Artinya, wewenang pemantau pemilihan untuk penyelenggaraan calon tunggal pilkada pernah diterapkan di Pilkada Serentak 2020. Namun pada akhirnya wewenang pemantau pemilihan dicabut oleh KPU RI seiring dengan terbitknya Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Dengan Berlakunya Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 yang telah diperbaharui melalui Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2024, maka tugas dan wewenang kembali ke habitatnya semula yang semuanya bersifat normatif.Â
Bila kita berpedoman pada ketentuan Pasal 126 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Pasal 50 Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, maka lembaga pemantau Pemilihan mempunyai hak, yakni mendapatkan akses di wilayah Pemilihan, mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan, mengamati dan mengumpulkan informasi jalannya proses pelaksanaan Pemilihan dari tahap awal sampai tahap akhir, berada di lingkungan TPS pada hari pemungutan suara dan memantau jalannya proses pemungutan dan penghitungan suara, mendapatkan akses informasi dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilihan.
Selain hak, lembaga Pemantau Pemilihan juga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai tertuang dalam ketentuan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang dan Pasal 51 Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.Â
Adapun kewajiban lembaga pemantau Pemilihan adalah mematuhi kode etik pemantau Pemilihan yang diterbitkan oleh KPU, mematuhi permintaan untuk meninggalkan atau tidak memasuki daerah atau tempat tertentu atau meninggalkan TPS atau tempat penghitungan suara dengan alasan keamanan, menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan pemantauan berlangsung, menyampaikan hasil pemantauan mengenai pemungutan dan penghitungan suara kepada KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota serta pengawas penyelenggara Pemilihan sebelum pengumuman hasil pemungutan suara, menghormati peranan, kedudukan dan wewenang penyelenggara Pemilihan serta menunjukkan sikap hormat dan sopan kepada penyelenggara Pemilihan dan kepada Pemilih, melaksanakan perannya sebagai pemantau Pemilihan secara objektif dan tidak berpihak dan membantu Pemilih dalam merumuskan pengaduan yang disampaikan kepada pengawas Pemilihan.
Disamping memiliki hak dan kewajiban, ternyata lembaga pemantau Pemilihan terdapat hal-hal yang dilarang dilakukan selama menjalankan tugas sebagaimana tercantum pada ketentuan Pasal 128 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Pasal 52 Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.Â
Larangan itu mencakup adalah melakukan kegiatan yang mengganggu proses penyelenggaraan Pemilihan, mempengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya untuk memilih, mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggara Pemilihan, memihak kepada Peserta Pemilihan tertentu, menggunakan seragam/warna atau atribut lain yang memberikan kesan mendukung atau menolak peserta Pemilihan, menerima atau memberikan hadiah/imbalan atau fasilitas apapun dari atau kepada peserta Pemilihan, mencampuri dengan cara apapun urusan politik dan Pemerintahan dalam negeri Indonesia dalam hal pemantauan Pemilihan asing, membawa senjata, bahan peledak dan/atau bahan berbahaya lainnya selama melakukan pemantauan, masuk ke dalam area tempat pemungutan suara, menyentuh perlengkapan/alat pelaksanaan pemilihan termasuk surat suara tanpa persetujuan petugas penyelenggara Pemilihan dan melakukan kegiatan lain selain yang berkaitan dengan pemantau Pemilihan.
Gugat Hasil Pilkada.
Meski ada batasan dalam melaksanakan tugas dan wewenang dalam pemantaun pemilihan, ternyata Mahkamah Konstitusi RI memperkuat kedudukan hukum (Legal Standing) lembaga Pemantau Pemilihan dalam Pilkada Serentak 2024 dalam perselisihan hasil pemilihan (PHP) yang akan bergulir di lembaga penjaga konstitusi tersebut.Â