Setiap bulan, wanita usia reproduksi mengalami menstruasi yang ditandai keluarnya darah dari vagina karena peluruhan lapisan rahim ketika tidak terjadi pembuahan. Sekitar 1,8 miliar wanita di dunia mengalami menstruasi. Estimasi sekitar 11.400 unit per orang menggunakan pembalut sekali pakai seumur hidupnya. Sampah pembalut sekali pakai berkontribusi dalam peningkatan jumlah sampah plastik yang menduduki peringkat kelima polutan di lautan. Hal ini menjadi tantangan berat bagi lingkungan.
Mari kita ulas terlebih dahulu mengapa pembalut sekali pakai harus mulai ditinggalkan.
Pembalut sekali pakai terbuat dari kombinasi beberapa material dan tersusun menjadi beberapa lapisan dengan fungsi masing-masing.
- Â Lapisan Penyerap: Lapisan penyerap pembalut sekali pakai terbuat dari bubur kayu atau kapas yang telah diputihkan. Daya serapnya yang tinggi menjadi keunggulan utama bahan ini. Selain itu, lapisan ini juga mengandung bubuk polimer yang akan berubah menjadi gel ketika terkena air, serta zat aromatik dan antibakteri organoklorin untuk menjaga kenyamanan dan kebersihan.
- Lapisan Atas: Lapisan atas pembalut sekali pakai terletak di atas lapisan penyerap dan berfungsi mencegah terjadinya kebocoran darah dari lapisan di bawahnya. Bahan utama lapisan ini adalah jenis plastik PE (Polyethylene) dan PP (Polypropylene), yang tahan air dan tahan lama, sehingga efektif dalam mencegah kebocoran.
- Lapisan Belakang dan Perekat: Lapisan belakang pembalut sekali pakai berfungsi menahan kebocoran serta sebagai pelindung perekat belakang pembalut yang menempel pada pakaian dalam wanita. Bahan utama lapisan ini juga menggunakan plastik jenis PE (Polyethylene) atau PP (Polypropylene). Sedangkan perekat pada pembalut terbuat dari kertas yang dilapisi silikon, memberikan kekuatan yang cukup untuk menempel pada pakaian dalam.
Sebelum Pembalut Sekali Pakai Ditemukan: Cara Wanita Zaman Dahulu Menghadapi Menstruasi
Sebelum pembalut sekali pakai ditemukan, wanita zaman dahulu menggunakan kain lap, kapas, atau wol dari bulu domba untuk membendung darah menstruasi. Mereka mengikatkan kain tersebut dengan ikat pinggang pada pakaian dalam. Meskipun cara ini tidak sepraktis pembalut modern, tetapi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi menstruasi sebelum adanya pembalut sekali pakai.
Dampak Evolusi Pembalut Sekali Pakai
Setelah ditemukan pembalut sekali pakai pada sekitar tahun 1980-an, pembalut sekali pakai menjadi produk kewanitaan yang paling mudah ditemukan bahkan hingga di daerah pedesaan sekalipun. Namun, sangat disayangkan ketika penggunaan pembalut sekali pakai ini meningkat, justru berbanding lurus dengan potensinya dalam merusak kelestarian lingkungan. Mayoritas wanita mengelola sampah pembalut sekali pakai dengan mencucinya lalu membungkus dengan kantong plastik hitam setiap kali mengganti pembalut. Dalam satu hari rata-rata wanita mengganti pembalut sebanyak 3 kali dengan durasi menstruasi paling lama 7 hari, maka apabila dihitung akan ada sebanyak 21 pembalut sekali pakai dalam kantong plastik hitam yang terbuang setiap bulan dari satu orang wanita. Apabila diasumsikan masa produktif wanita selama 40 tahun, maka dalam masa produktifnya satu wanita menyumbang 10.080 pembalut sekali pakai. Sampah pembalut ini dapat bertahan hingga 500 tahun, yang merupakan tantangan berat bagi lingkungan.
Bahaya Pembalut Sekali Pakai untuk Kesehatan Reproduksi Wanita dan Lingkungan
Pembalut sekali pakai, meskipun praktis, ternyata berbahaya bagi kesehatan individu dan lingkungan. Selain menumpuk sampah yang tidak terolah dengan benar, pembalut sekali pakai juga mengandung zat-zat kimia berbahaya. Organoklorin pada lapisan penyerap yang berfungsi sebagai antibakteri, dapat mematikan mikroflora tanah dan memperlambat proses penghancuran batuan secara alami. Pada kesehatan reproduksi wanita, zat kimia klorin dapat menyebabkan keputihan, gatal-gatal, iritasi, dan merusak flora normal yang menjaga keasaman organ kewanitaan, sehingga meningkatkan risiko infeksi.