Pepatah mengatakan:
"Barang siapa menginginkan dunia, hendaklah ia berilmu barang siapa menginginkan akhirat hendaklah ia berilmu".
"Orang bijak belajar ketika mereka bisa, orang bodoh belajar ketika mereka harus".-Arthur Wellesey
Dari kedua pepatah itu mengingatkan saya kepada Almarhum Ayah, dimana beliau adalah seorang yang Buta Aksara tapi beliau bisa membaca Al Qur'an denga baik dan benar yang selalu aku dengar setiap selesai Shalat Maghrib berjamaah di Langgar, suaranya yang khas dan merdu sampai terngiang-ngiang sampai sekarang.
Ia seorang ayah yang bertanggungjawab bukan saja terhadap keluarga tetapi juga pada orang lain di sekita, Â tidak pernah pandang bulu dalam bergaul.
Perhatian terhadap lingkungan membuat beliau dipercaya oleh masyarakat dan diangkat menjadi ketua RT hingga beberapa perioda sampai bosan menjabat ketua RT, meskipun sudah beberapa kali ingin mundur dari jabatan tersebut selalu ditolak oleh masyarakat, baru setelah beliau sakit masyarakat menerima keputusannya dan di jabat oleh orang lain.
Selain menjadi ketua RT beliau juga sebagai  penggagas Pendirian Koperas Lumbung Padi, yang sekarang masih berdiri sudah berubah nama menjadi Koperasi Simpan Pinjam KOPUJA dan penggagas pemakaman umum, meskipun sebelumnya ditolak oleh masyarakat, tapi beliau dengan gigih memperjuangkannya setahap demi setahap, sehingga banyak anggota yang masuk dari luar daerah yang menjadi anggota koperasi.
Meskipun dalam keadaan yang tidak bisa baca dan tulis beliau bisa menghitung tanpa memakai kalkulator, bisa merencanakan sesuatu dengan sangat baik, pikirannya kuat dan cerdas dan mengingat sesuatu hal dengan detail, meskipun sudah lama kejadiannya berlangsung.
Tatkala waktu orang lain menghitung dengan kalkulator, atau dengan dicatat ia sudah bisa menghitungnya diluar kepala dan selalu benar meskipun jumlah hitungannya ribuan bahkan ratusan.
Seperti akan menjual padi dalam karung, misal ada 25 karung beliau isa menghitungnya itu padi harganya sekian, dan ternyata setelah ditimbang dan diuangkan tidak pernah meleset dari apa yang dikatakan beliau.
Menjadi tokoh di masyarakat sudah tentu suka menghadiri acara-acara rapat, meskipun buta aksara beliau bia memahami apa yang diperoh dari hasil rapat dan bisa menyampaikannya kembali kepada masyarakat. Apabila ada tugas tulis menulis selalu diserahkan kepada Ibu karena Ibu bisa baca tulis dan sekolah di Sekolah Rakyat pada waktu itu.
Pada tahun 1996 beliau diseru oleh Allah SWT berziarah ke Mekkah dan Madinah bersama Ibu, waktu itu tak ada yang namanya waiting list, begitu daftar dan bisa berangkat haji pada tahun itu juga.
Dengan penuh suka cita dan bahagia beliau selalu mengikuti manasik yang diselenggarakan oleh Kemenag setiap bulan dan tidak banyak kesuliatn dalam mengerjakan ibadah karena beliau mampu membaca huruf arab dengan baik, dan tidak mersa minder meskipun bergaul dengan orang-orang berpendidikan pada teman seusianya.
Sungguh ayahku begitu sangat luar biasa ditengah keterbatasan dengan buta aksaranya ia mampu karena kecerdasan dan kemauan yang dimilikinya, tentu sebagai anak, saya merasa bangga sekali dansangat bersyukur, Â memiliki ayah seperti beliau yang begitu dihormati dan dicintai oleh masyarakat dan sebagai tokoh yang dekat dengan mereka.
Alasan beliau tidak sekolah adalah karena hidupnya yang sebatangkara, kakek dan nenek sudah meninggal dunia dalam keadaan beliau masih kecil, beliau adalah anak kedua dari empat saudara, kakaknya perempuan, dan 2 adik laki-laki dan perempuan.
Ketika itu ayahku berusia 7 tahun, dan sebagai anak laki-laki tertua, tentu beliau bertanggungjawab terhadap kehidupan adiknya yang masih kecil-kecil, sehingga ia menjadi tulang punggung bagi adik-adiknya, berusaha dan berupaya sekuat tenaga agar bisa memberikan sesuap nasi bagi mereka.
Ia bekerja ketika usianya masih sangat anak-anak bahkan bekerja sampai ke kota Jakarta, keliling kota kesana kemari bekerja sebagai buruh, bukan hanya ayah, kaka dan kedua adiknya pun sama-sama tidak pernah duduk di bangku sekolah, dan mereka buta aksara hanya ayah dan adik laki-lakinya yang bisa baca huruf Arab.
Dari cerita ini bisa diambil kesimpulan bahwa  Buta Aksara bukan halangan untuk  berprestasi, berkarya dan memimpin orang lain, belajar sedikit demi sedikit dari pengalaman itulah pelajaran terbaik.
Menggunakan segala cara metode untuk mewujudkan segala keinginan dengan cara berpikir yang positif dan logis, untuk kemajuan bersama dan selalu berusah keras pantang menyerah untuk mewujudkan segala impian.
Allahummaghfirlahuma warhamhuma wa 'aafihima wa'fu 'anhuma.
Sedikit kisah tentang seorang ayah penjual basreng
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI