Padahal, substansi seorang pemimpin itu ada pada gagasannya. Tapi Jokowi mengaburkannya dengan terkesan 'sibuk' dan banyak kerja karena mengerjakan hal-hal yang bukan pada levelnya.
Jokowi Pembaca yang Cermat
Tentu saja taktik demikian bukan tanpa rancangan. Jokowi telah berhasil memenangkan 2 kali kontestasi pilpres. Hal tersebut membuktikan bahwa gaya berpolitik Jokowi disenangi masyarakat banyak.
Dalam hal ini, memang kerancuan kerap terjadi, persepsi masyarakat tentang pemimpin merakyat adalah sesederhana kerap menyambangi rakyat. Rakyat fokus pada kehadiran fisik pemimpinnya bukan produk kebijakannya.
Jokowi membaca itu dengan cermat. Ia masuk ke gorong-gorong, blusukan ke pasar, dan sederet aktivitas yang membuat ia 'dekat' dengan rakyat. Apa itu salah? Tentu saja iya, jika tidak bersanding dengan pendekatan lainnya.
Blusukan ke pasar harus berbarengan dengan stabilitas harga pangan. Jika harga bahan pokok terus meningkat, apa fungsi blusukan?
Membagikan meteran, bansos, sertifikat tanah, BLT harus dibarengi dengan kebijakan yang membuat taraf hidup masyarakat naik. Jika RUU cipta kerja malah membuat rakyat mudah diperkerjakan dan mudah diberhentikan, keberpihakannya lalu di sudut mana?
Kita juga ingin dengar argumentasi politik presiden yang mencerahkan, mencerdaskan dan tanpa contekan. Tetapi Jokowi lebih memilih membungkam persepsi kritis tentangnya dengan cara terus mengambil hati rakyat kecil.Â
Dengan demikian, Jokowi melenggang sempurna menikmati kekuasaan tanpa bisa disentuh oleh kritik perbaikan.
Mengkritik Jokowi berarti Melawan Persepsi Rakyat
Persepsi masyarakat tentang citra baik Jokowi sangat kuat. Tentu saja disuburkan oleh pemberitaan media dan endorse dari berbagai pihak yang berkepentingan melanggengkan kekuasaan Jokowi.
Banyak yang sudah bersuara tentang utang yang makin meningkat, tentang subsidi mobil listrik yang dinilai menunjukkan keberpihakan terhadap kalangan atas, tentang skema pembangunan infrastruktur yang menyedot ABPN berlebih, tentang bagi-bagi jabatan, tentang RUU Cipta Kerja, tentang isu hukum, HAM dan kebebasan berpendapat, yang terbaru tentang isu dinasti, nepotisme dan abuse of power.
Tapi segala persoalan di atas tidak lebih seksi dari Jokowi yang membagikan bansos sendiri. Mata masyarakat sudah dipenuhi dengan kekaguman terhadap sosok Jokowi yang sederhana. Sehingga citranya sebagai orang baik di masyarakat tidak mudah tergoyahkan dengan isu-isu elitis seperti di atas.