Mohon tunggu...
Shalwa Dhania
Shalwa Dhania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ilmu Komunikasi Universitas Medan Area

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

RUU Penyiaran Berdampak Positif atau Negatif?

5 Juni 2024   17:20 Diperbarui: 5 Juni 2024   17:24 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://blog.justika.com/pidana-dan-laporan-polisi/uu-bantuan-hukum/

Baru-baru ini ramai dibicarakan mengenai revisi undang-undang penyiaran No. 32 tahun 2002. Beragam opini yang dapat kita temukan mengenai RUU Penyiaran ini. Masyarakat mulai terbelah pada grup Pro dan Kontra.

Apakah RUU Penyiaran ini memberikan dampak positif atau sebaliknya, memberikan dampak negatif?

Sebelumnya, kita perlu mengetahui apa itu undang-undang penyiaran.
Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002  (atau Undang-Undang Penyiaran) merupakan undang-undang yang mengatur  prinsip-prinsip  penyiaran yang berlaku di Indonesia.

Hal tersebut meliputi asas, tujuan, fungsi dan arah lembaga penyiaran nasional, peraturan Komisi Penyiaran Indonesia, lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran pelanggan, lembaga penyiaran komunitas, lembaga penyiaran asing, lembaga penyiaran dan lembaga penyiaran. Termasuk pers, jaringan sistem transmisi (baik televisi maupun radio) serta kegiatan perizinan dan penyiaran.

Kembali menjadi topik hangat dikarenakan undang-undang penyiaran ini mengalami per-revisian.

Pasal 50B Ayat (2) huruf k berbunyi, "Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme,"

Pasal ini dianggap bisa menjadi ancaman bagi para pers karena pasal ini bersifat multitafsir yang memungkinkan merenggut kebebasan pers dalam menyalurkan informasi kepada masyarakat.

Kemudian pasal 50B ayat (2) misalnya, yang mencantumkan larangan konten berita yang ditayangkan melalui media penyiaran, antara lain penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Kemudian melarang konten yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme.

RUU Penyiaran ini seolah-olah menutup akses masyarakat untuk ikut mendapatkan informasi tentang jurnalisme investigasi yang dihasilkan oleh media.

Menurut saya dengan adanya RUU Penyiaran juga dapat membuat tugas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lembaga Sensor Film (LSF) tidak berjalan efisien, dengan mengharuskan kedua lembaga tersebut sama-sama menyensor sebuah tayangan yang menyebabkan ketumpang tindihan tugas kedua lembaga tersebut.

Tetapi disisi lain RUU Penyiaran ini juga memiliki dampak positif, dengan adanya RUU Penyiaran ini mungkin bisa meminimalisir atau bahkan menghilangkan konten-konten yang tidak bermanfaat dan konten yang bersifat negatif.

Terdapat kata "larangan" pada beberapa pasal RUU Penyiaran seperti contoh pada pasal 50B ayat (2) misalnya, yang mencantumkan larangan konten berita yang ditayangkan melalui media penyiaran, antara lain penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Kemudian melarang konten yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme.

Alangkah baik jika seharusnya kata "larangan" pada RUU Penyiaran bisa diganti menjadi "batasan" agar tidak begitu mengekang kreativitas dan hak kemerdekaan pers serta hak masyarakat atas informasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun