Mohon tunggu...
Shafira Azzahra
Shafira Azzahra Mohon Tunggu... Sekretaris - hallo

I'm an undergraduate tourism student at Gadjah Mada University. I'm enthusiastic about growing and gaining new skills on my field as Tourism student. I have big passion in Digital Marketing, Data Analyst, Leadership, Business Development, Travelling, and etc. Also, I'm an tourism enthusiast and have a keen interest in research. Furthermore, I have been involved in several organizations and committees which certainly can develop my talents and interests. I'm looking forward to the opportunity to collaborate with my distinguished colleagues or others. It’s great to be able to learn a practical skill that we can actually put to use in future.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Moto GP Mandalika: Segudang Tantangan Menyelinap Dibalik Secercah Harapan yang Menghampiri

26 April 2022   06:38 Diperbarui: 26 April 2022   06:49 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Moto GP Mandalika 2022 (Foto: Moto GP)

Tahun 2022 hadir sebagai kebangkitan dari perekonomian Indonesia yang sempat terpuruk oleh hantaman pandemi. Pasalnya, Indonesia atau lebih tepatnya Lombok Tengah baru-baru ini sedang mendapatkan perhatian dunia atas kesuksesannya menyelenggarakan event olahraga berkelas dunia, yaitu Moto GP yang dinamai sebagai Pertamina Grand Prix of Indonesia.

Sebagai bentuk keseriusan pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan acara ini membuat  pemerintah tidak segan-segan mengucurkan dana dengan jumlah yang tidak sedikit. Diketahui bahwa setidaknya demi mendukung kesuksesan MotoGP ini pemerintah telah menyuntikkan dana sebesar 1,3 Triliun kepada Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). Tidak hanya itu, pemerintah Indonesia diketahui juga turut menyalurkan dana kepada kementrian dan lembaga (k/l) sebesar 1,18 Triliun yang artinya jika ditotal secara keseluruhan perhelatan Moto GP Mandalika ini telah menyedot dana negara sebesar 2,48 Triliun Rupiah.

Bukan tanpa alasan pemerintah Indonesia rela menggelontarkan dana dengan jumlah yang cukup fantastis mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya pulih setelah terhantam pandemi. Nyatanya keputusan pemerintah untuk mengeluarkan dana fantastis ini dilatarbelakangi oleh keyakinan bahwa MotoGP dapat memberikan dampak ekonomi yang luar biasa bagi Indonesia serta dapat dimanfaatkan sebagai sebuah lokomotif penggerak ekonomi setelah masa krisis.

Pertamina Grand Prix of Indonesia yang digelar pada 18-20 Maret 2022 lalu yang menghadirkan 24 pembalap berkelas dunia terbukti mendatangkan pundi pundi uang yang tentunya memberikan dampak ekonomi yang fantastis bagi ekonomi lokal. Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa test pramusim yang diselenggarakan pada bulan Februari lalu telah mampu memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat lokal sebesar 500 Milyar Rupiah dengan perkiraan 11 ribu tenaga kerja lokal yang terserap dalam penyelenggaraannya. Dimana angka ini nyatanya naik sebesar 4x lipat ketika Moto GP berlangsung  pada bulan berikutnya dengan perkiraan 50-70 ribu tenaga kerja yang terserap dan terlibat dengan kesuksesan acara ini.

Ditambah lagi hadirnya fakta bahwa kini MotoGP mandalika telah mengantongi kontrak selama 10 tahun dari Dorna Sport selaku promotor dari MotoGP yang menjadikannya sebagai event tahunan berskala dunia yang akan rutin diselenggarakan setiap tahunnya di Indonesia. Semua fakta ini telah menjadikan masyarakat dan pemerintah Indonesia menaruh harapan yang besar kepada Moto GP dalam mendorong pembangunan ekonomi negara. 

Bangkitnya Pariwisata Setelah Terpuruk Dua Tahun Lamanya

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa industri pariwisata menjadi sektor yang paling terdampak atas hantaman pandemi yang melanda dunia sejak awal tahun 2020 lalu. Tak terkecuali bagi pariwisata di NTB yang menurut data Dinas Pariwisata Provinsi NTB sempat jatuh tersungkur sejak tahun 2020, padahal satu tahun sebelumnya mampu menarik jumlah kunjungan wisatawan sebesar 2.151.561 kunjungan dan jatuh terjun bebas ke angka 360.613. Kenyataan ini cukup menjadi ironi sebab pariwisata dengan segala kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi negara yang pada akhirnya juga sempat dinobatkan sebagai leading sector bagi perekonomian Indonesia harus mengalami mati suri dalam waktu yang tidak sebentar.

Namun, hadirnya MotoGP di Lombok Tengah pada awal tahun 2022 ini mampu lahir sebagai secercah harapan bagi pariwisata NTB yang sempat lesu terhantam pandemi. Berdasarkan laporan Mandalika Grand Prix Association (MGPA) diketahui bahwa penonton MotoGP yang berasal dari NTB hanya sebesar 8,9% dari keseluruhan jumlah pengunjung yang artinya 91,1% sisanya berasal dari luar NTB.

Melihat komposisi pengunjung yang didominasi oleh pengunjung non-NTB maka sudah dipastikan bahwa acara ini mampu menghasilkan perputaran uang/ multiplier effect yang besar. Perputaran uang ini berasal dari pengeluaran wisatawan dalam memenuhi kebutuhan berwisatanya, seperti akomodasi, tranportasi, makanan dan minuman, hingga oleh-oleh.

Misalnya saja dalam sektor akomodasi, MotoGP Mandalika yang diketahui akan mendatangkan 24 pembalap beserta 2500 kru jika menggunakan estimasi dua orang dalam satu kamar maka telah mampu mengisi 1.250 kamar yang disediakan di Mandalika. Tentu saja jumlah ini hanya meliputi jumlah pembalap dan kru yang akan bertanding, sebab diketahui pula bahwa acara ini mampu menjual habis keselurahan tiket yang ditawarkan dengan jumlah total sebesar 62.000 tiket Besarnya jumlah kunjungan yang terjadi di Lombok Tengah sebagai akibat dari perhelatan Moto GP Mandalika telah membuat tingkat okupansi hotel yang umumnya hanya mampu terisi 30% dari keseluruhan kapasitas menjadi 100% dalam semua jenis akomodasi yang ditawarkan.

Mengingat tidak hanya manusia yang hadir dalam perhelatan ini karena tentu saja kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa setiap tim yang bertanding dipastikan membawa kebutuhan logistik penunjang pertandingan mereka. Oleh karena itu, selain sektor akomodasi, sektor logistik juga dipastikan akan mengalami peningkatan yang tajam sebagai akibat dari adanya penyelenggaraan MotoGP di Mandalika ini.

Transportasi juga tak kalah penting, diketahui bahwa berkat adanya event ini sektor transportasi yang sempat mengalami kelesuan mulai dapat menunjukkan taringnya kembali. Contohnya saja maskapai Garuda Indonesia yang pada akhirnya harus membuat beberapa jadwal tambahan baru dari bandara Surabaya menuju Lombok demi mengakomodasi lonjakan permintaan pasar. Selain itu, tempat-tempat penyewaan mobil di Lombok pun turut merasakan perbedaan profit yang signifikan sebagai akibat dari terselenggaranya MotoGP ini.

Tak hanya itu,  nyatanya multiplier effect yang dihasilkan ini tidak hanya dapat dirasakan oleh masyarakat lokal yang bertempat tinggal dan hidup di lokasi terselenggaranya acara ini. Pasalnya, diketahui fakta bahwa perputaran uang yang dihasilkan dari pengeluaran pengunjung selama acara berlangsung pun dapat dirasakan langsung oleh masyarakat lokal di luar Lombok Tengah. Sehingga tak dapat dipungkiri bahwa MotoGP Mandalika ini memang memberikan dampak ekonomi yang luar biasa tidak hanya bagi masyarakat lokal, tetapi juga masyarakat luas.

Melihat potensi yang besar dari pariwisata NTB membuat kini pariwisata kembali dilirik oleh banyak pihak. Besarnya keuntungan ekonomi yang dihasilkan membuat masyarakat menaruh harapan yang besar kepada sektor ini. Sehingga, diharapkan ada suatu perhatian yang serius bagi pemerintah untuk mengembangkan sektor pariwisata secara sungguh-sungguh dengan memperhatikan keseluruhan aspek di luar ekonomi demi terciptanya ekosistem pariwisata yang berkelanjutan.

Bisa kah masyarakat menggantungkan hidupnya dalam sektor ini?

Melihat semua kontribusi ekonomi yang dihasilkan oleh terselenggaranya salah satu sport event berkelas dunia, yaitu MotoGP timbul lah pertanyaan kritis terkait fenomena ini. Apakah dengan potensi yang ada pada sektor ini masyarakat dapat menggantungkan hidupnya untuk jangka panjang atau malah fenomena ini hanya hadir sebagai gejala trend musiman yang tidak layak untuk terlalu bergantung terhadapnya?

Untuk menjawab pertanyaan di atas sangat penting bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi lanjutan pasca terselenggaranya Moto GP. Hal ini dianggap penting demi mengetahui besarnya minat wisatawan terhadap potensi wisata Lombok terlepas dari MotoGP. Mengetahui minat wisatawan terhadap potensi wisata Lombok menjadi suatu hal yang krusial demi terciptanya ekosistem industri yang berkelanjutan, mengingat bahwa MotoGP hanya sebuah event tahunan yang terselenggara selama beberapa hari dalam setahun. Sehingga, dengan durasi yang singkat maka akan menjadi kurang maksimal bagi pariwisata NTB jika hanya terfokus pada penyelenggaran MotoGP.

Berdasarkan hasil data yang dikeluarkan oleh BPS diketahui bahwa pada kuartal ke-2 tahun 2022 ini menunjukkan jumlah kunjungan yang cenderung merosot apabila dibandingkan kuartal sebelumnya di tahun yang sama. Sejalan dengan jumlah kunjungan yang turun pasca Moto GP diketahui pula bahwa level okupansi hotel di NTB, khususnya Lombok pun kembali ke kondisi sebelumnya, yaitu kurang dari 30%. Yang pada akhirnya berpengaruh juga kepada perputaran uang yang dihasilkan.

Semua fakta ini menunjukkan bahwa masih terdapat kebergantungan yang besar antara sektor pariwisata NTB dengan event-event internasional, seperti Moto GP. Tentu saja hal ini dapat menjadi sesuatu kenyataan yang mengecewakan sebab dengan segala keindahan dan keunikan alam dan budaya yang dimiliki pariwisata NTB nyatanya tetap belum berhasil menciptakan pariwisata yang berkelanjutan bagi masyarakatnya.

Oleh karena itu, demi terciptanya pariwisata yang berkelanjutan serta dampak ekonomi yang maksimal diperlukan adanya beberapa strategi cerdas untuk mengangkat potensi alam dan budaya NTB sebagai alat penarik minat pengunjung. Langkah mendasar yang perlu dilakukan adalah dengan memahami positioning destinasi di mata masyarakat, dengan mengetahui hal ini akan lebih mudah kedepannya bagi pemerintah untuk memetakan rencana pembangunan yang efektif dan efisien. Selain itu, menjadi penting juga bagi pemerintah untuk mengembangkan rencana pembangunan yang bersinergi dengan potensi lokal. Sehingga, potensi alam dan budaya yang ada bisa lebih terangkat dan mampu dimanfaatkan sebagai alat penarik pengunjung.

Pertahanan Masyarakat Lokal di tengah gempuran investasi asing

Setelah kesuksesannya dalam menyelenggarakan acara olahraga berkelas dunia serta fakta bahwa telah terkantonginya  kontrak dari pihak Dorna Sports selama 10 tahun kedepan menjadikan Lombok sebagai kota yang terlihat menggiurkan di mata investor. 

Pada dasarnya, sejak awal perencanaan pembangunan sirkuit Mandalika pemerintah Indonesia memang telah membuka gerbang investasi selebar mungkin kepada pihak asing demi menyokong kesuksesan terselenggaranya acara ini mengingat terbatasnya dana APBN yang tersedia setelah hantaman pandemi berlangsung.

Namun, nyatanya suntikan dana asing ini semakin melonjak ketika acara telah resmi diselenggarakan dengan sukses. Sirkuit Mandalika yang dianggap memiliki keunikan tersendiri yang digadang-gadang tidak dapat kita temukan di sirkuit lain di dunia ini membuat banyak pihak optimis untuk menggelontorkan uangnya demi menjadikan The Mandalika sebagai pusat sport event  dunia. 

Setidaknya suntikan dana yang telah dikantongi pemerintah dalam mengembangkan The Mandalika hingga saat ini sudah menyentuhka angka 40 Triliun Rupiah. Banyak investor yang pada akhirnya berniat untuk membangun sektor akomodasi/hotel berbintang, restoran hingga lapangan golf. Pembangunan The Mandalika ini diperkirakan akan terus berlangsung hingga tahun 20540 mendatang. 

Hadirnya suntikan dana dari pihak asing nyatanya hadir sebagai pisau bermata dua yang apabila tidak dipergunakan dengan bijak maka akan melukai sang empunya. Hal ini terjadi dengan melihat fakta bahwa meskipun memang investasi asing mampu membantu pemerintah dalam menyokong pembangunan serta menggerakan perekonomian di masa krisis, di lain sisi hadirnya pihak asing ini juga turut mengdatangkan sekelumit tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah.

Apabila tidak disertai dengan kebijakan serta program yang mampu mensinergikan antara pembangunan dengan potensi lokal niscaya investasi asing yang hadir malah melahirkan permasalahan bagi negara. Pertama, kesenjangan ekonomi dan sosial, apabila pembangunan hanya terfokus di Lombok Tengah maka cepat atau lambat ketimpangan akan terjadi dengan daerah-daerah lain yang kurang mendapatkan eprhatian negara.  Kesenjang ekonomi dan sosial ini dikhawatirkan dapat menimbulkan berbagai konflik sosial di masyarakat, seperti kericuhan dan lain-lain. Kedua, kebocoran ekonomi, dapat terjdi sebagai akibat dari keengganan pihk investor dalam menggunkn produk lokal sehingg profit yang dihasilkan sebagin besar akan kembali ke negara asal sang investor. Sedangkan, masyarakat lokal yang menjadi tuan rumah hanya akan merasakan dampak negatif tanpa diberi kesempatan untuk menikmati hasil dari sektr ini. 

Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu kebijakan serta program yang mampu mencegah terjadinya berbagai dampak buruk yang mengintai. Kuncinya terletak pada pengembangan dan peningkatan kualitas SDM yang dapat dicapai dengan program-program pelatihan. Selain itu, program bantuan modal juga dapat membantu masyarakat lokal dalam bersaing dengan pihak asing. Sehingga, dengan kemmpuan dan modal yang cukup maka akan sangat membantu masyarakat lokal dalam bersaing secara sehat dengan pihak luar. 

Sengketa Tanah Berujung Protes Dunia: Upaya Menjatuhkan atau Membela HAM?

Siapa sangka bahwa The Mandalika yang sejak beberapa waktu lalu menyita perhatian publik ternyata dibangun di atas kawasan pemukiman miskin di Lombok Tengah. Pasalnya proyek The Mandalika ini dibangun dengan standard dunia yang kedepannya dipercaya akan menjadi suatu Kawasan wisata yang super mewah.

Alih-alih mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal yang terkenal memiliki kondisi perekonomian cukup memprihatinkan nyatanya pelaksanaan proyek dengan dana fantastis ini malah membuat masyarakat menjadi sasaran ancaman dan intimidasi dari pemerintah setempat. Diketahui bahwa proyek yang diinisiasi oleh pemerintah Indonesia melalui Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) ini telah terindikasi melakukan beberapa tindakan pelanggaran HAM, mulai dari perampasan tanah secara represif dan agresif terhadap masyarakat lokal, penggusuran hingga  pengusiran secara paksa terhadap masyarakat suku Sasak tanpa adanya upaya pemberian ganti rugi yang sesuai.

Semua tuduhan ini akhirnya membuat pakar perserikatan bangsa-bangsa dalam bidang kemiskinan ekstrem dan hak asasi manusia melayangkan laporan kepada pemerintah Indonesia dan ITDC atas pelanggaran HAM yang terjadi dalam pembangunan proyek The Mandalika ini. PBB menganggap bahwa pemerintah Indonesia telah mengabaikan kepentingan rakyat dalam pembangunan proyek prioritasnya. Tentu saja hal ini menjadi ironi yang sangat disayangkan, pasalnya dalam upaya memperbaiki perkonomian negara pascapandemi harusnya pemerintah menyediakan kebijakan dan program pembangunan yang memiliki fokus pada kesejahteraan dan kepentingan masyarakat lokal alih-alih kepentingan segelintir kelompok elit.

Namun, dalam menanggapi laporan ini pemerintah Indonesia merasa tuduhan PBB atas pelanggaran HAM yang dilayangkan merupakan bentuk politisasi sepihak. Pemerintah Indonesia sangat menyayangkan tindakan PBB yang mengeluarkan laporan disaat proses verifikasi sedang berlangsung. Oleh karena itu, atas tindakan ini pemerintah Indonesia menilai bahwa apa yang dilakukan PBB ini merupakan suatu upaya untuk menjatuhkan Indonesia di mata dunia.

Anggapan ini dilatarbelakangi oleh pembelaan pemerintah Indonesia yang merasa bahwa pihaknya telah melakukan upaya pemberian kompensasi yang sesuai kepada masyarakat terdampak. Setidaknya terdapat tiga jenis kelompok masyarakat yang terdampak dari pembangunan proyek The Mandalika ini, yaitu kelompok yang memiliki dokumen persuratan tanah legal yang telah menerima kompensasi, kelompok yang menempati lahan pemerintah dan telah direlokasi ke area lain yang telah disiapkan, dan kelompok yang merasa tidak pernah menjual lahan/tanah mereka kepada pihak manapun. Dalam hal kompensasi, pemerintah menyatakan bahwa mereka telah menggelontorkan dana sebesar 140 Miliar Rupiah sebagai bentuk ganti rugi kepada masyarakat terdampak. Selain itu, bagi masyarakat yang sejak awal menempati lahan pemerintah juga telah dilakukan proses relokasi ke area pengganti yang memiliki jarak sekitar 2km dari proyek The Mandalika. Yang terakhir bagi mereka yang merasa tidak pernah menjual tanah/lahannya kepada pihak manapun telah diberikan dan difasilitasi proses mediasi di meja hijau sesuai dengan hukum yang berlaku.

Atas jawaban ini pihak PBB semakin merasa tidak puas atas respon pemerintah Indonesia yang terlihat sangat menyepelekan kepentingan rakyat. Pasalnya menurut pandangan PBB kompensasi moneter tidak lah sepadan dengan apa yang harus ditanggung oleh masyarakat terdampak kedepannya. Mereka berpendapat bahwa pemberian atap, air, dan makanan saja tidak cukup apabila tidak disertai dengan kesempatan bekerja atau masa depan yang jelas bagi mereka. Sebab, mereka harus menjalankan hidup apa adanya di lahan relokasi tanpa adanya kejelasan terkait kesempatan bekerja dari pemerintah.

Semua fakta ini menjadi sangat memprihatinkan karena bisa saja masyarakat lokal yang menjadi tuan rumah malah hanya berperan sebagai penonton di tanahnya sendiri. Padahal The Mandalika merupakan suatu proyek berkelas dunia yang menyasar pasar internasional sudah seharusnya proyek ini menghormati peraturan HAM internasional yang berlaku dalam pelaksanaannya.

Diharapkan untuk pembangunan The Mandalika yang akan berlangsung hingga tahun 2040 ini kedepannya dapat lebih menitikberatkan kepentingan rakyat dengan melibatkan masyarakat terdampak secara langsung dalam pengembangan dan pelaksanaan proyek ini.


Langkah Yang Harus Ditempuh Demi Tercapainya Keberlanjutan

Tak dapat ditampik fakta bahwa pariwisata yang awalnya dianggap sebagai salah satu industri terbesar di dunia menjadi salah satu sektor yang paling jatuh tersungkur saat hadirnya hantaman pandemi. Sebagai akibat dari pembatasan perjalanan yang diterapkan hampir seluruh negara di dunia membuat sektor pariwisata seakan mati demi beradaptasi dengan kondisi yang ada.

Begitupun yang terjadi di Lombok, sebuah tujuan wisata unggulan yang dimiliki Indonesia berkat jutaan potensi yang terkandung di dalamnya. Sejak hadirnya pandemi pada tahun 2020 lalu pariwisata NTB atau khususnya Lombok harus menerima kenyataan pahit bahwa keindahan kotanya sudah tidak mampu menarik minat wisatawan untuk kembali berkunjung ke Lombok. Hal ini lah yang pada akhirnya mengantarkan pariwisata Lombok ke dalam jurang krisis yang cukup dalam.

Namun, sejak hadirnya Moto GP di Indonesia pada awal tahun 2022 lalu telah memberikan sektor ini secercah harapan untuk menyambut pariwisata yang lebih cerah di masa depan. Sebab, berkat digelarnya acara berkelas dunia ini membuat keindahan Lombok mulai dilirik kembali oleh masyarakat. Bukan anggapan kosong belaka, pasalnya hal ini dapat dibuktikan dari jumlah kunjungan serta pengeluaran wisatawan yang menunjukkan peningkatan  signifikan setelah perhelatan acara ini.

Besarnya potensi ekonomi yang dihasilkan oleh penyelenggaraan ini membuat masyarakat lokal serta pemerintah kembali menaruh harapan yang besar kepada sektor pariwisata.

Namun, demi terciptanya pariwisata yang berkelanjutan dan menghindari terjadinya krisis lain di masa depan kita harus menanggapi fenomena ini secara lebih kritis. Beberapa pertanyaan kritis kemudian muncul seiring meningkatnya popularitas Lombok di mata masyarakat dunia. Apakah potensi pariwisata Lombok sudah dapat mengakomodasi kebutuhn masyarakat lokal dalam jangka panjang atau malah hadir sebagai tren musiman belaka? Bagaiman masyarakat lokal mampu bersaing di tengah gempuran investasi asing? Hingga pertanyaan kritis terkait pelayangan laporan yang diberikan oleh PBB kepada pemerintah Indonesia terkait pelanggaran HAM.

Setelah melakukan evaluasi lebih lanjut demi mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tekait fenomena Moto GP mandalika ini kita menjadi  lebih menyadari bahwasanya kunci keberlanjutan sektor pariwisata Lombok terletak pada sinergi antar seluruh stakeholder dengan memusatkan perhatian pada kepentingan masyarakat lokal. Hal ini menjadi penting mengingat masyarakat lokal lah yang menjadi kelompok paling berpengaruh serta terdampak atas pembangunan proyek ini. Jangan sampai pembangunan proyek yang terlihat super megah dan mewah di mata wisatawan asing ini membuat sang tuan rumah menjadi terbuang dan terpinggir.

Mulai dari penciptaan program yang dapat mensinergikan rencana pembangunan dengan potensi  lokal sehingga keunikan dan keunggulan destinasi dapat terangkat di mata wisatawan. Serta pemahaman secara lebih mendalam terkait positioning destinasi demi dapat lebih mudah dalam hal pemetaan dan rencana pembangunan pariwisata ke depannya. Kedua hal ini dipercaya mampu membuat wisata Lombok tetap ‘seksi’ di mata pengunjung meski tidak ada penyelengaraan Moto GP sehingga tercipta pariwisata yang lebih berkelanjutan.

Kemudian dalam upaya untuk mengatasi ancaman gempuran investasi asing yang mengkhawatirkan masyarakat lokal, pemerintah Indonesia harus mulai untuk berfokus dalam peningkatan kualitas SDM. Kualitas SDM menjadi senjata paling ampuh dalam menciptakan lingkungan persaingan yang sehat antara masyarakat lokal dengan pihak asing. Selain itu, diharapkan juga bahwa pemerintah mampu menawarkan bantuan modal kepada masyarakat lokal untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas produk mereka. Dengan kedua cara ini niscaya masyarakat lokal akan mampu bersaing atau bahkan bersinergi dengan pihak asing.

Isu terakhir terkait permasalahan sengketa tanah yang turut menyita perhatian dunia harus ditangani secara serius oleh pemerintah Indonesia. Sebagai tuan rumah dari terselenggaranya salah satu sport event terbesar dan tersohor di dunia, yaitu Moto GP maka dalam pembangunan dan pelaksanaannya harus dilandaskan atas hukum internasional, khususnya dalam HAM. Oleh karena itu, dalam pembangunan The Mandalika yang akan terus berlanjut hingga tahun 2040 mendatang diperlukan suatu fokus pada kepentingan rakyat sehingga pembangunan dapat berjalan secara maksimal dan berkelanjutan. Sebab, kita tidak boleh menampik fakta bahwa memang sudah seharusnya sebuah proyek negara memiliki tujuan untuk mensejahterakan rakyatnya alih-alih mengenyangkan perut segilintir kelompok elit.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun