Mohon tunggu...
shafwan dzaky
shafwan dzaky Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

futsal,main game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Berpikir Serius

31 Oktober 2023   19:10 Diperbarui: 31 Oktober 2023   19:35 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alasannya, membaca qasdah (jenis puisi Arab, penerj.) atau teks-teks sastra Arab lain seperti an-natsr (sejenis prosa, penerj.) akan melahirkan kenikmatan dan membangkitkan semangat. Artinya, mereka yang melakukan aktivitas tersebut telah melakukan pengolahan teks-teks sedemikian rupa meskipun teks itu sendiri merupakan buah dari proses berpikir. Dengan demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa mereka tidak serius dalam berpikir, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa di antara mereka juga ada yang tidak serius dan sungguh-sungguh.

Fakta demikian berbeda dengan filsafat. Berpikir filsafat pada faktanya hanyalah ditujukan semata-mata untuk mencapai berbagai hakikat, padahal apa yang dipandang oleh para filosof sebagai hakikat sebenarnya bukan hakikat; bahkan tidak berhubungan sedikit pun dengan hakikat.

Sementara itu, pernyataan para ulama balghah yang mengarang karyanya atas dasar metode filsafat yang menegaskan bahwa aktivitas berpikir mereka sebenarnya untuk mengetahui ilmu balghah dan agar orang-orang bisa menjadi ahli balghah hanyalah sebatas klaim saja. ebab, apa yang ada di dalam ilmu tersebut sebenarnya bukan balghah, bahkan tidak berhubungan dengan balghah sedikit pun. Usaha mereka menghasilkan karyanya sebenarnya hanya sekadar dimotivasi untuk membahas dan mencari kenikmatan intelektual semata, tidak sampai pada tujuan untuk menghasilkan ilmu tersebut. Mereka bahkan tidak menghasilkan ilmu tesebut demi mencari kenik-matan intelektual, tetapi lebih karena sesuatu yang lain. 

Oleh karena itu, mereka tidak bisa dipandang sebagai orang-orang yang serius dan sungguh-sungguh dalam berpikir. Pasalnya, bukan karena mereka tidak sampai pada yang mereka kehendaki, tetapi lebih karena watak mereka yang tidak akan mengantarkan pada apa yang mereka kehendaki. Andaikata mereka memang serius dalam berpikir, mereka tidak mungkin menghasilkan filsafat dan ilmu balghah yang semacam itu. Sebab, keseriusan dalam berpikir mengharuskan adanya motif (qashd), sementara motif itu sendiri biasanya akan meng-antarkan pada tujuan (ghyah). Dengan demikian, sekali lagi, mereka tidak memiliki motif apa pun, kecuali hanya sekadar demi pembahasan saja. Walhasil, mereka tidak bisa dianggap serius dalam berpikir.

Keseriusan dalam berpikir tidak mengharuskan adanya jarak yang dekat ataupun jarak yang jauh di antara berpikir dan amal, karena amal sendiri merupakan buah dari aktivitas berpikir. Seseorang kadang berpikir untuk dapat pergi ke bulan, sementara jarak antara berpikir dengan sampai pada tujuan tersebut acapkali jauh sekali. Ada juga orang yang berpikir tentang makan, tetapi jarak antara berpikir tentang makan dan realisasinya acapkali juga jauh. Sebaliknya, ada juga orang yang berpikir tentang bagaimana membangkitkan umatnya. 

Akan tetapi, kadang-kadang jarak antara berpikir tentang kebangkitan umat dan realisainyanya begitu dekat sekali. Walhasil, masalahnya bukanlah masalah jarak, karena jarak antara berpikir dan realisasi, tidak pasti dekat atau jauh, tetapi kadang-kadang dekat dan kadang-kadang jauh. Yang terpenting dalam hal ini adalah keharusan adanya realisasi di balik aktivitas berpikir, baik realisasi tersebut diupayakan oleh si pemikir sendiri ataupun oleh pihak lain.

Dengan demikian, berpikir wajib menghasilkan realisasi atau amal; baik berupa perkataan seperti yang dihasilkan oleh para ahli syair dan sastrawan, berupa tindakan nyata seperti yang dihasilkan oleh para ilmuwan dalam bidang ilmu-ilmu pasti; berupa langkah-langkah strategis seperti yang dihasilkan oleh para ahli politik dan ahli perang; ataupun berupa pekerjaan yang bersifat fisik seperti perang, makan, mengajar, dan yang lainnya.

Berdasarkan paparan di atas, untuk dapat menghasilkan buah yang sedang dipikirkan, berpikir mesti dilakukan dengan serius; baik buah tersebut nantinya diperoleh secara langsung atau malah gagal diraih sama sekali. Artinya, keseriusan merupakan faktor yang harus ada dalam aktivitas berpikir. 

Tanpa ada faktor keseriusan, aktivitas berpikir hanya akan sia-sia dan main-main belaka, serta hanya merupakan rutinitas yang terus-menerus karena adanya pengaruh adat dan kebiasaan. Rutinitas berpikir semacam itu hanya akan menjadikan seorang pemikir menganggap baik kehidupan yang dijalaninya. Lebih dari itu, ia pun akan menjauhkan setiap gagasan tentang perubahan, atau setiap upaya untuk berpikir tentang perubahan, dari benak manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun