Mohon tunggu...
Shafira Deshinta
Shafira Deshinta Mohon Tunggu... Mahasiswa - currently a college student

Mahasiswa FPIK Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan Hukum bagi Rakyat Kecil di Indonesia

1 April 2022   11:25 Diperbarui: 1 April 2022   11:40 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara Republik Indonesia merupakan negara yang berdaulat pada hukum yang ada. Negara memiliki kewajiban untuk menanggung beban seluruh rakyat miskin atas derita yang ditimbulkan baik oleh dirinya maupun kegagalan negara dalam mensejahterakan rakyat. Jelas tertulis pada Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang menetapkan bahwa "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara". Negara Indonesia juga memiliki kewajiban untuk berlaku adil antar sesama masyarakat tanpa memandang jenjang sosial. Hal tersebut dijelaskan pada Pancasila, tepatnya sila ke-5 yang berbunyi "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Tetapi dalam kenyataan yang terjadi masih banyak sekali kasus yang tidak mencerminkan Keadilan Sosial yang sama rata antar masyarakat.

Padahal pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia setiap individu atau warga negara merupakan hal yang wajib diberikan oleh negara setelah negara itu dibuat sebagai suatu negara hukum (rechtsstaat). Identifikasi sebagai negara hukum ini diikuti dengan deklarasi lain yang menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum (asas persamaan di depan hukum) yang terkandung dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Dalam prinsip ini, Negara tidak boleh melakukan diskriminasi kepada setiap individu atau warga negara dengan alasan apapun.

Salah satu kasus yang bisa dijadikan contoh adalah kasusnya nenek Asiani. Nenek Asiani merupakan seorang terdakwa dalam kasus pencurian kayu milik Perhutani Situbondo, Jawa Timur. Nenek Asiani, akhirnya divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Situbondo, Rabu (23/4). Nenek Asiani dijatuhi hukuman penjara satu tahun dengan masa percobaan 15 bulan. Selain itu nenek Asiani juga dikenai denda Rp 500 juta dengan subsider 1 hari kurungan. Padahal pihak nenek Asiani sudah berusaha mengajukan keterangan dari saksi-saksi yang ada akan tetapi Hakim seakan tidak mempertimbangkan sama sekali keterangan yang ada.

Lain halnya dengan kasus Bank Century yang merugikan negara sebesar Rp 6,7 triliun yang sampai saat ini kasus tersebut tidak memiliki akhir yang jelas. Bahkan sampai detik ini persoalannya tidak selesai-selesai hingga lima tahun. Tersangka sampai saat ini tak tersentuh karena mempunyai kekuasaan yang tinggi, impunitas hukum, serta 'jalur sutet' yang akan berbahaya jika dikuak.

Perlu diingat, bahwa hukum mempunyai tugas yang suci, yaitu memberi keadilan pada setiap orang atau individu yang berhak diterimanya. Dengan hal ini tentu saja persamaan hukum dibuat untuk setiap orang. Hal ini juga didukung oleh Teori Etis, yang dimana menurut teori ini hukum semata-mata mewujudkan keadilan. Teori ini dikemukakan oleh seorang filsuf yunani yaitu Aristoteles dalam karyanya Etika dan Retonika.

Tidak hanya itu, menurut Prof. J.Belle Froid, salah satu tujuan hukum itu sendiri ditentukan oleh faktor keadilan. Gustav radbruch juga mengatakan hukum adalah aturan-aturan kompleks untuk hidup bersama manusia yang pada tujuan akhirnya berorientasi pada keadilan atau kemanfaatan. Selain itu, Theo Huijber juga mengatakan menerapkan keadilan merupakan salah satu bentuk dalam memelihara kepentingan umum di masyarakat.

Tetapi nyatanya hukum Indonesia belum memiliki dampak yang memadai terhadap peradilan Hal ini penting karena biasanya terlihat pada kasus-kasus politik yang banyak terjadi pelanggaran. Hal ini sangat merugikan negara dan individu yang sedang berkembang. Hukum tidak boleh begitu saja mengasumsikan legitimasi formal yang bertumpuk yang umumnya dalam siklus prosedural mencari jaminan hukum yang sah. Tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk menyelidiki secara komprehensif berbagai masalah yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat. Ini artinya bahwa hukum bukanlah hak yang terbatas. Namun hukum sebagai kerangka yang mencirikan nilai hukum itu sendiri bukan sekedar peraturan.

Hakim Indonesia menjalankan profesi mulia ini dengan kode kehormatan yang mengacu pada lambang: kartika, cakra, candra, sari dan tirta. Cakra antara lain melambangkan ketulusan dalam pencariannya terhadap kebenaran dan keadilan yang berpegang teguh pada keyakinan hati nurani. Candra antara lain melambangkan kebijaksanaan dan otoritas. Sari melambangkan kebangsawanan atau keluhuran budi. Sedangkan, Tirta melambangkan kejujuran, kemandirian, ketulusan dan keberanian. Filosofi mulia ini didukung oleh Undang-Undang yang menempatkan hakim sebagai lemaga yang independen atau terpisah dari kekuasaan lain (Montesqieu dalam Jimli Asshidiqi 2002).

Sila kelima dari pancasila yang berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" sila ini adalah sila yang berperan penting bagi kehidupan bermasyarakat. Keadilan adalah suatu keadaan dan kebenaran yang ideal baiksecara moral, baik itu berkaitan dengan benda ataupun orang. Sikap dan tindakan dalam hubungan antara manusia yang berisikan tuntutan untuk meningkatkan perlakuan yang sesuai dengan hak dan kewajiban hidup merupakan hal yang berkaitan dengan keadilan.

Sebagai warga negara yang baik dan berpegang teguh terhadap nilai-nilai Pancasila, kita harus mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Keadilan bukanlah hubungan sosial yang ideal atau masyarakat yang baik hati. Keadilan merupakan hal yang menjelaskan tentang "menyesuaikan" hubungan dan penataan perilaku sedemikian rupa untuk menghasilkan yang baik, hal yang memuaskan keinginan orang untuk memiliki dan melakukan sesuatu, di samping itu inti teorinya terletak pada konsep "kepentingan".

SUMBER:

Bedner, Adrian W. dan Val Jacqueline (2012). Sebuah Kerangka Analisis untuk Penelitian Empiris dalam Bidang Akses terhadap Keadilan", dalam Adrian W. Bedner (Ed.), Kajian Sosio Legal: Seri Unsur-unsur Penyusun Bangunan Negara Hukum, Edisi I, Pustaka Larasan, Bali.

Pranoto (2011). Implementasi Bantuan Hukum oleh Advokat terhadap Tersangka dan Terdakwa Tidak Mampu (Studi di Wilayah Pengadilan Negeri Purwokerto), Tesis, Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Raharjo, A., Angkasa, A, "Bantuan Hukum pada Rakyat Miskin (Studi terhadap Kebijakan Diskriminatif Pemerintah dan Alternatif Pembiayaan Lain Bagi Advokat Penerima Dana Bantuan Hukum)", Prosiding, Seminar Nasional Bantuan Hukum dan Workshop Socio Legal "Rekontruksi Bantuan Hukum yang Menjamin Access to Justice", Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2-25 Juni 2013.

Raharjo, A., Angkasa, A., & Bintoro, R. W. (2015). Akses Keadilan Bagi Rakyat Miskin (Dilema dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Advokat). Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 27(3), 432-444.

Suryaningsi. (2018). PENGANTAR ILMU HUKUM. Samarinda: Mulawarman University PRESS.

Sofia Rizky Saputri. KETIDAKADILAN HUKUM INDONESIA: KASUS KAKEK PEMUNGUT SISA GETAH. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun