Mohon tunggu...
Shabrina Nawal Fitah
Shabrina Nawal Fitah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswi aktif di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis suka menulis cerpen fantasi dan menggambar ilustrasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selama Hati Ini Masih Menerima

4 Desember 2023   18:30 Diperbarui: 4 Desember 2023   18:38 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

       "Di sini Vora." Aku melihat ke samping dan terbelalak kaget. Tanpa disadari, air mataku berlinang dari mataku. "Ayah!" Aku berlari ke arahnya dan segera memelukinya. Tubuh itu serasa hangat dan nyata.

      "Ayah ! Aku merindukan ayah! Aku sudah tidak tahan dengan ibu dan kakak! Mereka semua  jahat dan benci padaku! Aku ingin mati! Segera menyusuli ayah!" Aku terus-terusan menangis tersedu-sedu. Tak lagi tahan dengan dunia. Meskipun ada Zasya, tetap saja belum cukup. Aku sudah tak kuat lagi, mataku sudah tak bisa lagi membendungi banyak air. Bendung itu pecah dan mengalir deras di pipiku. Aku memeluk erat tubuh orang tua yang ada di depanku. Aku bisa merasakan kehangatan tangannya yang sedang mengelus-elus pucuk rambut dan punggungku.

      "Vora, kamu telah bertumbuh dengan baik. Meskipun mereka membencimu, tapi kamu tidk pernah bentak pada mereka, meskipun sedikit. Kamu tidak perlu menangis lagi. Ayo ikut ayah," ucap ayah lembut. Suaranya yang hangat, membuatku rindu. Aku bahagia bisa bertemu dengan ayah lagi, meskipun itu berarti aku harus mati sekarang juga. Ayah memegang tanganku, menuntunku ke sebuah cahaya yang terang. Kami berjalan penuh senyuman.

      Selamt tinggal semua. Terima kasih Zasya, karena mau berteman denganku. Terima kasih ibu, Kak Veno telah hidup bersamaku, meskipun dengan cara yang salah. Terima kasih ibu, karena telah melahirkan dan merawatkanku sampai pada saat ini.

      Sebelum memasuki cahaya, langkah ayah terhenti. Ia mengucapkan sesuatu padaku yang membuatku tidak mengerti. "Setelah ini, mungkin mereka akan mencintaimu lagi. Ayah ingin kamu untuk hidup terus bersama setelah ini. Sampaikan salamku pada Ibu dan Veno." Kami pun memasuki cahaya yang terang. Saking silaunya, aku memejamkan mataku. Setelah itu, aku membuka pelan mataku.

      Kini aku berada di sebuah ruangan. Sepertinya rumah sakit. Aku mengerang pelan, menyentuh kepalaku yang dibalut perban. Seketika seorang wanita muncul dan memeluk erat tubuhku, membuatku terkejut.

        "Vora, maafkan ibu karena telah berbuat jahat padamu. Ibu tidak tahu kalau selama ini kamu menahan rasa sakit karena ibu," ucapnya tersedu.

      "Kakak juga minta maaf," ucap Kak Veno. Aku masih bingung, apa yang telah terjadi? Mereka berdua telah berubah. Ibu melepaskan pelukannya.

      "Ibu tidak tahu kamu lari ke luar rumah dan tertabrak mobil. Ibu tidak tahu kalau kamu akan jadi seperti ini," ucapnya.

      "Apa yang sebenarnya terjadi?" ucapku bingung.

      "Kamu telah koma selama beberapa hari. Saat kamu koma, aku dan ibu didatangi Zasya. Ia menceritakan semua yang kamu alami selama bersama kami. Kami tidak tahu kalau ternyata kami sejahat dan sebenci itu padamu. Selain itu, kami tidak tahu kalau ternyata kamu masih mau hidup bersama kami. Meskipun kamu diperlakukan begitu. Maafkan kami." Kak Veno terduduk lemas di atas lantai sambil menggenggam tanganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun