Meskipun demikian, produsen makanan baik pabrikan makanan, restoran, dan tempat makan lainnya wajib mengikuti program edukasi cara membuat produk halal dan ini bisa dijadikan syarat untuk mendapatkan izin usaha. Program edukasi ini bisa diselenggarakan pemerintah dengan bantuan MUI dan ormas Islam yang ada. Edukasi ini materinya sederhana karena hanya mengenalkan bahan-bahan yang dianggap tidak halal digunakan dalam makanan dan bagaimana cara pemrosesannya secara halal.
Dengan demikian maka semua produsen/importir makanan/pengusaha restoran pada dasarnya harus menempel label haram kecuali yakin semua bahan yang digunakan dan cara pemrosesannya sudah sesuai dengan ketentuan produk halal. Jika produknya halal maka tak perlu mencantumkan keterangan dan label apa-apa.
Pemasangan daftar bahan yang digunakan
Ketentuan ini sudah lama diterapkan untuk produk makanan dimana kemasannya tercantum semua bahan yang digunakan untuk membuat produk tersebut. Meskipun demikian untuk restoran dan tempat makan yang tak menggunakan tanda haram perlu untuk memasang informasi mengenai merek dan jenis bahan yang digunakan untuk berbagai menu masakan yang ada dalam restoran tersebut.
Sebaliknya restoran non halal yang sudah menempel tanda haram di pintu masuknya tak perlu lagi mencantumkan daftar bahan makanan yang digunakan.
Informasi ini bisa cukup ditulis dalam board atau sebagai tambahan informasi di menu makanan dan bisa jelas terbaca oleh pengunjung. Ketentuan ini tak berlebihan dan tak akan merepotkan karena hanya informasi ini hanya berubah jika ada perubahan dari bahan yang digunakan. Dengan demikian pengunjung muslim akan merasa aman apabila masuk ke restoran apa saja selama restoran itu tak memasang tanda makanan haram di pintunya dan pengunjung bisa memvalidasi bahan yang digunakan dalam restoran tersebut dengan memeriksa daftar bahan yang digunakannya.
Pengunjung diingatkan bukan restoran halal
Restoran yang memasang label haram di pintunya juga sebaiknya diminta untuk kembali mengingatkan pengunjung bahwa restoran ini bukanlah restoran halal. Pelayan hanya perlu waktu sepuluh detik menyampaikan informasi ini dibandingkan dengan waktu untuk mencatat pesanan makanan yang bisa mencapai sepuluh menit bahkan lebih.
Pengunjung yang datang berkunjung ke restoran haram bisa disapa dengan "Selamat siang, kami ingatkan bahwa restoran ini bukan restoran halal, ada yang bisa kami bantu ?".
Ketentuan ini diperlukan untuk mencegah kejadian pengunjung muslim secara tak sadar masuk dan mengkonsumsi makanan di restoran tersebut karena terlewat membaca restoran haram di pintu masuk.
Alternatif lain bisa juga dengan menggunakan pengenaan warna meja dan kursi, yaitu restoran yang non halal harus mengecat mejanya dengan warna tertentu, misalnya warna hitam/merah.
Peran MUI
Undang-undang JPH menyebutkan beberapa kali peran MUI yang antara lain mengeluarkan fatwa halal tertulis yang digunakan sebagai dasar bagi BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), Â melakukan sertifikasi Auditor Halal, memberi fatwa kepada menteri tentang bahan yang diharamkan, melakukan sidang fatwa halal, dan akreditasi LPH (bekerjasama dengan BPJPH).
Dari beberapa peran MUI diatas maka pemberian peran untuk mengeluarkan fatwa halal tertulis lewat sidang fatwa halal tampaknya berlebihan. MUI adalah lembaga berisi Pakar dan Ulama yang mumpuni yang tak layak diturunkan levelnya hanya untuk bersidang memutuskan kehalalalan permen nano nano atau Indomie rasa tomyam goong.