Fenomena keluarga single mother sudah tidak asing lagi terdengar di telinga masyarakat. Fenomena tersebut dapat terjadi akibat perceraian atau pasangan meninggal dunia. Banyak tantangan dan tekanan yang mempersulit seorang single mother dalam menjalankan perannya.Â
Salah satu tantangannya adalah menjaga komunikasi antara ibu dengan anak. Hal tersebut sangatlah penting untuk perkembangan konsep diri anak dan menjaga ikatan batin dengan anak. Namun, seorang single mother sering kali sibuk mencari nafkah dan mengelola kebutuhan keluarga hingga menyebabkan kurangnya komunikasi dengan anak.Â
Oleh sebab itu, manajemen komunikasi sangat diperlukan dalam suatu keluarga. Komunikasi antara anggota keluarga berkaitan erat dengan kesejahteraan keluarga.
Status single mother bukanlah keinginan setiap perempuan. Terdapat dua alasan seorang perempuan menjadi single mother, yaitu akibat perceraian atau kematian pasangan (Hutasoit dan Brahmana 2021).Â
Keluarga dengan single mother sebagai kepala keluarga tentu berlainan dengan tahap perkembangan keluarga Duvall karena ketidakhadiran suami sebagai  partner pengasuhan anak. Akibat hal tersebut, tidak jarang permasalahan komunikasi antara ibu dan anak dapat terjadi.Â
Permasalahan tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan peran single mother dalam pekerjaan dan domestik. Jika single mother lebih berfokus pada pekerjaan dan mengabaikan anak akan terjadi pola komunikasi permisif, yaitu keadaan saat ibu kurang berperan atau mengizinkan segala hal sehingga anak semena-mena dalam bertindak (Gunawan 2013).
Permasalahan keluarga single mother juga tidak sebatas mengenai komunikasi dengan anak saja, tetapi juga terkait dengan kesejahteraan pada keluarganya. Kesejahteraan pada keluarga merupakan kunci menuju keluarga tangguh dan resilien.Â
Namun, penelitian Cheung dan Park (2016) mengemukakan bahwa kesejahteraan keluarga single mother di perkotaan dalam aspek ekonomi lebih rendah dibandingkan dengan keluarga single father karena jumlah pekerja di kota lebih banyak pekerja lelaki daripada perempuan.Â
Hal ini memperlihatkan ketidakseimbangan  yang dialami oleh keluarga single mother dalam aspek ekonomi. Jika terdapat permasalahan untuk mencapai kesejahteraan keluarga maka akan sulit juga untuk mengembangkan potensi fisik, mental, dan spiritual anggota keluarga.
Pada umumnya tidak ada seorang perempuan yang berkeinginan untuk menjadi seorang single mother, tetapi hal tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu pada sebagian perempuan.Â
Jumlah persentase janda pada tahun 2021 di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah duda. Terdapat 10,25% perempuan yang memiliki status cerai mati dan sebanyak 2,58% perempuan yang berstatus cerai hidup (BPS 2021). Kebanyakan penyebab seorang perempuan menjadi janda, yaitu pasangan yang meninggal dunia.
Status single mother bukan kondisi yang mudah untuk dihadapi oleh perempuan. Single mother merupakan suatu keadaan yang membuat seseorang akan merasa tidak percaya diri dan sering mendapat diskriminasi dari sekitar karena memiliki status sebagai seorang janda (Astutik dan Nurchayati 2018). Keadaan tersebut merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh single mother.Â
Selain itu, permasalahan lain yang dihadapi oleh single mother, yaitu kondisi ekonomi yang tidak stabil dalam mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari dan biaya pendidikan bagi anak-anaknya.Â
Walaupun menghadapi berbagai permasalahan kehidupan, single mother selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, yaitu dengan menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu sekaligus seorang ayah bagi anak-anaknya. Hal ini yang membuat single mother harus pandai dalam mengatur waktu bagi anak-anaknya serta pandai dalam mengelola keuangan keluarga.
Komunikasi keluarga merupakan kunci tercapainya fungsi keluarga yang optimal. Komunikasi keluarga merupakan sebuah kegiatan berupa berbicara, bertukar pikiran, dan berdialog dalam sebuah keluarga (Hafizah dan Sari 2019). Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi saat ini membuat komunikasi dengan anggota keluarga lebih mudah dan efisien.Â
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara bersama beberapa single mother, mereka memilih berkomunikasi dengan saluran langsung (tatap muka, telepon, dan video call) untuk berkomunikasi dengan anaknya. Menurut mereka berkomunikasi dengan video call membantu mengurangi rasa rindu, kesepian, dan lebih membuat bahagia karena terpisahkan oleh jarak.
Jenis komunikasi ada dua, yaitu verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah penyampaian informasi dan pesan yang dilakukan secara lisan, komunikasi non verbal adalah penyampaian informasi dan pesan dengan menggunakan ekspresi wajah, gerak tubuh, peribahasa, sentuhan, dan cara berpakaian (Mustofa et al. 2021).Â
Berdasarkan hasil wawancara, bentuk komunikasi single mother dengan anaknya didominasi menggunakan komunikasi verbal dan non verbal. Menurut salah satu single mother, komunikasi dengan anak tidak hanya memeluk dan cium, tetapi dengan membawakan bekal, antar-jemput, serta bertanya hal yang diinginkan.Â
Selain itu, ketika berkomunikasi single mother menghindari pembicaraan mengenai masalah keuangan dan hal-hal yang belum pantas didengar oleh anak. Komunikasi keluarga juga membantu keluarga dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian konflik.Â
Selanjutnya, kesejahteraan objektif dari kelima single mother. Kelima keluarga single mother tidak berada dalam kategori keluarga miskin yang ditetapkan oleh BPS.Â
Hal ini ditunjukkan dari perumahan yang layak dihuni, kemampuan keluarga memenuhi kebutuhan (sandang, pangan, dan papan), akses ke fasilitas kesehatan, pendidikan single mother, pendapatan per bulan, serta harta yang dimiliki. Akan tetapi, ada satu keluarga single mother yang tidak memiliki sumber air bersih.Â
Masalah yang dihadapi single mother sebagai kepala keluarga, yaitu kondisi finansial, penyesuaian dalam kehidupan sehari-hari, dan masalah kesehatan anggota keluarga (Hashim et al. 2015). Akan tetapi, keluarga single mother mampu beradaptasi dengan statusnya berdasarkan lama status single mother yang dijalani.
Berikutnya, kesejahteraan subjektif dari kelima single mother. Pertama, aspek fisik. Mayoritas narasumber memiliki rasa puas cukup tinggi dalam aspek kesejahteraan fisik.Â
Hal ini ditunjukkan dengan kepuasan yang dirasakan oleh masing-masing single mother. Kedua, aspek sosial. Mayoritas single mother merasa puas dengan keterlibatan dan penerimaan anggota keluarga di masyarakat serta kenyamanan di lingkungan tempat tinggal. Â Akan tetapi, terdapat single mother yang merasa kurang puas dengan keterlibatan dan penerimaan anggota keluarga di masyarakat karena pandangan mengenai status cerai hidup yang dijalani. Ketiga, aspek psikologis.Â
Secara keseluruhan, kepuasan pada aspek psikologis lebih tinggi dibandingkan aspek fisik dan aspek sosial. Hal ini ditunjukkan dengan kepuasan single mother terhadap peran sebagai kepala keluarga dan orang tua tunggal serta kondisi anggota keluarga (kesehatan, prestasi anak, dan keharmonisan antar anggota keluarga).
Berdasarkan hasil wawancara, keluarga single mother di perkotaan memiliki frekuensi yang cukup baik untuk berkomunikasi dengan anaknya. Single mother disarankan untuk dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta kewirausahaan yang mampu meningkatkan pendapatan, keluarga besar dan masyarakat diharapkan saling memberi dukungan kepada single mother untuk mengoptimalkan kesejahteraan.Â
Anak-anak keluarga single mother juga diharapkan dapat memahami kondisi ibu yang mengemban dua peran dalam keluarga. Selain itu, selalu menjaga komunikasi dua arah juga penting agar penyelesaian konflik lebih mudah dan kesejahteraan keluarga meningkat.Â
Disusun oleh:Â
Shafa Salsabila, Naffa Dinda Khahayani, Valeria Bataviani Aziza, Yusnia Tuti Setyowati, dan Elsyahra Rieskiza Martha
Dosen Pengampu Mata Kuliah Manajemen Sumberdaya Keluarga Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (FEMA IPB):
Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati M.Si.
Dr. Irni Rahmayani Johan S.P., M.M.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H