2. 10 April 2017 : Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi resmi me-launching Pemanduan di Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura di Harbour Bay, Batam -Â
3. 28 April 2017 : Disaksikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Budi Karya Sumadi dan Menteri Perhubungan Filipina, Arthur P. Tugade menandatangani Deklarasi Bersama tentang Konektivitas Laut Indonesia-Filipina dengan menggunakan Kapal RoRo Rute Bitung-Davao/General Santos -Â
4. 07 Mei 2017 : Menteri Perhubungan berencana membuka konektivitas antara Maluku, Indonesia dengan Australia guna mendorong industri perikanan melalui jalur laut.
http://industri.bisnis.com/read/20170508/98/651587/jalur-konektivitas-maluku-australia-akan-dibuka
Berbicara pembangunan laut indonesia tidak terlepas dari dua aspek, yaitu sisi daratan dan sisi laut. Keduanya berjalan seiring. Kesiapan JICT dengan kecanggihan peralatan bongkat muat, panjang dermaga serta fasilitas lapangan penumpukan hingga 3,5 Ha. Semua akan sia-sia jika tidak didukung alur pelayaran yang aman menuju terminal tersebut. Memang sisi darat adalah daya tarik kuat terhadap kapal-kapal yang akan bersandar, dengan ketersediaan berbagai fasilitas yang memudahkan pengguna jasa pelayaran. Sedang pada sisi laut mengedepankan keamanan dan keselamatan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim. Dianalogikan seperti terminal bus yang dibangun megah dengan segala peralatan modern dan petugas yang siap melayani, tetapi bangunan itu berada di tengah sawah tanpa akses jalan ke sana, maka akan sia-sia saja. Begitulah pentingnya penataan alur pelayaran di laut dalam mendukung kapal-kapal berlayar secara aman dan efektif menuju pelabuhan.
Alur-Pelayaran sebagaimana mengacu pada Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran memiliki definisi Perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari. Secara tradisional dapat difahami dimanapun perairan yang memiliki kedalaman dan lebar yang aman untuk kapal berlayar, serta tidak terdapat bahaya navigasi pelayaran maka bisa disebut alur pelayaran. Secara alami alur pelayaran telah ada di penjuru nusantara, namun sesuai ketentuan Permenhub nomor PM 129 tahun 2017 tentang Alur Pelayaran di Laut dan bangunan dan/ atau Instalasi di Perairan bahwa Penetapan Alur Pelayaran harus memenuhi aspek Teknis dan administrasi. Berdasar regulasi itu, maka walau secara alami suatu perairan telah aman untuk berlayar, namun perlu aspek legalitas berupa penetapan alur pelayaran pada daerah tersebut.
Bagaimana dengan Alur Tradisional.?
Bagaimana dengan laut Nusantara.?