosok Jokowi yang sederhana. Sehingga citranya sebagai orang baik di masyarakat tidak mudah tergoyahkan dengan isu-isu elitis seperti di atas.

Sehingga yang mengkritik Jokowi sama saja dengan sengaja meminum ramuan pahit karena harus berperang dengan persepsi masyarakat. Banyak hal yang menjadi faktor pendukung, salah satunya adalah banyak orang yang telah tersandera oleh 'hutang budi'. Dan Jokowi akan selalu merawat situasi yang menguntungkan dirinya.

Jokowi Begawan Politik

Saat ini, setelah terang benderang sepak terjang 'pengkhianatan' Jokowi terhadap amanah rakyat, tetap saja bayak yang membela, tidak sedikit yang memaklumi, tidak sedikit yang melakukan pembodohan publik demi pasang badan untuk Jokowi.

Rakyat yang kritis diminta untuk berbaik sangka terhadap keganjilan yang ada. Akademisi yang bersuara dicurigai sebagai partisan belaka. Ahli hukum tata negara tidak ada harga dirinya setelah konstitusi diacak-acak demi kepentingan dinasti.

Kalangan yang membela tidak main-main. Semua jajaran pemerintahan dari pusat sampai daerah kompak satu suara menepis isu miring terhadap presiden Jokowi. Jika pun ada suara sumbang, maka akan disenyapkan hingga tidak akan sanggup mengganggu orkestra yang telah dimainkan. Jokowi memang hebat.

Begawan politik saat ini adalah Jokowi. Ia tidak perlu bersuara untuk membela diri. Ia membangun sistem yang 'sukarela' menjadi tameng untuk dirinya. Ia membius rakyat kecil dengan kesederhanaannya dan disaat yang sama menjadi serigala yang menyelinap di antara para domba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun