Salman Rushdie adalah seorang novelis keturuan India berkebangsaan Inggris yang menerbitkan buku The Satanic Versis atau Ayat-ayat setan. Novel ini terbit tahun 1988 yang sebagian kisahnya dari kehidupan Nabi Muhammad SAW. Judul buku ini diambil dari cerita bahwa seakan bahwa Nabi Muhammad pernah ditipu oleh syetan sehingga beberapa ayat suci Al-Quran bukanlah dari Allah tapi dari syetan, sebuah cerita yang tak masuk akal. Dengan kata lain seakan ummat Islam dibohongi oleh beberapa ayat Al-Quran.
Bukan itu saja, buku itu memuat seorang tokoh dinamakan M**** yang jadi panggilan ejekan kepada baginda Nabi di zaman Perang Salib, juga menggunakan beberapa tokoh yang namanya sama dengan anak dan istri Nabi bahkan istri Nabi diasosiasikan dengan para pelacur di kota namanya Jahilia.
Buku ini mengundang protes dari seluruh penjuru dunia dan bukan hanya terjadi di negara-negara berpenduduk Muslim. Komunitas muslim di berbagai negara juga ikut turun ke jalan untuk memprotes buku ini. Tahun 1989 Pemimpin tertinggi Republik Islam Iran Ayatullah Rohullah Khomeini mengeluarkan fatwa yang memerintahkan muslim di manapun di dunia ini untuk membunuh Salman Rushdie. Meskipun Presiden Muhammad Khatami mengatakan tak lagi mendukung dibunuhnya Rushdie, fatwa itu sampai sekarang tak pernah dicabut.
Salman Rushdie sendiri sejak peristiwa itu hidup dalam persembunyian, tak muncul di publik kecuali kalau dengan pengawalan ketat, apalagi setelah beberapa upaya pengeboman dan pembunuhan yang pernah dilakukan terhadapnya.
Di Indonesia, 15 Oktober tahun 1990 Tabloid Monitor yang pemrednya adalah Arswendo Atmowiloto mengeluarkan hasil polling kagum 5 juta, di mana Suharto urutan teratas, Nabi Muhammad urutan ke 11, dan Arswendo sendiri di urutan ke 10. Ummat Islam mempermasalahkan mengapa nama baginda Nabi turut dimasukkan dalam hasil polling.
Dalam beberapa hari saja ummat Islam langsung bereaksi keras. Tanggal 17 Oktober suasana semakin panas, orasi dilakukan di berbagai tempat, masjid dan kampus. Tanggal 22 Oktober massa mengepung kantor Monitor, kemudian menerobos ruang redaksi, mengaduk-aduk arsip, menghantam komputer, serta menjungkirbalikkan kursi dan meja.
Suasana makin runyam dan Arswendo memohon bantuan Emha Ainun Najib untuk meredakan suasana. Emha tak menyanggupi karena protes sudah terjadi merata di seluruh Indonesia. Massa reda setelah Arswendo ditangkap, diadili dan kemudian dibui 5 tahun penjara. Monitor pun kemudian dicabut SIUPP-nya.
Bulan Oktober 2016, beredar video Ahok bertemu warga di Kepulauan Seribu yang di-release oleh Pemda DKI. Di sekitar menit 20-30 Ahok berkata, "Bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu enggak bisa pilih saya, ya kan dibohongi pakai surat al-Maidah:51 macem-macem itu.”
Video ini langsung memicu protes di media sosial. Sampai tanggal 6 Oktober sore media mainstream semuanya membisu, padahal di change.org sudah ada lebih dari 40 ribu orang menandatangani petisi yang mempermasalahkan ucapan Ahok itu. Kemarahan muncul di mana-mana dan dikhawatirkan bisa meletup jika tak segera ditanggulangi. Video di Youtube yang panjangnya 2 jam tiba-tiba sudah dihapus, tapi sudah ribuan orang yang mengunduh video tersebut.
Belakangan Ahok lewat akun FB-nya balik bertanya apa yang salah sambil kembali memuat video kontroversial tersebut. Tim sukses Ahok sibuk melakukan pembelaan dan menyatakan bahwa kalimat yang digunakan adalah "dibohongi pakai surat Al-Maidah" dan bukan "dibohongi oleh surat Al-Maidah", sehingga Ahok tak pernah bermaksud mengatakan bahwa Quran itu bohong, tapi ada orang yang membohongi dengan menggunakan surat Al-Maidah.
Katakanlah orang yang membohongi itu namanya Jokodot, dan sekarang kita akan mencari tahu kebohongan apa yang dilakukan oleh Jokodot sebagaimana di kalimat Ahok itu.
Misalkan ada surat dokter yang menyatakan Ahok gila, dan surat dokter itu digunakan oleh orang bernama Jokodot untuk menganjurkan orang agar tak memilih Ahok. Karena kampanye Jokodot itu akhirnya Ahok berkata, "Bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu enggak bisa pilih saya, ya kan dibohongi pakai surat dokter macem-macem itu.”.
Saya tak mengambil contoh surat dokter yang menyatakan Ahok tak gila, karena jika dokter menyatakan Ahok tak gila, Ahok tak akan pernah mempermasalahkan surat dokter itu.
Jadi apa sebenarnya makna kalimat, "Bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu enggak bisa pilih saya, ya kan dibohongi pakai surat dokter macem-macem itu.”?
Karena contoh ini menyatakan surat dokter itu memang menyatakan Ahok gila, dan Jokodot menyatakan sama persis seperti isi surat yang menyatatakan Ahok gila maka maksud Ahok dengan pernyataan itu ingin mengatakan bahwa dokter yang membuat surat itu yang bohong. Ahok merasa dirinya tak gila tapi dikatakan gila oleh dokter itu.
Kembali ke ucapan asli Ahok, isi surat Al-Maidah ayat 51 memang menyatakan untuk tak memilih orang kafir jadi pemimpin. Siapapun yang menyatakan untuk tak memilih orang kafir jadi pemimpin jelas tak berbohong karena ucapan mereka sama persis dengan isi surat Al-Maidah ayat 51. Jadi kalau demikian, siapa pembohong yang dimaksud Ahok?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H