Pertumbuhan PDB berdasarkan lapangan usaha dengan perbandingan triwulan II di tahun 2019 dengan triwulan II 2020 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan pada triwulan II 2020 yang di setiap sektor mengalami minus yang cukup banyak.Â
Penurunan penjualan retail sebelum adanya pandemi sudah mengalami penurunan di akhir tahun 2019 dan semakin memburuk bahkan menyentuh angka minus 20,6 di bulan Juni 2020, setelah pandemi memasuki Indonesia.Â
Peningkatan utang luar negeri yang melonjak tajam di saat triwulan II – 2020, dan pertumbuhan PDB tidak mengalami peningkatan secara signifikan pada triwulan II – 2020.
Seperti yang telah kita ketahui, Indonesia masih cukup beruntung dibandingkan negara ASEAN lain karena mengalami kontraksi PDB sebesar 5,32 dengan angka Q1 tahun 2020 yang masih positif meskipun menurun. Meski begitu, pemerintah malah semakin dituntut untuk lebih memutar otak dalam mempertahankan dan mengembalikan PDB Indonesia agar permasalahan perekonomian Indonesia tidak semakin memburuk.
Dalam rangka menangani covid, Sri Mulyani beserta jajarannya mengeluarkan beberapa stimulus dan kebijakan terkait sektor pembentuk PDB. Pemerintah menghapus sementara batas defisit anggaran 3% dari PDB untuk tahun 2020-2022, sebab kebijakan ini akan menjadi bumerang jika pemulihan ekonomi Indonesia lambat. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan stimulus fiskal dengan perkiraan defisit anggaran sebesar 5,1% dari PDB pada tahun 2020, naik dari 2,2% pada tahun 2019. Pemerintah juga menurunkan pajak perusahaan dari 25% menjadi 22% di tahun ini dan akan menjadi 20% pada 2020. Penurunan pajak ini nantinya akan berdampak jangka panjang pada pendapatan fiskal. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) berwenang untuk membeli surat utang negara di pasar perdana.Â
Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan paket bantuan dan pemulihan seperti dalam bidang kesehatan Rp 75 triliun, perlindungan sosial Rp 110 triliun, insentif pajak dan kredit usaha Rp 70,1 triliun, stimulus untuk UKM Rp 123,46 triliun, stimulus BUMN & Korporasi Rp 53,57 triliun, serta bantuan Kementrian & Pemerintah Daerah Rp 106,05 triliun.
Dengan adanya beberapa kebijakan tersebut, terlihat jelas bahwa Indonesia tidak turut mengikuti tren lockdown yang marak diterapkan negara-negara lain. Sebab seperti yang dilansir dalam website KOMPAS.COM, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah berpendapat, bahwa jika lockdown diterapkan, maka perekonomian Indonesia akan mati. Selama ini Piter menilai pemerintah nampak ragu untuk mengambil tindakan drastis mengatasi corona dan dilanda dilema antara mengatasi virus corona dengan upaya menyelamatkan perekonomian.Â
Pemerintah pun akhirnya mengambil jalan tengah dengan mengatasi penyebaran virus corona sembari menyelamatkan perekonomian dengan menerapkan physical distancing. Peraturan tersebut ditetapkan agar masyarakat membatasi aktivitas dan interaksi secara langsung guna memutus penyebaran virus tanpa mematikan kegiatan ekonomi. Â