Unsur kedua adalah Nafsiyah, berasal dari kata nafsu, sedangkan nafsu itu sendiri maknanya sama dengan hawa, yaitu kecenderungan yang ada didalam diri manusia untuk melakukan sesuatu, karena dorongan jasmani dan nalurinya berdasarkan standart tertentu (Pada aqidah tertentu). Dengan demikian nafsiyah-lah yang menjadikan manusia terdorong melakukan perbuatan atau meninggalkannya. Sehingga nafsiyah seseorang itu dikontrol oleh pemahaman dia terhadap sesuatu, atau dengan kata lain nafsiyah seseorang berdasarkan pada aqidahnya. Sehingga perbedaan aqidah pastilah akan menyebabkan perbedaan nafsiyah.Â
Kepribadian Islam merupakan kepribadian yang unik, dimana aqliyah dan nafsiyahnya berasal dari jenis aqidah yang sama, yaitu aqidah Islam. Meskipun kuat dan lemahnya kepribadian tersebut berbeda-beda antara satu orang dengan orang yang lain berbeda-beda. Banyak contoh kekhasan kepribadian Islam yang digambarkan oleh kepribadian Rosulullah dan para sahabat. Kita bisa membacanya dalam buku 60 Karakteristik Sahabat Rosul. Salah satu contoh adalah kisah turun ayat pelarangan Khomer:
Sesungguhnya syaitah itu ingin menciptakan permusuhan dan kebencian diantara kamu karena khamer dan judi. Juga ingin memalingkan kamu daripada zikir kepada Allah dan shalat. Maka berhentilah kamu. (Qs. al-Maaidah [5]: 91).
Saat itu para sahabat berkata Apabila kami mendengar ayat ini maka kami seketika itu juga menghentikannya. Setelah itu mereka membuang khomer yang mereka miliki dijalan-jalan dikota Medinah, dan mereka tidak mau meminumnya kembali. Bahkan dalam sebuah buku siroh, digambarkan jalanan di kota Medinah sampai seperti banjir. Disini kita melihat bahwasannya perbuatan mereka selalu mereka sandarkan pada pemahaman atau aqidah yang mereka punyai. Ketika Aqidah mereka menyatakan Khomer haram, maka nafsiyahnya secara otomatis tidak mendekati lagi khomer itu.Â
Kesimpulannya, Kepribadian Islam adalah susunan antara cara berfikir Islami (aqliyyah Islamiyah) seseorang yang dipadu dengan sikap jiwa Islaminya (nafsiyyah Islamiyyah). Persoalannya, bagaimana membuat susunan itu dalam diri seseorang? Bagimana pula meningkatkan kualitas kepribadiannya? Apa sifat-sifat yang muncul?Â
* Langkah Menyusun Kepribadian Islam.
Untuk menyusun kepribadian Islam dalam diri seseorang, langkah pertama yang harus diintroduksikan dan ditanamkan pada diri seseorang adalah aqidah Islam. Sehingga seseorang sadar bahwa dirinya adalah seorang muslim. Bukan seorang Kristen, bukan Katolik, bukan Budha, bukan Yahudi, bukan Hindu, dan bukan Atheis. Pendeknya dia seorang muslim, bukan kafir. Ia bersaksi bahwa tiada Tuhan yang patut disembah (laa mabuuda) kecuali Allah, lailahaillallah. Dia juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad saw. adalah rasul utusan Allah. Artinya tidak, ada satu bentuk cara penyembahan (ibadah) kepada Allah, dalam arti sempit maupun umum, kecuali cara yang telah diterangkan dan dicontohkan oleh Sayyidina Muhammad rasulullah saw.Â
Iman kepada dua kalimat syahadat itu disadarinya sebagai iman kepada seluruh persoalan yang harus diimani menurut ajaran Islam, baik iman kepada sifat-sifat Allah dan asmaul husnaNya, iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada para Rasul utusan-Nya, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada qodlo dan qodar-Nya, yang baik maupun yang buruk.Â
Iman kepada hari akhir dia fahami sebagai tempat pertanggungjawaban seluruh keimanan dengan segala konsekuensi dan konsistensi dalam kehidupan di dunia. Ia paham bahwa dunia adalah ladang menanam kebajikan untuk dituai buahnya di akhirat. Sebaliknya, orang yang lalai akan ceroboh dan berbuat yang justru membahayakan dirinya sendiri di akhirat nanti. Barang siapa menabur angin, akan menuai badai. Allah SWT memang menciptakan hidup dan mati ini untuk diuji siapa yang terbaik amalannya. Dia berfirman:
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Qs. Al Mulk [67]: 2).
Langkah kedua, adalah bertekad menjadikan aqidah Islam sebagai landasan dalam berfikir menilai segala sesuatu dan dijadikan landasan dalam bersikap dan berperilaku. Dengan tekad itu, telah seorang memiliki cara berfikir Islami (aqliyah Islamiyah) dan sikap jiwa Islami (nafsiyah Islami).Â