Mohon tunggu...
Shahibil Linuriyah
Shahibil Linuriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa fakultas hukum universitas airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Modus Penipuan Online, Bagaimana Penegakan Hukumnya?

27 Mei 2022   13:26 Diperbarui: 28 Mei 2022   19:51 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media online merupakan sarana komunikasi yang menggunakan internet. Media online ini sebenarnya memiliki segudang manfaat yang diketahui semua orang, salah satunya adalah jual beli online. 

Jual beli online pada saat ini sangat diminati oleh masyarakat Indonesia karena caranya yang praktis dan tidak perlu mengeluarkan tenaga untuk pergi ke marketplace yang dituju. Namun, dengan adanya kemudahan ini tidak jarang orang memanfaatkan kepintarannya untuk menipu orang lain.

Dalam survey yang dilakukan secara mandiri oleh penulis kepada 100 responden, E-commerce yang paling sering dimanfaatkan oleh penipu adalah Shopee dan yang kedua adalah Tokopedia. 

Tidak hanya kedua e-commerce tersebut, beberapa pelaku juga mengatasnamakan instansi pemerintah seperti Bea Cukai dan kepolisian. Nama-nama bank ternama di Indonesia juga turut menjadi modus yang mereka luncurkan kepada korban. 

Modus penipuan yang seringkali mereka gunakan adalah menawarkan produk branded, pemenang undian, dan pinjaman online. Beberapa orang mengaku mereka sempat dimintai untuk mentrasfer sejumlah uang kepada pelaku agar barang atau undian tersebut dapat diterima.

Dari pengalaman pribadi penulis, pelaku sempat mengaku sebagai karyawan salah satu marketplace dan dengan lengkap menyebutkan data diri penulis bahwasanya penulis memenangkan sebuah undian. 

Dalam menjalankan aksinya pelaku menggunakan media online berupa WhatsApp. Yang menjadi pertanyaan disini adalah data-data pribadi dan nomor telepon tersebut didapat darimana? Kebocoran data ini bisa saja terjadi di era yang serba mudah ini. 

Mereka bisa saja menggunakan kecerdasan mereka untuk meretas media sosial kalian. Data diri bisa saja mereka dapatkan dari link mencurigakan yang mereka kirim, biasanya link ini disebar melalui pesan siaran whatsaap dengan imbuhan undian pulsa gratis. 

Oleh karenanya agar data diri kita tetap aman, pastikan jangan mengisi link yang tidak tahu asalnya darimana. Bukan hanya itu saja, langkah lainnya yaitu jangan asal menyambungkan wifi publik, lampirkan data seminimal mungkin, manfaatkan fitur multi otentikasi pada aplikasi dan pastikan situs yang kalian kunjungi sudah HTTPS.

Maraknya penipuan online menjadikan pemerintah negara Indonesia segera membuat regulasi-regulasi guna melindungi segenap kepentingan masyarakatnya. Regulasi yang dapat dikenakan kepada pelaku sebagai berikut:

1. KUHP : 

Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tindak pidana penipuan, yaitu: "Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun." 

Namun, unsur-unsur tindak pidana penipuan online ini tidak sepenuhnya terpenuhi karena media yang utama digunakan oleh pelaku adalah media elektronik yang belum dikenal dalam KUHP maupun KUHAP, cara penipuan yang digunakan berbeda dalam penipuan zaman dulu dengan penipuan zaman sekarang, dan KUHP tidak membebankan pertanggungjawaban pidana pada subyek hukum yang berbentuk badan hukum yang melakukan penipuan online tersebut. 

Sehingga untuk memberikan kepastian hukum pemerintah Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2. UU ITE :

UU ITE ini memang tidak secara spesifik mengatur tentang penipuan. Namun, pada pasal 28 ayat (1) bisa digunakan untuk menjerat pelaku. Pasal ini berbunyi "Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik." 

Sehingga berdasarkan bunyi pasal 28 ayat (1) UU ITE ini, hanya sebatas mengatur mengenai berita bohong dan menyesatkan yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Kemudian untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih maksimal, pasal 28 ayat (1) UU ITE ini dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

3. UU No. 8 Tahun 1999 :

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya dan menciptakan sistem perlindungan terhadap konsumen dengan memberikan kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

Penipuan online sudah tidak bisa dihindari di era digitalisasi seperti saat ini. Oleh karena itu, adanya regulasi-regulasi tersebut untuk menegakkan hukum di Indonesia dan melindungi segenap masyarakat Indonesia dari bahaya para penipu. 

Sehingga sangat penting untuk menindak tegas para pelaku penipuan online tersebut serta jangan segan untuk melaporkan tindakan tersebut disertai dengan bukti yang kuat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun