Shafna Aulia Anggarasta
Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta
Email:Shafnaauliaanggarasta@gmail.com
PENDAHULUANÂ
Kota menurut N. Daldjoni (1984: 153) adalah suatu pemukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar daripada wilayah nasional, dengan struktur mata pencaharian non-agraris dan tatanan tanah yang beraneka ragam serta dengan pergedungan yang berdekatan.Â
Kota Semarang yang merupakan kawasan perkotaan bertepatan sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah, berdasarkan data BPS (2021), daerah Semarang berada di peringkat ke 8 kota terbesar berdasarkan populasi, dengan  1.656.564 penduduk, 438.537 rumah tangga, dan dengan rata-rata kepadatan penduduk berjumlah 4.087 jiwa/km2.
Kota Semarang memiliki permasalahan seperti banyaknya pertumbuhan penduduk, sama halnya dengan kawasan perkotaan pada umumnya. Semarang, sebagai kota besar yang banyak didatangi oleh para pendatang, menyebabkan munculnya Kampung Kota yang memiliki berbagai masalah dengan lingkungan fisik dan kondisi sosial budaya ekonomi penduduknya yang selanjutnya dapat menyebabkan munculnya pemukiman kumuh (Nursyahbani dan Pigawati, 2015).
 Semarang menjadi salah satu kota metropolitan di Indonesia yang memiliki banyak daerah kumuh dan menempati peringkat 1 dalam jumlah permukiman kumuh terbanyak di Jawa Tengah yakni sebanyak 43 wilayah permukiman kumuh.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, pemukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena tidak keteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2020, Kota Semarang masuk dalam 10 kota dengan kawasan kumuh di Indonesia. Salah satu kelurahan yang termasuk dalam kawasan terkumuh adalah Kelurahan Randusari. Kelurahan Randusari terletak di Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang.Â
Usaha untuk memberdayakan masyarakat pemukiman kumuh di kelurahan Randusari memiliki tantangan besar, baik secara internal (individu) maupun eksternal (lingkungan) serta masyarakat yang masih perlu untuk dibina. Ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam merealisasikan pemberdayaan tersebut. Pertama, masih kurangnya pengalaman, keterampilan dan pengetahuan. Faktor pertama ini menjadi tantangan karena masih cukup banyak masyarakat setempat Kelurahan Randusari yang belum dapat mengetahui penggunaan media sosial untuk memajukan lingkungannya dengan memanfaatkan teknologi. Kedua, terbatasnya fasilitas akses internet. Fasilitas internet mungkin sudah dirasakan oleh generasi muda setempat, namun untuk memanfaatkan secara maksimal masih belum, dan akses pun juga belum merata.Â