Mohon tunggu...
Hafshah N Fadeela
Hafshah N Fadeela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai mahasiswa S1 Program Sejarah, saya mempunyai ketertarikan yang mendalam terhadap perubahan periodik menuju integrasi yang lebih baik. Dengan pengetahuan sejarah yang saya miliki, saya bertekad untuk merangkul berbagai kompleksitas mulai dari politik, ekonomi, diplomasi, sosiologi, antropologi, seni, budaya, bahasa, pendidikan, hingga isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Menulis menjadi bagian dari passion sekaligus tekad saya dalam menerapkan prinsip Levi Strauss, “History is never only history 'of', it is always history 'for'.” sebagai penyemangat bagi saya untuk berkontribusi sebesar-besarnya kepada masyarakat dan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Reformasi di Persimpangan Zaman: Refleksi Panggung Perlawanan Mahasiswa dalam Dialog Lintas Generasi

3 Januari 2025   09:25 Diperbarui: 3 Januari 2025   09:30 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Telah dijabarkan sebelumnya beberapa analisis yang melatarbelakangi reformasi 1998. Pelaku sejarah yang kerap disinggung adalah para mahasiswa, dengan beberapa momen krusial seperti pendudukan gedung DPR/MPR, insiden Trisakti, dan Semanggi. Motivasi para mahasiswa yang terlibat dalam gerakan reformasi tersebut dapat saja dianalisis secara kolektif, namun beberapa sumber lisan dapat membantu memperdalam dan memperluas hasil analisanya.

Kami beruntung karena tahun 1998 masih berada dalam rentang waktu kurang dari tiga dekade yang lalu. Narasumber yang kami cari hanya terpisah satu generasi, dan mayoritas orang di sekitar melalui masa-masa tersebut sebagai mahasiswa. Namun, yang kami cari adalah mereka yang dekat dengan gerakan reformasi itu sendiri demi menggali sudut pandang yang lebih kaya. Salah satu langkah yang kami lakukan adalah pergi ke Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka pada 5 Desember 2024. Pikir kami: mereka yang mengalir darah "mahasiswa aktivis sejati" tentu akan menyempatkan diri untuk hadir menggugat hitamnya negara meski tak lagi berusia muda. Beruntungnya, moderator hari itu adalah Mas Daniel Tangkilisan, alumni Sastra Belanda UI angkatan 91, yang beberapa tempo lalu kasus kriminalisasinya sebagai seorang aktivis lingkungan di Karimunjawa ramai diberitakan media. Ragu-ragu, kami mencoba memberanikan menghampiri beliau. Nasib baik, meski beliau mengaku kurang mumpuni dengan topik yang ingin kami urai, namun dengan baik hati memberi beberapa kontak mahasiswa yang cukup aktif di masa kuliah dan akrab dengan peristiwa tersebut. Kami pun berpamitan dan berterima kasih banyak: atas bantuannya secara pribadi, dan perjuangannya di Karimunjawa sebagai warga negara.

Dari salah satu kontak yang didapat, kami lagi-lagi beruntung mendapat nomor Mas Yaswin Ibensina, yang kami ingat sebagai mantan Ketua Senat Sastra UI (sekarang BEM FIB UI) tahun 1995-1996. Keputusan yang tepat menghubungi beliau karena ia termasuk salah satu yang masih "berjiwa mahasiswa" hingga hari ini. Beliau menyambut permintaan kami untuk wawancara secara daring pada Sabtu, 7 Desember 2024, karena posisi yang sedang tidak berada di wilayah Jabodetabek. Mas Yaswin menjadi narasumber keempat kami setelah sebelumnya secara berturut-turut mewawancarai Pak Hera Hendrasana, alumni IPB angkatan 94, yang saat itu juga turut demo di gedung DPR sejak hari pertama sebagai mahasiswa tingkat akhir; Pak Farid Fadli, alumni Sejarah UI angkatan 96, yang turut berada di garis depan UI bersama mantan Ketua Senat UI, Rama Pratama; dan, Mas Agus Setiawan, dosen kami, yang saat itu merupakan mahasiswa Sejarah UI sekaligus meliput lokasi kejadian sebagai reporter TPI.

Dari keempat narasumber, kami mendapat sudut pandang yang berbeda-beda dari gerakan tersebut: seorang alumni UI, seorang mahasiswa UI yang sedang aktif-aktifnya, seorang mahasiswa UI yang tengah cenderung pada dunia akademis dan karir di tahun terakhirnya, dan seorang mahasiswa non-UI tingkat akhir yang bergerak di luar ring ibukota. Untuk pertama kalinya, kami benar-benar mendapat pengalaman menciptakan sumber kami sendiri sekaligus melakukan kritik segar dan crosscheck terhadap keterangan yang didapat dari sumber-sumber tersebut. Dengan latar belakang yang cukup berbeda-beda, kami menemukan corak motivasi yang berbeda pula, namun juga beberapa keresahan yang sama.

Cukup sulit untuk mengulik dorongan pribadi Pak Hera dalam gerakan mahasiswa selama reformasi. Atau mungkin, hasil analisis kami dari wawancara secara daring pula pada Minggu, 1 Desember 2024, beliau merupakan salah satu mahasiswa yang terbawa arus situasi politik dan ekonomi di masa itu, sehingga lebih banyak menggambarkan bagaimana kondisi Indonesia, mahasiswa, dan kampus - khususnya IPB - pada tahun-tahun tersebut.

Saat itu, saya adalah mahasiswa tingkat akhir Kehutanan IPB, angkatan 94, tingkat 4, semester 8. Saat itu sudah tidak ada kuliah, dan sudah lepas jabatan Ketua Himpro. Selama setahun belakangan (1997) memang gejolak politik dan gerakan mahasiswa di kampus sudah memanas. Tahun itu sedang masa pemilu untuk lembaga legislatif. Masalahnya, saat itu, presidennya masih dipilih oleh MPR, yang separuhnya terdiri dari anggota DPR. Alhasil, di kampus-kampus mulai tercium gejolak protes akademisi. Saat masih menjabat sebagai sebagai Ketua Himpro, sempat ikut beberapa pertemuan yang mulai membahas isu dan keresahan nasional. Sejak Soeharto terpilih kembali, mulai banyak demo-demo kecil. Banyak isu KKN yang mulai menonjol, kroni-kroni, bahkan anaknya sendiri diangkat jadi menteri (Mba Tutut, Siti Hadiarti Rukmana). Ditambah, pasca pemilu, Indonesia langsung mengalami krisis moneter, kan. Otomatis demo-demo semakin berani. Demo-demo tersebut diinisiasi oleh organisasi ekstra dan intra kampus, tapi pionir utamanya memang organisasi mahasiswa ekstra (HMI, GMNI, KAMMI, dll).

(Perihal pertemuan-pertemuan yang diikuti mahasiswa saat itu untuk membahas isu nasional, dan demo, bukankah ada pembatasan pers dan ruang gerak masyarakat di masa Orde Baru? Bagaimana mahasiswa menginisiasinya? Bagaimana isi forum pertemuan mahasiswa saat itu?)

Pada tahun 1997, masyarakat itu sudah lebih berani dibanding beberapa tahun sebelumnya. Dibandingkan tahun 1994, waktu saya baru masuk kuliah, yang ketika mau mengaji bersama pun banyak yang menyembunyikan sepatunya. Sifat otoriter dan legitimasi pemerintah bisa dibilang mulai menurun, bersamaan dengan datangnya krisis ekonomi. Banyak tokoh besar dan akademisi (dosen) yang juga mulai vokal bersuara. Tokoh-tokoh seperti Amien Rais, Faisal Bachri, Hatta Rajasa, Bintang Pamungkas, Taufik Ismail, banyak yang mengiringi mahasiswa dan masyarakat demo, juga diundang datang langsung ke kampus untuk mengisi forum-forum dan mimbar bebas. Saya sendiri sering datang ke forum-forum tersebut bila sempat. Kebanyakan forum diselenggarakan secara informal, tetapi tentu ada yang mengkoordinir forumnya, dan seringnya dalam bentuknya diskusi. Forum-forum tersebut biasanya diselenggarakan di pelataran Graha WW IPB, di malam hari.

(Apa dorongan Anda bergabung dengan gerakan mahasiswa? Apakah Anda terbayang bahwa itu akan menjadi gerakan reformasi? Atau sekadar ingin melawan? Atau ada motivasi pribadi lain?)

Dengan krisis ekonomi dan KKN yang melanda negeri, tentunya timbul dorongan dan keinginan untuk suksesi kepemimpinan. Mayoritas mahasiswa "greget", meskipun ya, tidak semuanya, tapi mayoritas sadar situasi politik saat itu. Saya sendiri selalu update dan suka mendengar radio, berhubung di tahun 1998, eskalasi demo terus meningkat. Saat itu saya sudah tidak ada jadwal kuliah, dan sudah diterima magang, tinggal menunggu waktu berangkat. Ketika kerusuhan Mei di tanggal 12, saya tahu dari radio (Elshinta). Lalu ada mahasiswa Trisakti yang meninggal 14 Mei, dan berujung pada demo mahasiswa besar-besaran di DPR.

Gambar 2. Pemakaman Henriawan, salah satu mahasiswa Trisakti yang menjadi korban penembakan. (Sumber: Dr. Rully Kesuma, 13 Mei 998).
Gambar 2. Pemakaman Henriawan, salah satu mahasiswa Trisakti yang menjadi korban penembakan. (Sumber: Dr. Rully Kesuma, 13 Mei 998).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun