Mohon tunggu...
Shafa Varera
Shafa Varera Mohon Tunggu... Freelancer - Be better everytime

bercerita untuk berbagi dan bermanfaat. mom's of two child and a wife, blogger and listener

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kos, Mbok Emban dan Pak RT

7 November 2020   03:19 Diperbarui: 7 November 2020   03:45 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokumen pribadi

Kebanyakan masalah kos itu berasal dari anak kos atau keadaan kos itu sendiri. Lain halnya denganku. Kos yang dibagun suami setahun sebelum menikah denganku ini terbilang sudah jadi musuhnya Pak Rt bahkan saat sebelum dibangun. Cerita suami, saat dia izin akan membangun kos, si Pak RT ini agak banyak persyaratan. Jadi intinya dipersulit karena suami juga tidak menjelaskan detailnya pada saya.

Namun, suami yang saat itu bertekad bulat dan mantab ingin punya usaha sampingan di tanah yang sudah dibelinya, dia pun tak peduli dengan banyak omongan Pak Rt. Akhirnya, dia membangun kos enam kamar atas bawah. Dibangun di ujung belakang agar bagian depan bisa dibangun rumah tinggalnya nanti kalau sudah berkeluarga. Katanya, itu awal kenapa kos dibuat mepet belakang.

Setelah pembangunan kos, Pal RT ternyata mau membuat kos-kosan juga. Kebetulan tanah yang akan dibangun kos persis di sebelah tanah suami membangun kos. Dia pun menggunakan jasa pemborong yang sama dengan kami. Namun, beliau membagun lebih banyak kamar dengan desain yang jauh lebih bagus daripada kosan yang dibangung bujang baru kerja. Suami cerita membangun kos itu penuh perjuangan karena sambil bisnis cengkeh dan sempat meminjam uang ibu sampai kami menikah belum selesai mengembalikan.

Kos itu berjalan dengan keadaan yang sangat biasa saja. Yang penting bisa jalan dulu, ada hasilnya dulu baru nanti sedikit demi sedikit diperbaiki. Jauh berbeda dibanding kos Pak RT yang terpasang AC di setiap kamar dan ada TV juga teras luas dengan kursi di masing-masing kamar. Terpampang nyata perbedaan segmentasi kos kami dan kos beliau.

Sejak menikah, sedikit demi sedikit urusan kos dilimpahkan ke saya. Sejak baru menikah suami jarang sekali ke kos. Untuk urusan membersihkan kos atau ada anak kos yang mau masuk, dia lebih suka bertemu di rumah. Urusan membayar iuran pun dia memilih menyuruh sepupunya dengan memberi upah daripada silaturahim dengan Pak RT. Dia pernah cerita kalau Pak Rt sering menyuruh anak kos untuk bertemu dia, tapi ujung-ujungnya nanti malah nggak jadi atau cepat keluar karena nggak betah.

Saya yang belum mengerti betul bagaimana sifat Pak Rt awalnya sekedar silaturahim saat pertama menyerahkan uang iuran. Ternyata benar, saya diberi wejangan ceramah tentang mengontrol kos dan hati-hati menerima anak kos secara panjang lebar. Intinya di sini kawasan yang bersih, sampaikan pada anak kos kalau harus tertib terutama bawa pacar atau teman lawan jenis karena bisa digrebeg sewaktu-waktu. Untuk urusan ini sih saya setuju, saya juga tidak ingin ada hal negatif apalagi sampai perzinahan, tapi tidak asal tuduh dan asal mengambil kesimpulan hanya dari satu melihat.

Beliau sering menelfon saat ada yang janggal di kos, misalya ada anak kos yang membawa pacarnya masuk pada malam hari. Sampai berkali-kali saya ditelfon di jam 10 malam. Bagi saya, itu tidak etis, apalagi saya punya anak kecil yang mungkin akan terganggu dengan teldon tengah malam. 

Mungkin untuk keperluan mendesak tak apa, tapi untuk keperluan hanya berkata kalau anak kos membawa pacarnya dan teryata hanya di kos sebentar membersihkan kos lalu pergi, saya pun jadi malu kalau tidak berfikir panjang langsung menuduh anak kos. Saya adalah tipe yang selalu berusaha tabayyun. Saya mencoba bertanya baik-baik pada anak kos yang dimaksud dan bertanya pada anak kos yang lain, benar atau tidak.

Sering Pak Rt menuduh anak kos bawa banyak orang, kalau kebanyakan orang nanti kosnya nggak aman. Ada pacarnya anak kos sering datang juga jadi sorotan dan terus dilaporkan ke saya untuk menegur. Meski itu dalam batas wajar, saya jarang menegur mereka apalagi anak kos yang lain tidak membenarkan laporan Pak RT. Sesekali memang saya tegaskan kalau mungkin Pak RT agak banyak memantau karena beliau merasa bertanggung jawab dan membantu kami mengawasi kos karena kami tidak di tempat.

Beliau menjadi terkesan terlalu cerewet dan mengada-ada membuat beberapa anak kos justru tidak nyaman karena beliau. Ujung-ujungnya malah keluar kos karena pernah ditegur Pak Rt atas tuduhan yang mungkin diambil kesimpulan hanya dari beberapa kali melihat. Saya sudah mulai terbiasa dengan kecerewetan beliau, suami pun mengatakan "Iyain aja, mungkin dilihat kos kita penuh terus kos nya sepi. Bilang terimakasih sudah dijagain kos. Gitu aja".

Saya pun meski kadang males dan sebel, tapi berusaha untuk tetap tenang dan sabar menghadapi kerempongan Pak Rt. Pernah suatu kali beliau bilang, "Kos saya mending sepi daripada dipakai maksiat, jadi tidak berkah."

Beliau mengatakan pada seorang anak kos yang saya laporan baru masuk. Beliau bilang itu pacar salah satu anak kos yang sudah lama di kos itu karena beliau sering melihatnya. Memang setahu saya dia teman dari salah satu anak kos lama itu dan saya tidak pernah berfikir kalau mereka pacaran. Anak kos ini sudah seperti teman karena dia tahu betul bagaimana peraturan kos. Kebetulan mereka satu tempat kerja jadi sering kerja bareng di kamar temannya cowok. Memang kos saya bisa cowok dan bisa cewek.

Karena banyak yang kerja, mereka bahkan jarang saling tahu satu sama lain. Kebetulan mas yang baru masuk ini teman kerja si Mbak yang sudah lama kos. Mereka satu tempat kerja dan sering mengerjakan project bersama. Karena saya tidak punya teras yang luas, jadilah mereka bekerja di salah satu kamar dan dilihat oleh Pak Rt karena beliau punya balkon atas yang bisa leluasa melihat ke bawah. 

Ini menjadi alasan beliau telepon saya panjang lebar menjelaskan tentang berkah kos tidak akan ada kalau tempat kos jadi tempat maksiat. Beliau berulang menegaskan tentang 'berkah' yang selalu diulang. Mengatakan kalau banyak yang protes kalau kos menjadi tempat maksiat dan saya pun tetap crosschek. Mereka membernarkan karena satu pekerjaan. Saya pun meminta untuk bekerja di teras saja karena rawan fitnah saat laki-laki dan perempuan berada pada satu ruangan. Mungkin memang terkadang Pak RT benar, tapi beliau tidak tabayyun terlebih dahulu atau menyampaikan dengan baik. 

Ini akan terjadi terus menerus dan saya pun sepertinya harus mulai memberi pengarahan baru pada anak kos baru tentang Pak Rt agar mereka tidak kaget. Memang beberapa anak kos baru sudah saya beritahu tentang sifat Pak Rt yang terkadang tanpa tabayyun, jadi saya selalu meminta mereka melaporkan apapun hal kecil pada saya agar saya bisa menjawab ketika Pak Rt bertanya atau menegur saya misal ada keluarga akan datang atau saudara. Syukrunya banyak yang mengerti dan melaporkan bahkan mau memberikan foto KTP yang akan menginap di kos saat ada keluarga datang.

Satu yang baru kuketahui ternyata Mbak ini jauh sebelum kos di tempat saya pernah satu tahun kos di Pak Rt. Dia merasa nyaman dengan lingkungan kos, jadilah kembali ke lingkungan itu dengan memilih kos yang lebih terjangkau karena sekarang dia kos dengan uang hasil kerjanya sendiri. Kalau dulu, dia masih bisa meminta orang tua, tapi sekarang dia harus berhemat karena sudah mencicil rumah juga di pinggir kota yang akan ditempatinya saat menikah nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun