Mohon tunggu...
Shafa Varera
Shafa Varera Mohon Tunggu... Freelancer - Be better everytime

bercerita untuk berbagi dan bermanfaat. mom's of two child and a wife, blogger and listener

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayah, Dalam Diamnya Ada Perhatian

28 Oktober 2020   05:12 Diperbarui: 28 Oktober 2020   05:36 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SUMBER GAMBAR: Dok. pribadi

Sebagai anak sulung, saya cukup dekat dengan kedua orang tua saya. Mereka sudah seperti sahabat bagi saya sekarang yang sudah memiliki suami dan anak. 

Mereka adalah orang tua yang sangat demokratis dan bijaksana. Orang tua yang bisa menahan emosi dan mengintrospeksi diri sebelum marah pada anak. Mereka adalah orang tua yang memberi ruang pada anak-anak untuk bisa mengungkapkan perasaannya.

Bapak. Bapak adalah sosok yang jarang di rumah, tapi rasanya seperti setiap hari ada di rumah. Beliau adalah sosok luar biasa yang bisa menghadirkan dirinya bahkan saat tidak berada di rumah. 

Sebagai konsultant jalan, Bapak memang dituntut untuk bekerja berpindah-pindah sesuai dimana perusahaannya bekerjasama. 

Sebelum menikah beliau sudah beberapa kali menyeberang antar pulau sampai menikah dengan Ibu di Pulau Lombok ini. Setelah menikah, beliau memilih untuk memboyong anak istri ke Jawa, ke tanah kelahirannya di Ambarawa, Kab Semarang. 

Sebelum sekolah, kami masih ikut bapak proyek ke beberapa tempat di Jawa karena sejak menikah Bapak tidak mau ditempatkan di luar Jawa. Probolinggo dan Jombang menjadi dua tempat yang pernah kami singgahi hingga akhirnya mamak memutuskan untuk menetap di Ambarawa karena kami sudah mulai sekolah. Bapak harus bolak balik dua minggu sekali atau satu bulan sekali tergantung jauh dekat proyek. 

Tak seperti teman lain yang selalu ada orang tuanya di rumah, kami terbiasa Bapak pulang tidak setiap hari.

Ada rasa sedih, ada keinginan seperti teman-teman yang bisa bersama Bapak setiap hari, tapi kami tak pernah kehilangan kasih sayang Bapak. Meski beliau tidak setiap hari berada di rumah, tapi kami tetap dekat dengan beliau yang pada dasarnya pendiam. 

Sayangnya pada kami benar-benar tersampaikan dengan mengajak kami jalan-jalan setiap kali pulang sebagai quality time kami. Beliau memberikan apa yang kami butuhkan, bukan hanya yang kami inginkan. 

Setiap pulang, Bapak paling suka menemani kami belajar. Bisa berjam-jam saat kami belajar bersamanya karena beliau tipe yang sabar dan cerdas. Beliau bisa menyampaikan dengan bahasa yang mudah kami mengerti dan bahasa yang menyenangkan. 

Beliau bukan tipe yang banyak bicara. Dalam diam beliau memberikan perhatian, dalam diam beliau memberi kehangatan dan dalam diam beliau menyampaikan kasih sayang. 

Kami bisa merasakannya dan tetap dekat meski tidak setiap hari ada di rumah. Benar memang kedekatan emosional tidak bisa diukur dengan kuantitas bertemu, tapi kualitas pertemuan. 

Sering bertemu tapi jarang berkumpul, berbincang bersama menceritakan apa yangs udah dialami satu sama lain tidak akan menjadi lebih dekat dari yang jarang bertemu tapi memanfaatkan waktu bersama dengan baik. Berbincang, berbagi cerita, bercanda dan saling mengingatkan dalam kebaikan.

Selalu sholat berjamaah dan duduk berkumpul di ruang tamu menjadi rutinitas kami saat Bapak pulang. Tidur siang pun kami bersama-sama saling tumpang tindih di depan Televisi satu-satunya yang kami punya saat itu. 

Namun, terasa sangat menyenangkan dan dekat satu sama lain. Saat itu, telepon masih belum punya dan menumpang ke tetangga. Namun, tak mengurangi kedekatan kami. 

Semakin dewasa, Bapak semakin banyak ngobrol dan menceritakan banyak hal denganku. Banyak yang kami diskusikan bahkan terkadang Mamak justru tidak tahu. 

Banyak pertimbangan yang beliau ceritakan padaku, tapi tidak dengan mamak karena takut Mamak banyak berharap. Semoga sehat selalu, Pak. Semoga bisa mendapatkan proyek di Lombok dan bisa bersama kami lebih sering. Meski tidak sering bertemu, cucu-cucunya pun dekat dengannya.

Fyi: Bapak saya seorang konsultant jalan yang masih bernaung di sebuah perusahan dengan kantor pusat Jakarta. Ingin sekali bekerja di Lombok saja, tapi belum ada panggilan dari beberapa teman lama yang pernah dihubunginya. Banyak ikhtiar yang dimulai oleh Mamak untuk membangun usaha agar Bapak bisa berhenti proyek, tapi Allah belum mengabulkan doa kami. InsyaAllah secepatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun