Mohon tunggu...
Shalsa NabilaRachma
Shalsa NabilaRachma Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Indonesia di Tengah Tren Kontraksi PDB ASEAN Akibat Covid-19

30 Desember 2020   18:16 Diperbarui: 30 Desember 2020   20:19 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir tahun 2019 merupakan awal dari sebuah pandemi dimulai, yang di mana pada 31 Desember 2019 China mengirim peringatan ke World Health Organization (WHO) mengenai kemunculan pneumonia di kota Wuhan yang kemudian dikenal dengan Pandemi Covid-19 hingga saat ini. Dengan potensi penularan yang sangat cepat melalui udara membuat virus ini dapat dengan mudah menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. 

Selain itu, dampak dari Covid tidak hanya dalam bidang kesehatan, namun juga merambat ke segala aspek kehidupan, tidak terkecuali aspek ekonomi. Dengan adanya pembatasan interaksi sosial dalam upaya penanganan Covid membuat kegiatan ekonomi melesu di segala sektor perekonomian di dunia, termasuk ASEAN dan Indonesia. 

Sejak awal tahun 2020, negara-negara ASEAN telah mengalami dampak dari menurunnya aktivitas ekonomi global yang diakibatkan pandemi Covid-19. Ditunjukkan dari grafik diatas bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi yang negatif. 

Seperti diketahui, faktor utama pendukung pertumbuhan ekonomi banyak berasal dari aktivitas perdagangan internasional dan investasi yang merupakan modal utama untuk meningkatkan daya saing perdagangan. Menurunnya investasi pada negara-negara ASEAN pada Q1 dan pertumbuhan ekonomi pada Q2, dengan begitu negara-negara ASEAN telah memasuki fase resesi ekonomi.

pdbq2-jpg-5fec6d00d541df047a71ba83.jpg
pdbq2-jpg-5fec6d00d541df047a71ba83.jpg
Berdasarkan tabel di atas, perekonomian Malaysia tercatat terkontraksi hingga 17,1% secara tahunan (YoY). Hal tersebut dikarenakan pemerintahnya yang tegas dalam pemberlakuan lockdown di wilayahnya untuk memperlambat penyebaran virus Covid-19. Tercatat angka konsumsi rumah tangga merosot hingga 18,5% dan investasi turun 28,9%. 

Di posisi kedua dan ketiga, PDB negara Filipina dan Thailand terkontraksi dengan angka 16,5% (YoY) dan 13,3% (YoY). Keduanya diketahui mengandalkan pariwisata sebagai salah satu komponen utama GDP yang di mana setelah terjadi pandemi, praktis jumlah turis asing maupun lokal menurun sangat drastis. Tercatat sektor pariwisata Thailand sendiri mengambil andil 21,6% dari PDB.

Selanjutnya perekonomian Singapura juga mengalami kontraksi sebesar 12,6%. Hal tersebut dikarenakan perekonomian Singapura disokong oleh global trade sehingga mengalami kemerosotan yang sangat besar.

Covid-19 hadir dan menimbulkan kerentanan yang menyerang perekonomian, seperti terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan ketimpangan vertikal dan horizontal, peningkatan utang luar negeri, upaya fiskal yang rendah, serta meningkatkan pengeluaran dan kebutuhan di bidang kesehatan.

Di indonesia sendiri kondisinya lebih baik karena awal tahun aktivitas ekonomi masih berjalan normal sampai akhir Q1. Indonesia masih mencatatkan kinerja pertumbuhan yang positif meski sudah menunjukan penurunan PDB. 

laju-pertumbuhan-jpg-5fec6d6dd541df3d870dde52.jpg
laju-pertumbuhan-jpg-5fec6d6dd541df3d870dde52.jpg
Berdasarkan diagram laju pertumbuhan Indonesia triwulan (YoY), pertumbuhan PDB tahun 2017-2019 berjalan secara stagnan. Kemudian pada triwulan I 2020 sebagai tanda awal mula penurunan laju ekonomi Indonesia menurun hingga titik 2,97, sedangkan pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi yang lebih besar hingga menyentuh -5,32. Dengan penurunan sebesar 5,32 ditambah kondisi pandemi yang belum dapat diatasi dengan baik di Indonesia, akan sulit memperbaiki laju pertumbuhan PDB di kuartal selanjutnya sehingga tidak memungkinkan untuk terhindar dari resesi.

Xp3OAb2JWIpIyAZYXyoklWluqgbA-dmtu_GJU_xu26qxO_Lrv1RGQyUxXAi6FqIvF4CUMSP8oIjnryQ1I-OCKhzgh64Kc-1QJ1Wp9KwTxwjWmvsNwIkOt-u3w5F09V4clS1s4CR2
Xp3OAb2JWIpIyAZYXyoklWluqgbA-dmtu_GJU_xu26qxO_Lrv1RGQyUxXAi6FqIvF4CUMSP8oIjnryQ1I-OCKhzgh64Kc-1QJ1Wp9KwTxwjWmvsNwIkOt-u3w5F09V4clS1s4CR2

tabel-jpg-5fec7ce38ede4875cb309c82.jpg
tabel-jpg-5fec7ce38ede4875cb309c82.jpg
_edfFgnTyGnczdJD6k145ch6Ruixwv3xw4YNqhfFRdh8iEM7TpJizq9_Jq7BBboKetIH0Wah7wKQ641ITFciQ1jE75XSRabvLyidIHSO_bz0a2IN-GVFvYRNn1Lr12XoKoLjj88z
_edfFgnTyGnczdJD6k145ch6Ruixwv3xw4YNqhfFRdh8iEM7TpJizq9_Jq7BBboKetIH0Wah7wKQ641ITFciQ1jE75XSRabvLyidIHSO_bz0a2IN-GVFvYRNn1Lr12XoKoLjj88z

Pertumbuhan PDB berdasarkan lapangan usaha dengan perbandingan triwulan II di tahun 2019 dengan triwulan II 2020 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan pada triwulan II 2020 yang di setiap sektor mengalami minus yang cukup banyak. 

gQT7Do5nGjZliB-RSoorB53GCwKKONZ5Pj35I63PzyAj0NEVN35ufJMSf-8-7YBtTFYdsT4kUmP-Pr-dO9HS440pmk-7naglhvLdcOxBTrmQhMwFpwFOIlv4V9dcAR6oyFsCFlVJ
gQT7Do5nGjZliB-RSoorB53GCwKKONZ5Pj35I63PzyAj0NEVN35ufJMSf-8-7YBtTFYdsT4kUmP-Pr-dO9HS440pmk-7naglhvLdcOxBTrmQhMwFpwFOIlv4V9dcAR6oyFsCFlVJ

Penurunan penjualan retail sebelum adanya pandemi sudah mengalami penurunan di akhir tahun 2019 dan semakin memburuk bahkan menyentuh angka minus 20,6 di bulan Juni 2020, setelah pandemi memasuki Indonesia. 

FIIs0qyegMcSC9dayvYdVd5y_a43tgZ-5wR6rnaxRe2nJQWU4frnBylF3Lofr3tH9dcDMDdAch3sHHA3n5zL1xHvXbF8Egym_A18cMTviRc5V4VNOj4dwDtd2YGEZGzxfymiCfhO
FIIs0qyegMcSC9dayvYdVd5y_a43tgZ-5wR6rnaxRe2nJQWU4frnBylF3Lofr3tH9dcDMDdAch3sHHA3n5zL1xHvXbF8Egym_A18cMTviRc5V4VNOj4dwDtd2YGEZGzxfymiCfhO

Peningkatan utang luar negeri yang melonjak tajam di saat triwulan II – 2020, dan pertumbuhan PDB tidak mengalami peningkatan secara signifikan pada triwulan II – 2020.

Seperti yang telah kita ketahui, Indonesia masih cukup beruntung dibandingkan negara ASEAN lain karena mengalami kontraksi PDB sebesar 5,32 dengan angka Q1 tahun 2020 yang masih positif meskipun menurun. Meski begitu, pemerintah malah semakin dituntut untuk lebih memutar otak dalam mempertahankan dan mengembalikan PDB Indonesia agar permasalahan perekonomian Indonesia tidak semakin memburuk.

Dalam rangka menangani covid, Sri Mulyani beserta jajarannya mengeluarkan beberapa stimulus dan kebijakan terkait sektor pembentuk PDB. Pemerintah menghapus sementara batas defisit anggaran 3% dari PDB untuk tahun 2020-2022, sebab kebijakan ini akan menjadi bumerang jika pemulihan ekonomi Indonesia lambat. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan stimulus fiskal dengan perkiraan defisit anggaran sebesar 5,1% dari PDB pada tahun 2020, naik dari 2,2% pada tahun 2019. Pemerintah juga menurunkan pajak perusahaan dari 25% menjadi 22% di tahun ini dan akan menjadi 20% pada 2020. Penurunan pajak ini nantinya akan berdampak jangka panjang pada pendapatan fiskal. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) berwenang untuk membeli surat utang negara di pasar perdana. 

Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan paket bantuan dan pemulihan seperti dalam bidang kesehatan Rp 75 triliun, perlindungan sosial Rp 110 triliun, insentif pajak dan kredit usaha Rp 70,1 triliun, stimulus untuk UKM Rp 123,46 triliun, stimulus BUMN & Korporasi Rp 53,57 triliun, serta bantuan Kementrian & Pemerintah Daerah Rp 106,05 triliun.

Dengan adanya beberapa kebijakan tersebut, terlihat jelas bahwa Indonesia tidak turut mengikuti tren lockdown yang marak diterapkan negara-negara lain. Sebab seperti yang dilansir dalam website KOMPAS.COM, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah berpendapat, bahwa jika lockdown diterapkan, maka perekonomian Indonesia akan mati. Selama ini Piter menilai pemerintah nampak ragu untuk mengambil tindakan drastis mengatasi corona dan dilanda dilema antara mengatasi virus corona dengan upaya menyelamatkan perekonomian. 

Pemerintah pun akhirnya mengambil jalan tengah dengan mengatasi penyebaran virus corona sembari menyelamatkan perekonomian dengan menerapkan physical distancing. Peraturan tersebut ditetapkan agar masyarakat membatasi aktivitas dan interaksi secara langsung guna memutus penyebaran virus tanpa mematikan kegiatan ekonomi.  

Jika pemerintah telat dalam menangani pandemi Covid-19 dapat mengakibatkan hal-hal yang lebih buruk terhadap perekonomian bangsa. Dapat kita lihat dari perbedaan situasi ekonomi yang terjadi di Indonesia dan India diakibatkan karena perbedaan penerapan kebijakan lockdown yang dilakukan di dua negara tersebut. Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang relatif lebih luwes dibandingkan India yang menerapkan kebijakan lockdown yang ketat. 

Dengan diterapkannya lockdown yang ketat diharapkan akan menghambat penyebaran penyakit, namun yang terjadi di India justru kebijakan ini memicu kekacauan di kalangan masyarakat. Penutupan wilayah akibat virus corona membuat industri-industri utama berhenti beroperasi dan membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan. 

Dampak dari penyebaran virus corona di India juga membuat sejumlah orang di kota besar memilih untuk pulang ke daerah asalnya, namun pemerintah di India menutup akses transportasi. Itulah sebabnya banyak kekacauan selama pelaksanaan lockdown di India. Sementara Indonesia memilih menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dibandingkan lockdown.

Alasannya agar masyarakat masih bisa melakukan aktivitasnya. Dengan penerapan PSBB tersebut, perekonomian Indonesia masih tetap berjalan dan terselamatkan dari kontraksi yang sangat dalam. 

Daftar pustaka

https://fiskal.kemenkeu.go.id/data/document/2020/kajian/Kajian-PKRB-FULL.pdf

https://www.cnbcindonesia.com/market/20200815130843-17-180052/intip-rapor-ekonomi-negara-negara-asean-melawan-corona

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun