Mohon tunggu...
Shabrina Yasmin
Shabrina Yasmin Mohon Tunggu... Lainnya - Long Life Learner

Lingkungan Hidup - Sosial - Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjadi Manusia Hybrid: Kunci Pengembangan Diri Masa Kini

21 Oktober 2024   22:56 Diperbarui: 21 Oktober 2024   23:34 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Prestasi (Freepik)

Kemudahan untuk mengakses informasi di masa kini ternyata menjadi dua mata pisau untuk pelajar dan mahasiswa Indonesia. Di tahun 2022, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, menyampaikan bahwa 80% anak muda di Indonesia menggunakan media sosial sebagai sumber utama informasi untuk pengembangan diri mereka.

Namun, di tahun yang sama, We Are Social & Hootsuite, juga menyatakan bahwa pengaruh media sosial di indonesia ternyata membuat kalangan muda membandingkan diri dengan orang lain di media sosial yang akhirnya menambah tekanan sosial dan memperburuk stres. 

Harus diakui bahwa media sosial yang bisa membuka kesempatan pengembangan diri, nyatanya juga bisa menjadi penyebab rasa tidak percaya diri. Hal tersebut disebabkan karena pada saat ini, informasi dapat menyebar secara luas tanpa dibatasi waktu dan ruang. 

Ada dua alasan yang membuat generasi muda saat ini cenderung merasa tertekan ketika melihat capaian orang lain melalui sosial media, antara lain perbandingan sosial yang tidak realistis dan tekanan untuk diakui orang lain.

Ketika melihat capaian orang lain di media sosial, seorang individu seharusnya dapat melihat hal tersebut sebagai motivasi bukan sebagai tekanan yang membuat tidak percaya diri. Jika seorang individu dapat menjaga pola pikir yang baik, maka hal baik juga akan berpengaruh pada pengembangan diri individu tersebut. 

Menjadi Terbaik untuk Sebuah Postingan Media Sosial 

Seringkali kita melihat postingan seseorang yang menceritakan prestasi juga keberhasilannya. Dengan melihat profil akun media sosialnya, kita dapat dengan mudah melihat "perjalanan hidupnya" dan juga dengan mudah kita menyimpulkan bahwa apa yang kita lihat di media sosial merupakan seluruh perjalanan hidupnya yang selalu bahagia. 

American Psychological Association di tahun 2020 merilis data bahwa 90% orang yang mengunggah foto yang hanya menampilkan sisi terbaik kehidupan mereka. Kegagalan, tantangan, dan aspek negatif yang mereka alami dalam hidupnya, tidak pernah diceritakan pada media sosial. 

Sementara itu, Penn State University di tahun 2019 mengungkapkan bahwa 88 pengguna instagram yang mereka teliti sebagian besar hanya mengunggah foto yang menurut mereka termasuk dalam "momen positif". 

Data tersebut mendukung fakta bahwa seringkali seorang individu menampilkan sisi hidupnya yang hanya terlihat bahagia dan sudah dikurasi dan terlihat bahagia. Dalam artian, media sosial bukanlah cerminan kehidupan individu yang sesungguhnya. Namun, tidak sedikit orang-orang yang pada akhirnya merasa cemas dan tertekan karena membandingkan kehidupanmu dengan kehidupan orang lain yang terlihat di media sosial secara tidak realistis.

Pengakuan dari Orang Lain, akar dari Burnout

Kebiasaan seorang individu untuk selalu membandingkan dirinya dengan orang lain juga dapat berujung pada tekanan untuk diakui oleh orang-orang sekitarnya. Membandingkan diri secara tidak realistis dapat menghambat orang tersebut untuk berkembang. 

Bahkan, penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia di tahun 2020 juga menyebutkan bahwa 58% mahasiswa yang diteliti mengalami tekanan yang besar untuk mencapai prestasi akademik dan mengunggahnya dalam postingan media sosial. Keterangan selanjutnya menunjukan, hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari teman-teman mereka. 

Di tahun 2019, Universitas Airlangga juga menemukan fakta bahwa 50% mahasiswa yang mereka teliti mengunggah prestasi mereka pada media sosial untuk mendapatkan validasi dan merasa sangat cemas ketika respons yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. 

Ambisi untuk selalu mengejar prestasi dan mengunggahnya pada laman media sosial dapat menimbulkan burnout. Ketika seseorang terus memaksakan dirinya diluar kapasitas hanya demi pengakuan orang lain, kelelahan fisik, mental, dan emosional berlebih dapat terjadi karena stress yang berkepanjangan. 

Menjadi Manusia Hybrid merupakan Solusi

Kita memang tidak bisa mengatur pandangan orang lain kepada diri kita sendiri. Namun, kita bisa mengatur pola pikir yang sehat untuk berperilaku baik kepada diri kita sendiri. Menjadi manusia Hybrid merupakan ekspresi dari rasa sayang diri kita untuk menghargai semua usaha yang kita lakukan selama ini. 

Menjadi Hybrid merupakan sebuah cara untuk tidak merasa tertinggal jauh dari orang lain, tetapi belajar bahwa semua orang berada pada waktunya masing-masing. Menjadi Hybrid yang dimaksud adalah belajar untuk melihat dirimu sendiri sebagai sosok dengan banyak definisi. 

Seperti seorang anak perempuan yang belajar untuk mendapatkan nilai dan prestasi yang baik karena ia adalah seorang mahasiswi. Lantas, ketika prestasinya tidak sebaik murid lain, apakah sepenuhnya gagal dalam kehidupannya? 

Tentu tidak. Perlu diingat, Ia juga seorang anak perempuan dari orangtuanya, yang dibesarkan sehingga ia dapat menjadi pribadi yang murah hati kepada orang lain. Ia juga seorang pribadi yang tidak pernah menyerah ketika dihadapkan dengan sebuah kegagalan, maka dia akan bangkit mengejar ketertinggalan. 

Menjadi hybrid merupakan sebuah definisi ketika kita banyak mendefinisikan diri kita untuk memiliki beberapa kategori yang berbeda. Maka dari itu, sebagai seorang individu, kita tidak bisa membandingkan diri kita dengan capaian orang lain. Tidak semua hal yang terjadi dalam hidup kita, baik maupun buruk, kita tuangkan dalam laman media sosial. 

Oleh karena itu, belajarlah untuk menghargai diri sendiri dan meyakini bahwa kamu merupakan manusia yang memiliki banyak arti dan warna. Semua orang punya capaian dan versi terbarunya masing-masing, termasuk potensi dirimu yang selalu bermakna. 

Referensi: 

  1. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. (2022). 80% anak muda di Indonesia menggunakan media sosial sebagai sumber utama informasi untuk pengembangan diri mereka. https://apjii.or.id/berita/d/apjii-di-indonesia-digital-outloook-2022_857

  2. We Are Social, & Hootsuite. (2022). Pengaruh media sosial terhadap tekanan sosial dan stres kalangan muda di Indonesia. https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2022/

  3. American Psychological Association (2020)

  4. Penn State University (2019) 

  5. Rabaani, Syifaa & Indriyani, Dian. (2024). Pengaruh Penggunaan Media Sosial terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa. Pubmedia Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Indonesia. 1. 10. 10.47134/ptk.v1i3.433. 

Ria Sabekti. 2019. " 50% mahasiswa mengunggah prestasi di media sosial untuk validasi, mengalami kecemasan ketika respons tidak sesuai ekspektasi". Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun